"Haahh..."
Perempuan cantik berlesung pipi itu menghela napas panjang setelah menyimpan berkas yang baru saja ia selesaikan di atas meja, menyusul beberapa berkas lain yang sudah ia selesaikan sebelumnya. Beberapa berkas itu terlihat menumpuk, dan ini jelas membuat moodnya berubah menjadi buruk. Ia butuh sesuatu untuk dibakar sekarang. Namun, ia sadar bahwa ini bukan tempat yang tepat untuk melakukan kebiasaannya.
"Masih ada lagi?" tanya Shani, pada Jinan yang duduk di sofa panjang di hadapannya. Ia menyandarkan punggungnya dengan lemas, lalu menatap sahabatnya yang masih terlihat sibuk dengan berkas di tangannya.
Saat ini, keduanya sedang berada di rumah Shani. Lebih tepatnya di ruang tamu bagian depan. Karena permintaan si Sulung yang tak ingin ditinggal semasa pulih dari sakit, membuat Shani mau tak mau membawa semua pekerjaannya ke rumah. Ini sudah dilakukan selama beberapa hari, dan Shani tentu tak bisa untuk menolak keinginan si kecil Zee.
"Udah, Bos," ucap Jinan. Perempuan berkemeja biru itu menyimpan berkas yang baru saja ia selesaikan, lalu membereskannya dengan berkas yang lain untuk ia bawa ke kantor nanti.
"Jangan lupa besok datang ke kantor, Shan. Ada meeting penting sama kolega bisnis lo dari Inggris," ucap Jinan, lagi. Shani yang mendengarnya hanya mengangguk samar. "Oh, ya! Jangan lupa juga buat pulang ke rumah lo yang lain. Gue ke Anin cuma bilang kalo lo ke Surabaya selama seminggu,"
"Iya, sore ini gue pulang kok," kata Shani. Perempuan itu menegakkan duduk, lalu membuka ponsel baru berwarna hitam miliknya. "Anin gak ada nanya apa-apa 'kan sama lo?"
"Gak ada sih, Shan. Paling pas gue kasih tau kalo lo ke Surabaya dia kayaknya heran, dadakan banget katanya," jawab Jinan. "Emang lo gak chat dia apa?"
Shani menggeleng pelan, "Enggak, Nan."
"Kenapa?"
"Lo tau Gracia segalak apa?"
"Hehe, iya sih..."
"Lagian, gue males berantem terus sama dia. Makanya selama seminggu di sini gue gak pernah mau bahas tentang Anin," kata Shani. Ia mengingat ketidaksukaan istri pertamanya tentang kedekatannya dengan Aninditha. Itu sebabnya ia tak pernah mengirim Anin pesan selama satu minggu. "Dia sering gak suka kalo gue terlalu perhatian sama Anin. Tapi anehnya dia sering banget mancing gue. Ujung-ujungnya, ribuuuuttt lagi."
Jinan terkekeh geli melihat bosnya yang terlihat sedikit frustasi, "Sukurin! Suruh siapa punya istri dua?!"
"Enak tau punya istri dua," kata Shani. Ia tersenyum miring saat Jinan menggelengkan kepalanya, tak habis pikir.
"Nyebat sana! Lo mulai ada gilanya sekarang, Shan."
"Sialan, lo!"
"Btw, Gracia ke mana? Gue gak lihat dia dari tadi pagi?" tanya Jinan sembari membereskan barang-barangnya.
"Ke agensi, Nan. Dia ada syuting video buat iklan," jawab Shani.
"Oh, kalo gitu gue balik ke kantor sekarang, ya! Jangan lupa besok ada meeting penting!" ingat Jinan sekali lagi. Ia kemudian beranjak, lalu berpamitan pada si kembar Zee dan Christy yang sedang bermain puzzle di ruang tengah. "Bocil, Tante pulang dulu, ya! Dadah!"
"Dadah, Tante Ji!" seru Zee dan Christy yang tak menatap ke arahnya sama sekali.
"Dasar anak Shani!" kesalnya. Baru kali ini seorang Jinan Mahesa diabaikan. Dan itu oleh anak bosnya sendiri.
"Gue denger ya, Anjir!" ujar Shani tiba-tiba. Ia kemudian mendorong tubuh Jinan untuk segera keluar, "Udah sana cepet pergi! Lo ganggu tau gak?!"
"Lo kayaknya emang bener udah gila ya, Shan. Gue aduin Anin tau rasa lo," ancamnya yang tak benar-benar nyata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Triangolo [GreShaNin]
Fanfic"Triangolo itu ... apa?" Warning! This story just fanfiction! Jangan bawa cerita ini ke dunia nyata! Cukup hype di lapak ini saja! 📍 Start: 31 May 2022 📍 End: 27 September 2022