# 1 #

265 43 15
                                    

"Mi..., Fesha nggak mau di sini!" Rengek seorang gadis kepada Uminya. Afesha Safa Maora. Gadis cantik nan jelita, namun tingkahnya selalu membuat Abi dan Uminya pusing.

Sekarang Fesha tengah berada di sebuah pesantren Ar-Rokhman bersama Abi dan Uminya. Keinginan kedua orang tua Fesha untuk menjadikannya sebagai seorang santri adalah hal yang sangat Fesha hindari. Panggilan 'Ning' dari santri Abi dan Uminya tidak membuat gadis itu berperilaku layaknya seorang anak kyai.

Berbeda sekali dengan adiknya yang selalu membuat kedua orang tuanya tersenyum bangga dengan prestasi yang diraihnya.

"Nggak Fesha! Pokoknya kamu harus mondok di sini," jelas umi Afifah berusaha tenang. Tatapan para santri yang sedang berkeliaran tak membuat gadis itu merasa malu.

Jawaban yang tidak memuaskan bagi Fesha, kini ia beralih menatap Abinya. "Bi... Fesha nggak mau di sini. "

Abi Fakhri menghela nafas, mendengar penuturan putri sulungnya yang sedari tadi tak kunjung berhenti.

"Fesha, coba sekali ini saja kamu turutin kemauan Abi sama Umi, ini juga untuk kebaikan kami Nak," jawab abi Fakhri dengan sabar.

Fesha terdiam cukup lama, kemauan kedua orang tuanya sudah tidak dapat ditentang. Fesha menghela nafas lelah.

"Ya udah, Fesha mau mondok di sini." Ucapannya terlihat lemas dan berat hati. Andai saja saat itu Fesha tidak melakukan hal yang membuat Abi dan Uminya marah besar kepadanya, pasti dirinya tidak akan dimasukkan pondok pesantren seperti ini.

Senyum Abi dan Umi mengembang ketika mendengar ucapan putrinya. Lega, itu yang mereka rasakan, dengan ini mereka bisa pulang dengan tenang tanpa ada beban.

"Nah gitu dong Mba, dari tadi kek, " sahut Afan yang duduk di samping Abinya. Fesha melirik tajam ke arah adik satu-satunya itu, dan dibalas dengan memeletkan lidahnya.

"Kalau gitu Abi sama Umi pulang dulu, barang-barang kamu sudah ada di dalam kamar, " umi Afifah terus mengusap lembut pundak putrinya. Fesha terus menundukkan kepalanya, tak mau menatap keluarganya.

Abi Fakhri, umi Afifah dan Afan beranjak, hendak kembali ke kediamannya. Sedang Fesha masih duduk tak bergerak. Menyadari keluarganya hendak pulang, Fesha segera berdiri.

Gadis itu mencium pungging tangan abi Fakhri lama sekali, tangan kiri Abinya mengelus lembut puncak kepala Fesha yang terryutup dengan kerudung. Selanjutnya ia beralih mencium punggung tangan Uminya, kemudian dikecup kening Fesha dengan lembut.

"Kamu baik-baik ya, di sini, " ucap abi Fakhri.

"Ta-tapi Bi, "

Fesha terdiam melihat tatapan abi Fakhri yang begitu meyakinkan dirinya, kemudian menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.

"Iya Bi, " jawab Fesha lemah.

Afan menghampiri Fesha dengan menyodorkan tangan kanannya. Fesha pun menyambut tangan adiknya dan menciumkan punggung tangannya ke adiknya itu.

"Mba, Mba di sini jangan nakal lhoo! "

"Hm"

Matanya kembali menatap kedua orang tuanya yang sudah siap untuk pulang. "Ya sudah, kita pulang dulu, " sahut Uminya.

"Iya Mi, " jawab Fesha berat hati.

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam"

Merka bertiga melangkah menjauhi Fesha. Tanpa gadis itu sadari kedua bola matanya meneteskan air mata.

Manisnya PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang