4 : Hujan di Sore Itu

23 14 1
                                    

Gerimis romantis mengawal kepergian mentari pada senja ini. Mira baru saja tiba di Moonbucks. Beruntung sang hujan belum mengamuk deras. Jadi pakaiannya tidak terlalu basah.

Mira memang sering mengerjakan skripsi di kafe untuk mendapatkan suasana yang nyaman ditemani aroma kopi dan roti, tetapi biasanya ia nomaden. Entah, beberapa hari ini Mira selalu menetap di Moonbucks. Rasanya gadis itu enggan berpindah-pindah lagi. Lidahnya sudah cocok dengan menu-menu di kafe ini, atau ... hatinya yang sudah menemukan tempat berlabuh.

Sudah hampir satu minggu ia dan Rey putus. Mira sering melamun di Moonbucks, dan tak jarang Angar muncul untuk mengagetkan Mira. Barista konyol itu memberikan guyonan-guyonan receh untuk membuat gadis itu tersenyum.

Suasana sore ini agak sepi, mungkin karena cuaca yang membuat orang malas keluar rumah. Angar duduk di depan Mira yang sedang sibuk dengan laptopnya.

"Sibuk bener," ucap Angar.

"Namanya juga mahasiswi tingkat akhir," balas Mira.

"Belakangan ini sering ke sini. Pasti udah terjerat sama pesonaku, ya, Mbak?"

Mira yang semula fokus pada layar laptop, kini sontak menatap pria di depannya dengan ekspresi jijik. Sebuah ekspresi candaan refleks yang tiba-tiba saja keluar.

"Jangan didengerin, Mbak. Dia mah buaya!" timpal seorang wanita berapron cokelat. Ia menggeleng melihat kelakuan Angar yang kerap menggoda pengunjung wanita jika ada kesempatan.

"Yeee ... sembarangan!" balas Angar.

Lonceng di pintu berbunyi. Mira menatap ke arah pintu. Seorang pria masuk dengan tas gitar hitamnya. Ia adalah Billy. Billy melepas jas hujan miliknya dan menggantungnya di area kecil yang memang disediakan kafe untuk meletakkan payung dan jas hujan yang basah.

Angar memonyongkan bibir. "Pantes enggak terpengaruh ketampananku, ternyata udah terjerat tipu daya iblis."

Mira sontak menatap kembali ke arah Angar. "Apa sih, dasar barista kopi garing!"

"Kopikir kripik?!" balas Angar sambil membuat suara kriuk-kriuk khas kerupuk yang digigit. Ia berjalan pergi meninggalkan Mira.

Sementara itu lirikan mata Mira diam-diam mencuri pandang ke arah Billy. Pria dengan setelan retro itu sedang berbincang dengan Brian. Sesekali lirikan mereka bertemu, dan berujung buyar.

"Tara enggak ikut?" tanya Angar yang muncul tiba-tiba seperti jerawat.

"Tara si manusia paling super sibuk. Dia lagi ngurusin mural," jawab Billy.

"Udah lama kita enggak ngopi bertiga. Ajaklah sekali-kali, sekalian foto stage. Mayan kan nambah koleksi foto lu."

Billy terkekeh. "Kapan-kapan deh kalo dia lagi senggang."

Beberapa pengunjung datang. Angar kembali bekerja. Sementara itu Billy mengeluarkan Noir dari dalam rumahnya. Billy mengusap kayu gitar itu dengan lembut, setelah itu ia tuning kembali senar-senarnya agar tidak terdengar sember.

Sambil menyetem gitar, Billy mencuri-curi pandang ke arah Mira. Gadis itu tampak sibuk di depan laptopnya.

"Jangan diliatin doang. Ajak ngobrol dong," ucap Angar yang muncul tiba-tiba di belakang Billy. Pria itu membawa buku menu dan hendak menghampiri pengunjung yang baru tiba. Sempat-sempatnya ia meluangkan waktu untuk meledek Billy.

Satu senar Billy putus dan hampir saja mengenai wajah Angar.

"Goblok lu, Bil! Kaget gua." lanjut Angar.

"Kaget gua juga! Setan lu, Gar!" balas Billy.

Billy dibuat terkejut hingga memutar terlalu kencang pemutar senarnya, membuat senar tersebut putus. Ia kaget setengah mati karena kepergok saat menikmati paras Mira. Untungnya, Billy selalu sedia senar cadangan di dalam case nya. Ia mengganti senar yang putus itu dengan senar baru. Namun, karena kepalang tanggung, ia mengganti keenam senar lainnya juga agar lebih selaras.

Pria Pelukis NadaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang