Chapter 2

67 7 0
                                    

AKU MELIHATMU
Mentari telah terbit dan mulai merambat ke dalam sebuah kamar anak laki-laki berumur 14 tahun.

Ia membuka matanya dan mulai mengadaptasikan kedua matanya yang terkena rambatan cahaya mentari.

Ia bangun dengan sangat berat karena sangat mengantuk, kemudian beranjak pergi keluar kamar dan ke kamar mandi

Seusai mandi, ia bersiap-siap memakai seragam dengan santainya.

Semuanya telah siap dan saatnya pergi ke sekolah. Namun ia sempat duduk sejenak di dapur, tepatnya di meja makan.

Ia membayangkan dimeja makan itu sedang menyantap sarapan bersama serta berbincang-bincang.

Tapi itu hanyalah bayangan belaka karena itu tidak akan pernah terjadi dalam hidupnya.

Ia kemudian melihat ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 07.38 yang artinya ia sudah terlambat sekolah.

Bangkit dari duduknya, ia sempat teralihkan pada sebuah figura foto yang bergambarkan dirinya dengan kedua orangtuanya.

Ia merenung beberapa saat dan kemudian pergi ke sekolah.

Ditengah perjalanan, dibelakang, seseorang yang memanggil namanya dari kejauhan.

Iapun menghentikan langkahnya dan melihat ke arah belakang siapa yang memanggil namanya.

"Hai, Duri." Sapa orang itu dengan nafas yang terengah-engah.

"Taufan? Kenapa kau baru berangkat? Kau bisa diberi hukuman
jika kau terlambat seperti ini."

"Lalu bagaimana denganmu? Kau juga akan diberi hukuman karena baru berangkat yang harusnya sekarang jam pelajaran."

"Aku... Aku sudah mulai terbiasa dengan semua hukuman yang aku dapatkan. Aku juga tidak merasa keberatan." Jawabnya santai.

"Hehh... Kau tidak bisa seperti itu, Duri. Kau harus mulai merubah sikapmu ini." Kesahnya karena melihat sahabatnya selalu menerima hukuman.

Duri sempat terdiam atas ucapan itu karena buktinya ia tidak bisa merubah sikapnya yang selalu terlambat ke sekolah.

"Oh, iya, Taufan. Kenapa kau terlambat? Bukankah kau selalu tepat waktu?" Duri mencoba mengalihkan pembicaraan mereka sembari berjalan menuju sekolah.

"Oh, aku terlambat karena aku terlambat bangun. Semalam aku belajar hingga larut untuk mempersiapkan ujian pekan depan. Lalu bagaimana denganmu?"

"Eehh... Sebenarnya aku... Oh, tidak! Kita benar-benar akan terlambat, sebaiknya kita bergegas!" Ucapnya menghindar yang tak ingin ia beritahu.

Sesampainya disekolah, mereka berdua memasuki lorong sekolah dan mendapati seorang guru sedang menjelaskan mata pelajaran di dalam kelas.

Sang guru atau lebih tepatnya wali kelas, Bu Tia, melihat mereka berdua di depan kelas dan menyuruhnya untuk masuk.

"Maafkan kami, Bu. Kami terlambat 30 menit."

Taufan yang mencoba meminta maaf pada sang wali kelas, Duri memasuki kelas dengan santainya dan memasang wajah murung.

Wajah murung itu seolah-olah menggambarkan apa yang akan ia terima setelah memasuki kelas.

"Hmm, karena ini masih jam pelajaran, kau bisa ceritakan apa yang membuatmu terlambat ke sekolah setelah jam ini selesai, Taufan. Silakan duduk." Bu Tia mempersilahkan Taufan ke tempat duduknya.

"Terima kasih, Bu Tia."

"Aku... Aku minta maaf, Bu. Ini sudah ke sembilan belas kalinya dalam bulan ini aku terlambat." Ucap Duri sembari menunduk merasa bersalah.

"Ibu sudah sekian kali menasehati mu, Duri. Tapi kau tidak bisa menghargai waktu. Setelah pulang sekolah kau harus menemui kepala sekolah." Tegas Bu Tia dalam menasehatinya.

Duri hanya mengangguk dan pergi ke bangkunya setelah dipersilahkan oleh sang wali kelas.

Menuju bangkunya, ia sudah mendengar ucapan-ucapan yang menyakitkan untuk didengar, ejekan teman-temannya sengaja dikeraskan agar ia dapat mendengarnya.

"Aku hanya perlu bersikap biasa saja. Karena aku memang pantas untuk ini. Yang mampu aku lakukan hanyalah menjalaninya saja tidak perlu memikirkannya..."

"Tapi ini memang sakit, aku hanya memiliki seorang sahabat yang berusaha menghiburku atas keterpurukan ku tapi sayangnya, dia tidak tau latar belakang kehidupanku yang sebenarnya."

"Akan aku rahasiakan semua ini karena aku tidak ingin melibatkan siapapun atas semua ini."

"Akan aku biarkan diriku saja yang menderita bukan orang lain."

"Ya, akan aku pastikan."

–––––––––––––––––||–––––––––––––––––

~To be continued to Chapter 3~

-:| Akan Selalu Ada |:-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang