P R O L O G
🍂🍂🍂
Dalam keheningan yang terputus-putus oleh suara monitor yang menggema, angin badai menderu keras di luar, hujan lebat turun tanpa henti. Sosok gadis bertubuh kurus dengan berbagai macam alat medis yang menempel di tubuhnya, terbaring di atas brankar. Wajahnya pucat pasi, kepalanya plontos tanpa rambut. Tubuh ringkih itu bernapas lemah tak berdaya.
Kesunyian menyelimutinya dalam ruangan remang-remang. Terdengar gemaan langkah kaki yang mantab mendekat dari koridor, tak lama kemudian pintu ruangan itu berderit terbuka.
Di dalam redupnya cahaya, sebuah bayangan menutupi cahaya yang datang dari koridor, menutup pintu, langkahnya perlahan mendekati brankar. Semakin dekat ke perempuan yang terbaring, sosok tersebut semakin terungkap.
Wajah orang itu telah banyak berubah. Matanya memerah, terdapat lingkaran hitam di bawahnya. Bibirnya kering dan mengelupas, rahang semakin tirus. Bahkan kerutan di sekitar mata laki-laki itu, membuatnya terlihat jauh lebih tua dari usianya saat ini. Sesosok yang dicintainya, tak lagi merawat diri. Perubahan yang begitu mencolok dari sosok yang dulu dikenalnya.
Waktu berlalu begitu cepat, mereka telah melewati berbagai macam cobaan selama beberapa tahun terakhir. Terkadang, dia merasa sedih saat membayangkan akan meninggalkan pemuda itu selamanya. Pikiran tentang bagaimana suaminya akan bertahan hidup sendirian di tempat ini, membuat hatinya terasa berat.
Suaminya telah meninggalkan keluarganya, bahkan orangtuanya tak ingin menganggapnya sebagai bagian dari keluarga. Sejak meninggalkan rumah, suaminya telah hidup sebatang kara. Jika dia pergi meninggalkan orang ini, pasti dia akan merasa sangat kesepian.
"Veen..." panggilnya hampir seperti bisikan.
Laki-laki yang dipanggil Veen menganggukkan kepalanya mendengarkan, "Aku disini," air matanya mengalir dan jatuh ke pipi sang istri.
Melihat tangisan Veen, Sheza seolah merasakan semut menggerogoti hatinya. Tenggorokannya tercekat, hidungnya asam dan ada sedikit basah di matanya saat dia dengan susah payah mencoba mengeluarkan suara, "Jangan menangis, Veen."
Veen mengambil tangan istrinya, lalu dengan lembut ia cium. "Maafin aku. Maaf..."
Sheza menggeleng lemah, "Ini bukan salah kamu,"
"Ini semua salahku, aku nggak bisa jagain kamu. Maaf..."
Sheza merasa sakit tumpul yang membengkak di hatinya, menyebar dari dadanya ke anggota tubuhnya. Semua memori bersama Veen terlintas dibenaknya, seperti sebuah film yang diputarkan dengan alur yang mengharukan.
Perlahan-lahan rasa penyesalan mulai tumbuh di hati Sheza. Dia menyesal telah membuat pemuda ini mencintainya melebihi cinta untuk dirinya sendiri. Seandainya saat itu Sheza tidak bertingkah sok akrab dan mengganggu kehidupan Veen, mungkin saja pemuda itu tidak menderita bersamanya selama bertahun-tahun. Dia bisa menjalani hidup dengan menikahi seorang gadis pilihan orangtua, memiliki anak dan bahagia bersama keluarga kecilnya.
Sheza seharusnya meminta maaf pada Veen, karena kehidupan pemuda itu berakhir sia-sia dengannya. Sheza sangat menyesal bahkan berharap dia bisa kembali ke masa-masa lalu untuk menjauhkan diri dari Veen, menghindari masalah padanya.
Semakin Sheza mengingat masa-masa itu, rasa sesak di dadanya semakin parah, Sheza merasakan pandangannya mengabur dan dia tidak punya cukup waktu. Rasa sesak di dadanya semakin terasa sakit, napasnya terputus-putus, ia tahu bahwa dia tidak akan bertahan lama. Dengan suara yang hampir tidak keluar, Sheza memaksakan diri untuk berkata, "Veen, aku mencintaimu," yang terakhir kali sebelum akhirnya perlahan-lahan pandangannya gelap.
Sebelum kesadarannya memudar, Sheza mendengar Veen menjawab, "Sheza ... aku juga mencintaimu."
***
![](https://img.wattpad.com/cover/314735105-288-k351318.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CHANGED DESTINY [Revisi]
RomanceSheza merasakan beban rasa bersalah atas kehidupannya terhadap Mahveen. Ketika diberikan kesempatan untuk kembali ke masa lalu, rencananya untuk membuat Mahveen membencinya berubah menjadi kejutan besar saat Mahveen justru semakin jatuh cinta pada S...