[END]
ft. Keluarga Aradhana
Menceritakan tentang keluarga Aradhana, Keluarga dengan orang tua tunggal mereka, Roda kehidupan yang setiap detik berputar juga kisah keluarga ini yang di ketuai ayah Winata. Dan tentunya pelengkap keluarga ini, si kemba...
Siang ini cuaca cukup panas, AC ruang kelas 12 MIPA 3 menyala dengan suhu 15°C namun tetap saja kibasan buku itu bergerak meniup helaian rambut si tengah Aradhana.
"Bisalah, Lo lupa je kemarin mereka fitnah team basket kita karena kita menang, padahal mereka aja yang gak bisa main" cerita mahen mengebu gebu tanda bahwa dia tidak terima difitnah.
Jeje mengangguk sembari menatap sang kembaran yang saat ini sedang didepan laptop, entah apa yang dikerjakan pastinya cukup bermanfaat, dibanding yang ia lakukan sekarang.
"Menurut lo gmn fi?"
Hafi yang mendengar namanya disebut oleh sang kembaran memilih menoleh meninggalkan monitor yang menyala disana. Hafi mengedikan bahunya pelan, merasa cerita mahen adalah masa bodo baginya.
"Biarin aja kalo belum merugikan bagi kita, kalo lama kelamaan tambah menjadi, kita langsung turun tangan"
Jeje dan mahen mengangguk. Kini pandangan Jeje kearah setumpuk coklat di meja kelas paling belakang, heran saja dia, apa mereka yang memberi coklat itu tidak sayang dengan uang mereka. Sudah tau tidak akan dihabiskan masih saja memberi.
Jeje turun dari atas meja berjalan mendekat kearah meja itu, mengambil sebungkus coklat yang tertera merk mahal disana.
"Ini orang orang gak sayang uang apa ya, apa orang tua mereka sultan semua?" Pertanyaan random itu memecah heningnya kelas saat ini, mahen dan hafi yang sedang sibuk dengan dunianya kini teralih penuh kearah Jeje yang memakan sebatang coklat.
"Sesultan apapun mereka tapi sayang bgt uangnya, iyakan?" Jeje kembali bertanya kearah teman dan sang kembaran yang saat ini menghadap kearahnya disusul anggukan sang kembaran.
"Kalo mau dimakan aja, sisanya dikasih panti nanti pulang sekolah, gak mungkin Lo bakal makan berpuluh puluh coklat je" saran sang kembaran yang kembali duduk melanjutkan dunianya yang sempat berhenti karena perkataan "kasian uang" sang kembaran.
--------🛸--------
Tinggal kan si kembar, disisi lain sekolah tepatnya di kelas 11 MIPA 4 si bungsu aradhana sedang sibuk menyalin ringkasan kimia yang tertulis jelas dipapan tulis.
Oh manusia berisik~~ Punya hati tapi tak hati hati~
Suara telfon itu membuat fokus Raka seketika buyar, saat handphone itu menyala tertera jelas nama Abang sulung Aradhana dengan cepat Raka mengangkat dan kini fokusnya terbagi dua.
"Assalamualaikum, kenapa bang?"
"Waalaikumsallam, Raka nanti langsung ke kantor ayah ya dijemput sekretaris ayah"
Raka mengeryit saat kata itu terlontar dari suara berat diseberang sana.
"Kenapa?"
"Abang sama kakak ada latihan basket, dan gak ada waktu banyak diantara jam pulang sama jam latihan"
"Oh oke" Raka segera mematikan sambungan itu tanpa menutupnya dengan salam, hatinya agak kesal jika harus pulang dengan sekretaris ayahnya.
Setelah tanda titik tertulis mengakhiri ringkasan hari ini. Tubuh tegap Raka menyusuri koridor kelas 11, menikmati ramainya koridor kelas sampai suara tak diinginkan kembali menyapa menghancurkan mood Raka seketika.
"Gue masih gak nyangka ya, dari aspek manapun si Raka kelas 11 itu jauh dari si kembar, liat aja si Raka itu punya apa sih"
Raka menghembuskan pelan nafas pendek itu, kenapa orang orang mudah sekali membandingkan orang lain tanpa melihat kelebihan orang itu. Ini sudah menjadi makanan sehari hari Raka selama hampir 2 tahun bersekolah disini, jabatan wakil ketua OSIS itu juga tidak berpengaruh apapun. Raka tau memang kakak kembarnya bisa dibilang definisi sempurna, tapi apakah dia juga tidak bisa mendapatkan sedikit empati tanpa embel embel adik dari si kembar(?)
Seperti biasa langkah itu tetap berjalan meninggalkan posisi dimana ia mendengar celotehan sampah dari salah satu siswi disekolahnya.
Dibawah pohon mangga posisi Raka sekarang, melihat sang kakak kembar yang bergurau tak jauh darinya. Setidakmengakui apapun memang kakak kembarnya sangat sempurna walaupun sering membuat ulah sampai dirinya lah yang memberi hukuman karena jabatan.
"RAKA!!" Teriakan itu menarik paksa lamunan Raka, kini dia sedang disuguhi kakak kelas sekaligus teman si kakak kembar yang sedang melambaikan tangan heboh menyuruh Raka untuk mendekat.
Tubuh itu kembali dibawa Raka mendekat dan memilih duduk diantara kakak tengah dan sang teman. "Kenapa kak enal?" tanya Raka bingung.
"Gak papa sih, gabung aja kita"
"Katanya ada rapat nanti(?) Yaudah pulang bareng kita aja ka" ucap Jeje sembari tangannya merangkul Raka. Raka hanya membalas mengangguk mengiyakan sang kakak tengah.
"Kak Jaenal jadi sama kak somi?"
Asa yang mendengar pertanyaan polos dari Raka tak bisa menahan tawanya sedangkan enal mendengus sebal.
"Boro boro jadian, si somi aja udah jadi hak milik kak Haekal"
"Pfft—" Jeje menahan tawanya takut takut enal marah karena ia tertawakan.
"Oh pantes, kak Haekal emang ganteng"
"HAHAHHAHAHHA CAPEK BGT GUE GAK BISA GAK BISA" Jeje melepaskan tawanya, ia tak heran jika Kakak tingkat sepantaran kakak sepupunya bisa mendapat most wanted sekolah mereka.
Asa hafi dan Jeje yang menjadi team pendengar kembali menertawakan kesengsaraan enal yang diperjelas Raka. Raka yang bingung kenapa ketiganya tertawa memilih berdiri.
"Mau kemana?" Tanya hafi yang sedari tadi diam.
"Ke kelas, 3 menit lagi bel masuk"
Keempat siswa kelas 12 itu mengangguk, Raka yang mendapat balasan kini melanjutkan langkahnya kearah koridor kelas 11 yang berlawanan dengan koridor kelas 12.
--------🛸--------
Jangan lupa vomentnya..
Jaenal [circle si kembar dan asa]
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Circle 0104
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.