Denial

5 0 0
                                    

Tidak terasa sebentar lagi minggu tenang ini berlalu. Pada hari minggu esok, Kaia dan Bara akan berlibur ala-ala ke candi Borobudur. Menghabiskan waktu terakhir mereka di minggu tenang yang mungkin tidak tenang untuk sebagian orang. Hari ini Kaia terbebas dari kerja paruh waktunya, memang Kaia selalu mengosongkan waktu di hari Sabtu untuk segala kegiatannya. Kini Kaia hanya berdiam diri di jendela kamarnya mengamati keadaan di sekitar. Lalu lalang orang tua yang mengantarkan anaknya ke sekolah, ibu-ibu yang pulang dari pasar atau hanya sekedar membeli sayur di depan gang, anak-anak kecil usia belum sekolah yang sudah giat bermain dengan teman-temannya. Seperti itulah pemandangan khas hari Sabtu milik Kaia. Hanya suasana penghuni gang yang selalu ramah . 

Kaia mengecek gawainya, terlihat notifikasi pesan dengan nama Bara 😡.

Bara 😡

Kai maaf hari ini aku sibuk jadi gabisa nemenin waktu luang kamu. Aku mau ke tempat Bang Dewa. Ada masalah HIMA. Have a nice day 💙.

Kaia membalas Bara cepat tanpa berpikir panjang karena memang keduanya sudah menyepakati dan memahami segala kesibukan diantara mereka. Sebenarnya Kaia hari ini akan mampir ke kontrakan Bara dan teman-temannya karena Kaia ingat bahwa teman-teman Bara senang jika ada Kaia yang bisa diajak mengobrol tanpa adanya baku hantam dan cemoohan. Lantas kini Kaia mengambil lagi gawainya untuk menghubungi sahabat terdekatnya, Rhea.

"Halo, ayo gramed," tegas Kaia tanpa berbasa basi.

"Siap ndoro. Ih pas banget aku juga mau nelpon ngajakin ke gramed," suara Rhea terdengar merendah dan kemudian menjadi riang.

"Jam 2an aja ya, biar agak enak mataharinya," sambung Kaia.

"Ok," jawab Rhea singkat kemudian mematikan sambungan telepon mereka.

"Siapa yang nelpon siapa yang matiin coba. Aneh banget, dasar," gerutu Kaia sembari melihat gawainya yang masih menampilkan room chat nya dengan sahabatnya.

Kini waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang dan benar saja dua sahabat itu sudah berada di atas motor memakai helm dan jaket lengkap, mereka siap berkendara mengelilingi kota Jogjakarta siang ini. Menyusuri jalanan kota Jogjakarta dengan mengendarai motor adalah sebuah pilihan yang tepat apalagi di weekend seperti ini. Hiruk kota siang itu tak seperti biasanya sepertinya semua orang ingin menikmati malam Sabtu mereka dengan beramai-ramai menyusuri kota. Tapi ini masih siang.Dua gadis yang bersahabat sejak dalam kandungan itu melajukkan motornya di tengah hiruk kota. Tidak ada satu patah katapun di sana karena percumah saja hanya akan "iya, ya, hah apa, engga" seketika tida bisa mendengar apapun yang dibicarakan. Hingga mereka kini sudah berada di gramedia Sudirman, di mana gramedia adalah tempat ternyaman bagi siapa saja yang gemar membaca.

Tanpa ada basa-basi dari keduanya, kini mereka sudah dimanjakan dengan buku-buku yang tersusun rapi di rak dan aroma khas buku dari Gramedia yang memekakan indra penciuman. Mereka berpencar untuk mencari buku yang mereka inginkan. Seperti niat awla Kaia, kini gadis cantik itu sudah berada di rak buku dengan tema sejarah. Ada satu buku yang menarik sekali untuk Kaia baca, Babad Tanah Jawa. Buku tebal derisi kisah kerajaan di tanah jawa dari masa ke masa itu sangat menarik bagi Kaia. Diambilnya buku tebal itu dan Kaia berjalan menyusuri lorong-lorong rak buku untuk mencari lagi beberapa buku serta mencari sahabatnya, anggap saja sekali dayung dua tiga pulau teralampaui.

Berhentilah Kaia pada rak buku yang bertuliskan novel. Mata Kaia tajam mencermati setiap judul pada sampul novel-novel yang tersusun rapi, mencari novel yang dicarinya, ah tapi sayang novel yang dicarinya tidak kunjung ia temukan. Berjalan Kaia menuju rak novel yang terdapat di ujung namun yang ia temukan adalah punggung laki-laki yang sangat ia kenali. Kaia diselimuti rasa penasaran, perlahan ia semakin mendekat kepada pemilik punggung yang sangat dikenalinya. Hampir Kaia dekat, tercium jelas aroma citrus dan grassy-green yang tidak asing di indra penciumannya. Kepala Kaia masih menyangkal semua yang dilihat dan dicium oleh alat pengindranya. Tak lama dari keributan yang terjadi di kepalanya, kini Kaia jelas mendengar suara yang selama dua tahun ini memenuhi indra pendengarannya.

BERTAUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang