Lampu merah menyala. Semua kendaraan berhenti mematuhi lalu lintas. Mata gadis berjilbab hitam tertutup rapat, ia salah satu penumpang di dalam bus dengan tujuan Semarang-Surabaya.
100 detik telah selesai, dan lampu merah berganti hijau. Semua kendaraan melaju dengan kecepatan sedang, lalu perlahan cepat.
“Mbak, Pondok Al-Musthofa bentar lagi nyampe,” ujar seorang kernet bus menepuk pundak gadis berjilbab hitam yang tertidur menyenderkan kepalanya di kaca.
Kelopak mata gadis itu terbuka sempurna. Matanya menatap jalanan di samping kaca. Dia tidak tahu apakah memang sudah dekat atau tidak, karena ini baru pertama kalinya ia ke pesantren dengan seorang diri. Bukan pertama lebih tepatnya kedua kalinya waktu daftar, dan itu pun diantar orang tua.
Tadi waktu dia naik bus, ia hanya menyebutkan nama pesantren yang mau ia tujukan. Dan setelah itu ia terlelap tidur, setelah obat Antimo ia minum.
Gadis itu membenarkan jilbabnya yang tampak meleyot dan berantakan, ia juga mengusap wajahnya yang berminyak dengan tisu. Lima belas menit, bus yang ia tumpangi berhenti di depan sebuah gang.
Dengan sempoyongan dan kerepotan membawa semua barangnya, gadis itu akhirnya bisa turun. Walaupun tadi tasnya tidak sengaja mengenai kepala bapak yang sedang tidur. Mau meminta maaf, tapi tak sempat. Semoga bapak itu mengerti dan memaklumi.
“Mbak becak,” salah satu becak motor menawari gadis itu.
Dia tidak mungkin jalan kaki dari jalan raya ke pesantrennya yang jaraknya mungkin jauh. Ia lupa apakah jauh atau tidak begitu jauh, karena waktu itu dia tidak begitu memperhatikan.
Gadis itu mengangguk. Lantas menaiki becak bapak itu.
Ini pertama kalinya ia berpergian jauh seorang diri naik bus. Apalagi ini ia baru memasuki pondok. Semoga tidak ada kendala.
Becak motor yang ia tumpangi berhenti sempurna didepan gerbang yang bertuliskan “Pondok Pesantren Al-Musthofa”.
Setelah memberikan beberapa uang ke bapak becak, gadis itu mulai memasuki pesantren dengan menggendong tas ransel besar berisi pakaian dan tas jinjing berisi beberapa keperluan. Dia sudah seperti anak yang telah diusir dari rumah.
Dadanya berpacu lebih cepat. Dia gugup sekali, ketika melihat beberapa pasang mata menatapnya.
***
Gadis itu masuk ke salah satu kamar yang bakal dia tempati. Dia dari asrama Fatimah, asrama yang terkenal kesederhanaan. Dan biasanya asrama ini ditempati santri dari kalangan tengah maupun dari kalangan bawah.
Di dalam kamar sudah ada beberapa santri yang nanti bakal menjadi temannya. Semoga saja dia mudah bergaul. Tetapi ia termasuk orang yang susah bergaul, alias introvert.
Tas besarnya dia letakan di atas lantai. Dia mulai mengeluarkan isinya dan memasukkannya ke dalam lemari.
Telinganya tidak sengaja menangkap percakapan teman sekamarnya yang sedang berbincang berkenalan satu sama lain. Dia tidak bisa SKSD, dan bilang “Hai, nama kalian siapa?". Maka dari itu dia memutuskan diam saja dan menanti dia juga akan diajak berkenalan seperti yang lain.
“Mbak nama sampean siapa?”
“Dan teko daerah ngendi?”
Gadis itu memberhentikan kegiatannya menata baju, kepalanya menoleh ke belakang menatap kelima teman sekamarnya yang sedang menatap dengan tatapan ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zahro
HorreurNamanya Zahro, si maniak dengan seorang Gus atau Ustadz. Hidupnya biasa saja, namun semua itu berubah 180° ketika mata batinnya kembali terbuka. Setelah insiden itu namanya kini jadi terkenal, tidak hanya terkenal di dunia manusia namun juga terkena...