berbaikan

41 3 2
                                    


Keesokan harinya, panas Mahen sudah mulai turun, rasa pusingnya pun sudah mulai hilang, Laven? Dia semalaman rela mengurus kakaknya tersebut karena Mahen hanya ingin dia disampingnya.

Saat Laven sedang membantu Mahen yang perlu kekamar mandi, Lily memasuki kamar milik putra sulungnya "Kata ayah kalian bertengkar?, Bilang ke bunda apa yang buat kalian bertengkar kaya gitu?" tanyanya

Laven menatap Lily dengan tatapan tidak suka "Bunda, Bang Mahen lagi sakit bunda nanya itu nanti aja."

"Bunda hanya butuh jawaban dari pertanyaan bunda Lavendra!"

"Bunda juga harus bisa baca situasi, bang Mahen lagi sakit, dan bunda buru-buru buat jawaban itu? Mending bunda kerja dari pada ngerusuh."

"Bunda lagi ga mau emosi ya Lavendra, jawab bunda sekarang!"

Laven menghela nafasnya kesal "kamaren cuman salah paham aja, bunda ga usah khawatir, lagian kita juga udah baikan kok"

"Hah, kalian jangan sering berantem, bunda pusing tau kalo kalian ga akur"

"Kalo itu ga janji sih bun"

"Kamu ini, oh ya gimana keadaan Mahen? Udah mendingan belum??"

"Tadi pagi udah turun sih demamnya, cuman dia bilang masih pusing sama mual aja"

"Gitu ya... tolong jagain Mahen ya sayang, bunda cape kerja buat ngurusim kalian"

"Kan Laven sama bang Mahen ga minta diurus bund, lagi pula bunda simpen aja uang bunda buat diri sendiri, Laven sama Mahen mah pake uang ayah"

"Bunda itu bunda kalian, bunda juga pengen nikmatin uang bunda sendiri, tapi memenuhi kebutuhan kalian juga kewajiban bunda"

"Kalau itu kewajiban bunda, kenapa bunda protes ke Laven? Harusnya bunda ikhlas uang bunda dipake buat kebutuhan kita, kalo ga ikhlas harusnya dari awal bunda ga usah punya anak, selesai" Laven pergi meninggalkan Lily sang bunda sendiri sebelum dirinya bertambah emosi.

Lily menatap punggung putra sulungnya dengan tatapan sayu, semua kejadian itu disaksikan oleh Mahen di tangga.

"Gimana perasaan bunda pas nerima kata-kata sarkas dari anak yang bunda lahirin? Mahen harap abis ini bunda intropeksi diri bunda" ucap Mahen, Lily menolehkan kepalanya dan menatap wajah Mahen yang masih pucat.

Setelah mengakatan itu, Mahen memasuki kamarnya lagi dan duduk termenung dimeja belajarnya.

"Sial, sial, sial, kenapa harus gue sama Laven yang ngerasain ini?"

~~~

Brak.

Pintu utama terbuka dengan begitu kerasnya, detik berikutnya terlihat Laven dengan ekspresi paniknya.

Mahen yang sedang dipijit oleh bi Sri sangat terkejut melihat kedatangan Laven.

"Ven? Kalo buka pintu pelan-pelan kenapa sih" Laven mencengkram kuat rambutnya, lalu detik berikutnya dia menangis.

"pergi, jangan pegang gue, gue ga mau. Tolong, jangan..." gumamnya, Mahen segera berlari kearah adiknya, dan memeluk tubuh Laven erat. Namun Laven mendorong kakaknya itu.

"Jangan, bunda... ayah... bang mahen... tolong laven, jangan" Mahen menatap adiknya itu.

"Laven ini abang, liat dulu ini abang ven" Laven mendongakan kepalanya, mata dan wajahnya sudah memerah serta berlinang air mata.

Lavendra Dan Kinar || Jay Enhypen [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang