Part 2: Dewa Setan

27K 1K 10
                                    

Carel mencampakkan laporan itu ke wajah bawahannya. "Apa tidak ada yang bisa kau kerjakan dengan becus?"tanyanya sambil menggeram marah. Si bawahan yang dimarahi hanya menundukkan kepala sambil minta maaf berulang kali. "Kau tahu kasus ini sangat penting. Dan hanya untuk menyelidiki hal yang simpel juga kau gagal? What kind of f*ck things you can do?"bentak Carel.

Saat itu juga pintu terbuka dan masuk seorang lelaki berperawakan tinggi tegap, berjalan sambil menggetarkan barang-barang disekitarnya karena langkahnya kakinya yang berat. "Wo,wo,wo, ada yang lagi emosi nih?"katanya meledek Carel. "Hei nak, sebelum kamu dimakan olehnya, lebih baik kamu keluar sekarang,"lanjutnya, kali ini kepada bawahan Carel yang baru saja dimarahinya. Dengan tatapan penuh rasa terimakasih bawahan Carel itu pergi. Melihat hal itu, lelaki yang berperawakan tinggi besar itu terkekeh geli. "Aduuh, lama-lama gue bisa dipanggil malaikat sama semua bawahan lo karena udah nyelamatin mereka dari amarah lo yang kayak setan itu,"katanya kepada Carel.

Carel menghembuskan nafasnya dan bersandar pada kursinya. "Gue benar-benar gak habis pikir, hal simpel kayak gitu doang kok bisa gagal sih. Heran gue,"katanya sambil menggelengkan kepala tak mengerti. Temannya yang bernama Robin itu hanya tertawa geli melihat tingkah sahabatnya ini. Carel dikenal sebagai lelaki kejam, dingin, tidak memiliki hati, tegas, dan sangat lihai dalam pekerjaannya. Tak heran diusianya yang belum menginjak tiga puluh tahunpun, ia sudah menjadi bos besar dalam perusahaannya. Carel adalah seorang pebisnis kelas kakap. Ia berbisnis dalam jual beli berbagai jenis senjata, pesawat tempur, kapal perang dan casino. Judi, obat-obat terlarang, dan senjata api sudah akrab baginya. Sebelum Carel menjadi pebisnis seperti sekarang, ia pernah menjadi agen pemerintah. Jadi ia tahu betul menghadapi kotornya dunia bisnis yang saat ini ia kerjakan. Hasilnya adalah Carel memiliki semua yang ia inginkan. Apa saja yang ia mau selalu ada dan harus ada. Rumah, mobil, perusahaan, casino, pesawat jet hanya sebagian kecil dari apa yang ia punya. Tapi setiap hal memiliki konsekuensinya masing-masing. Demi mendapatkan semua hal yang ia punya saat ini, ia harus melupakan apa yang disebut keluarga, waktu, teman, bahkan nyawanya sendiri. Pekerjaannya saat ini mengancam hidupnya setiap detiknya tapi Carel sama sekali tidak terganggu akan hal itu. Sekarang ia sudah lupa apa itu keluarga dan rasa kasih sayang.

"Woii! Bengong aja lo." Robin tersontak kaget mendengar suara Carel yang membuyarkan lamunannya.

"Ada apaan lo kemari? Apa yang gue minta udah ketemu?"tanya Carel. Mendengar hal itu, Robin jadi ingat tugas yang Carel suruh padanya. Carel menyuruhnya mencari bukti-bukti tanda ia bersalah atas kasus dua puluh tahun yang lalu. Kasus yang cukup lama. Carel meyakini bahwa 'jejak'nya masih tertinggal dan sewaktu-waktu ia bisa hancur karena kasus puluhan tahun itu.

"Lo kenapa cari hal yang udah lama sih? Kalaupun ada yang nuntut lo karena kasus itu, udah gak bisa lagi. Itu kasus udah ditutup dari dulu."

Carel hanya menatap Robin dengan pandangan tajamnya. Ia lalu bangkit berdiri dan pergi keluar jendela kantornya. Ia mencoba menghirup nafas panjang, sementara Robin menyusul dibelakangnya. Tiba-tiba seekor kucing liar lewat dari hadapan Carel. Kucing itu menatap Carel lama, seolah menantangnya. Tiba-tiba Carel menarik pistol dari balik jasnya dan menembak kucing itu sampai mati. Darah kucing itu keluar memercik ke wajah Carel. Carel mengambil kucing itu dan menatap hasil kerjanya dengan senyum puas lalu membuang kucing itu seolah kucing itu hanya sebuah tisu yang sudah kotor. Tangan Carel bersimbah darah kucing itu. Ia lalu menarik sapu tangan dari kantong jas Robin dan mengelapnya. "Gue selalu membersihkan darah dari tangan gue. Gue gak mau darah ini melekat di tangan gue, karena semua orang akan tahu apa yang udah gue lakukan." Carel menatap Robin dengan pandangan tenang tapi menusuk. "Sekarang lo ngerti kan kenapa gue suruh lo mencari bukti-bukti itu?"tanyanya pada Robin. Robin hanya menatapnya dalam diam dan mengangguk.

Memang benar Carel sudah tidak memiliki hati lagi. Ia membunuh seseorang seperti mengerjapkan mata. Cepat dan mudah. Robin sudah berteman lama dengan Carel. Ia sudah berteman dengannya sejak mereka menjadi agen pemerintah. Dari dulu hingga sekarang Carel memang tak memiliki belas kasih, tapi semakin hari kekejamannya semakin parah. Mereka tidak hanya berdua saja. Mereka berempat. Carel, Robin, Max, dan Harry. Mereka berempat dulu selalu bersaing siapa yang paling cepat dan tepat menyelesaikan misi. Dulu taruhan mereka adalah wanita. Siapa yang tercepat dan tertepat dalam menyelesaikan misi yang diberikan pada mereka, ia yang akan mendapatkan wanita tersebut. Mereka sama-sama tidak memiliki hati. Tuntutan sebagai agen adalah kalian harus melupakan apa namanya rasa kasih sayang dan iba. Setelah keluar dari agen pemerintahan, mereka berempat membuka perusahaan mereka sendiri, sama-sama dibidang senjata. Tapi perusahaan Carel yang paling berkembang pesat karena ia memang memiliki intuisi bisnis dan relasi yang luas. Walalupun begitu Carel tahu teman-temannya memiliki potensi, jadi ia menyarankan agar keempat perusahaan mereka melakukan kerjasama, lagipula bisnis mereka sama-sama bergerak dibidang transaksi senjata. Setelah mereka kerjasama, perusahaan mereka menjadi perusahaan pengekspor sekaligus supplier senjata terbesar dan digunakan di hampir setiap negara. Mereka terkenal tanpa belas kasih sedikitpun. Mereka memberi pinjaman dengan bunga yang tinggi tanpa melihat apakah pembeli mereka sanggup membayar atau tidak. Tapi setelah Max menikah, ia menjadi lebih lunak. Selanjutnya Harry, ia juga menjadi lebih lembut setelah menikah. Carel hanya menganggap pernikahan itu seperti neraka sesungguhnya. Awalnya Robin sependapat dengan Carel, tapi ketika ia menemukan seorang wanita yang sekarang menjadi istrinya, pendapat itu berubah drastis. Ia seperti Max dan Harry yang menjadi lebih lunak dan tidak sekejam dulu. Tinggal Carel yang semakin hari semakin bengis saja kelihatannya.

Saat itu juga, Harry dan Max memasuki ruangan kerja Carel dan bergabung dengan Robin dan Carel. "Wah, wah, ada yang lagi cemberut nih,"ujar Harry dengan seringai panjangnya. Harry terkenal dengan playboynya. Ia mendapatkan wanita mana saja dengan senyumannya itu. Harry juga merupakan orang yang santai, ia berbicara dengan sopan dan halus. Tapi disaat itulah ia menusuk lawannya dari belakang. "Kenapa lagi lo, Rel?"tanya Max sambil menenggak habis anggur yang ia ambil dari bar Carel. Max merupakan lelaki yang memiliki raut muka tajam. Max memiliki temperamen tinggi. Tapi semenjak ia menikah, tampaknya Max berubah menjadi lelaki lembut yang sering membuat Carel meringis jijik.

"Dia lagi kesal karena bawahannya tidak sepintar dirinya,"jawab Robin sambil tertawa terbahak-bahak yang diikuti dengan tawa kedua temannya yang lain. Mendengar hal itu, Carel hanya terdiam dan menatap teman-temannya. Sebelah bibirnya terangkat sedikit, menciptakan senyum kejam. Ia hanya diam melihat teman-temannya tertawa seperti itu, hingga satu-persatu temannya sadar bahwa Carel sedang marah dan mereka juga ikut terdiam. "Gue lagi gak niat bercanda. Lo semua tahu ini soal kasus dua puluh tahun lalu tentang kebakaran pabrik itu. Gue udah menyingkirkan semua bukti yang menuduh gue bersalah, tapi baru-baru ini gue dapat info kalau masih ada satu bukti lagi yang menunjukkan kalau gue dalang dari kejadian dua puluh tahun lalu itu. Masalahnya gue gak tahu dimana bukti itu. Dan gue suruh lo semua buat cari bukti itu, bukan buat ngetawain gue,"jelas Carel.

"Gue tahu lo mau menyelesaikan kasus lo sampai bersih. Masalahnya ini kasus udah berumur dua puluh tahun. Kalau lo mau bukti itu ditemukan, lo harus sabar. Itu semua butuh waktu,Rel,"kata Max.

"Lo tenang aja, gue sama Robin udah menyelidiki siapa yang bertanggungjawab langsung atas kebakaran pabrik dua puluh tahun yang lalu. Bawahan lo semua udah gue list, tinggal ditanyain satu-persatu doang,"lanjut Harry.

Carel hanya menatap temannya dan tersenyum puas. "Memang cuma lo bertiga yang mengerti maksud gue,"kata Carel sambil berlalu meninggalkan teman-temannya.

"Tumben dia senyum,"kata Harry sambil terkekeh.

"Buat gue itu senyum setan, kagak ada indah-indahnya,"timpal Robin yang dilanjutkan dengan anggukan setuju Max.

@@@@

Carel menenggak habis kopi Americano with three shotnya sambil berjalan cepat keluar menuju mobilnya. Adam, seorang asisten professional Carel langsung menghampiri bosnya ketika melihat lelaki tinggi besar itu keluar dari lift.

"Bos, saya sudah melakukan penyelidikan tentang kasus yang bos minta."

Carel menatap asistennya sejenak lalu meremukkan gelas plastik kopinya dan melemparnya ke tong sampah terdekat. "Apa hasilnya?"tanya Carel.

"Bukti yang bos cari-cari selama ini ternyata memang masih ada dalam bentuk rekaman video yang diambil dari CCTV,bos. Kalau memang rekaman itu berasal dari CCTV, berarti semua hal yang bos lakukan atas kasus di pabrik dua puluh tahun silam masih terekam penuh."

Mendengar hal itu, Carel langsung menghentikan langkahnya. "Holy Crap! Bukannya saya sudah memerintahkan kamu untuk merusak CCTV itu? Dan seingat saya kamu mengatakan kalau CCTV itu benar-benar sudah kamu bereskan. Kenapa bisa masih ada?"bentak Carel yang membuat semua orang didalam Hall besar itu terdiam dan menatap mereka. Carel memiliki suara berat bariton ditambah dengan tampang sangar yang membuat dirinya memang layak dijuluki sebagai dewa setan.

"Maaf bos, saya memang sudah benar-benar mengurus CCTV itu. Tapi sepertinya sebelum saya menghapus dan merusak CCTV itu, sudah ada orang yang mengambil copy CCTV itu terlebih dahulu."

Carel menatapnya dengan pandangan membunuh. "Sudah berapa lama sih kamu bekerja untuk saya? Kenapa hal seperti itu bisa lepas dari pandanganmu?"

"Maaf bos, lain kali tidak akan ada kejadian seperti ini."

"Tidak ada kata lain kali lagi, ini kesempatan terakhirmu membereskan CCTV itu. Cari dimana rekaman brengsek itu dan bawa padaku segera." Carel menatap lama asistennya itu dan menyunggingkan senyum sinisnya lalu menepuk-nepuk pelan pundak Adam. "Kalau aku tidak ingat dengan dedikasimu, mungkin kamu sudah aku pecat." Carel segera meninggalkan Hall itu tanpa melihat raut ketakutan dari Adam. Makna pecat bagi Carel bukan hanya berarti kau dikeluarkan dari pekerjaanmu, tapi juga kehilangan nyawamu, karena kau sudah banyak mengetahui rahasia dan seluk beluk bisnisnya. Kau juga takkan bisa lari, karena dia akan mengejarmu sampai dapat.









Love between Angel and DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang