DENGARKAN
Langit semakin menggelap, pun angin mulai berhembus kencang pertanda cuaca semakin memburuk.Mereka berdua berhenti di bawah pohon pinggir jalan untuk mengatur nafas yang terengah-engah.
"Aku punya firasat buruk tentang ini, Duri." Kata Taufan melihat langit yang semakin menggelap.
"Aku juga merasakan malam ini akan ada badai yang cukup besar. Kita harus segera pulang." Ujar Duri khawatir.
"Maaf, Duri. Kita tidak bisa pulang bersama, karena aku harus pergi ke toko buku. Ada beberapa buku yang harus aku beli."
"Tapi Taufan, sekarang akan terjadi badai besar, dan kau ingin pergi ke toko buku dalam keadaan seperti ini?" Resah Duri mengkhawatirkan keadaan.
"Aku minta maaf, Duri. aku tetap harus ke toko buku. Lagipula aku tidak yakin besok dapat membelinya."
"Dan aku rasa itu sangat penting..." Nada Taufan semakin lirih, seakan ada rahasia yang ia sembunyikan.
"Hmph..! Terserah kau, Taufan! Jika memang itu lebih penting, aku akan pulang sendiri dan kau bisa mencari buku yang kau inginkan itu!" Seru Duri dan pergi meninggalkan Taufan sendirian di bawah pohon dengan angin yang berhembus kencang.
Taufan terdiam atas perkataan sahabatnya dan akhirnya memilih pergi ke toko buku yang tidak jauh dari ia berdiri.
Ia telah pun tiba di toko buku dan mencari beberapa yang menurutnya sangat penting.
Beberapa saat ia mencari, akhirnya mendapatkan 5 buku sekaligus.
2 buku Fisika dan Seni Budaya, dan 3 buku Matematika al jabar.
"Aku masih kurang 1 buku lagi, tapi dimana?" Gumamnya dan terus mencari buku terakhir.
Di paling ujung, terdapat rak yang berdebu.
"Rak buku ini berdebu, aku rasa jarang ada yang kemari."
Ia melihat-lihat buku di rak bagian atas.
Ia kemudian melihat sebuah buku yang menarik perhatiannya.
Diambillah buku tersebut, namun ia tak dapat meraihnya yang kemudian meminta bantuan seorang kasir toko buku.
Sesudah mendapatkan buku tersebut, sang kasir hanya diam tak menggubris sedikitpun setelah Taufan berterimakasih kepadanya.
Taufan nampak tak peduli. Ia menaruh bukunya yang lain dan mulai membersihkan buku berdebu itu.
"Mungkin dengan ini, aku akan tau apa yang sebenarnya terjadi."
"Semua omongan yang aku dengar itu akan jelas."
"Aku akan mencari tau semuanya." Lirihnya yang terus menerus memandang buku itu.
Tiba-tiba suara petir menyambar disertai hujan yang semakin deras.
Suara petir itu mengejutkan Taufan yang sedari tadi menggumam.
Ia keluar toko dan mendapati hujan yang sangat deras.
"Oh tidak! Hujan semakin deras, jika aku terlambat pulang aku bisa dimarahi ayah...!" Risaunya kemudian membayar semua buku pilihannya dan pergi.
Ia mengemas buku yang telah dibeli dan berlari melawan arus hujan.
Hujan semakin deras, begitu juga angin yang semakin kencang bahkan dapat menerbangkan sampah-sampah kecil di jalanan.
Taufan terus berlari menembus air hujan yang menimpanya.
Ia sudah jauh dari toko buku, karena cuaca semakin memburuk, ia memutuskan untuk berteduh di sebuah halte bus.
Ia juga memeriksa dan memastikan bahwa buku-bukunya tidak basah.
Tak lama seseorang datang bermaksud untuk berteduh.
Ah bukan..! Lebih tepatnya ingin bertemu Taufan yang sedang memeriksa bukunya.
Orang tersebut melirik sinis Taufan.
Tetapi ia siapa? Pakaiannya yang serba hitam serta memakai masker hitam pula sulit dikenali.
Apakah mungkin...
Duri terus berlari dan tibalah ia di rumah, tempat ternyamannya (?).
Ia tampak ragu ketika hendak membuka pintu.
Dalam kondisi basah, ia khawatir jika sang kakak akan marah padanya.
Ia kembali merenung, apakah rumahnya benar-benar tempat aman dan nyaman untuknya.
Setelah sekian merenung, akhirnya ia masuk dan mendapati kekosongan dirumahnya.
Ia menaiki tangga menuju kamarnya dalam keadaan basah.
Tepat di depan kamarnya, ia mendengar suara gaduh dari kamar Solar, seperti sesuatu yang terjatuh dan pecah.
Tanpa pikir panjang, Duri langsung mengetuk dan ingin memeriksa apakah kakaknya telah pulang.
Bukannya dibukakan pintu, seseorang mengusirnya dari dalam kamar dengan suara yang cukup keras.
Merasa terusir, Duri pergi ke kamar dan mengunci dirinya bersama kesedihan.
Ia kemudian berganti pakaian dan merebahkan dirinya di atas kasur yang menurutnya nyaman.
Ia melihat sekeliling dan mendapati bahwa kamarnya benar-benar sangat berantakan.
Tak lama, pandangannya teralihkan pada meja belajarnya.
Ia merasa ada sesuatu yang hilang. Tapi apa itu?
––––––––––––––––||––––––––––––––––
~To be continued to Chapter 5~
KAMU SEDANG MEMBACA
-:| Akan Selalu Ada |:-
De TodoKalian merasa bahwa semua masalah akan selesai seiring berjalannya waktu? Ya, itu memang benar. Anak diusia 14 tahun sepertiku, duduk di meja SMP biasanya masalah yang didapat adalah masalah pertemanan, belum termasuk duduk di meja SMA. Ya, masalah...