9

10 9 0
                                    

Arkan's pov

"Hallo sayang!" sapa seseorang yang membuat nya terlonjak kaget ketika Arkan sedang mengunci pintu loker nya didalam kelas.

"Lo bisa gak sih gak gangguin gue?" kesal nya meninggalkan El untuk duduk di kursi nya.

"Jangan galak-galak dong, kan gue jadi tambah sayang. Berlemah lembut lah sedikit," sahut nya sembari memperhatikan Arkan yang tengah membaca buku.

"Dih! Kok aku di cuekin sih," seru El merampas buku itu dari tangan Arkan.

"Lo apa-apaan sih, ganggu tau gak,"kesal nya menarik kembali buku tersebut dari tangan El.

"Gak tau!" jawab nya dengan wajah tanpa bersalah.

Huhft

Arkan pun hanya bisa menarik nafas kasar ketika dengan santai nya El mengganggu nya dan melanjut kan kembali apa yang baru saja dia baca.

"Arkan, kok lo ganteng banget sih. Gue jadi terpesona," lirih nya yang membuat Arkan benar-benar kesal.

Dengan perasaan jengkel Arkan pun berlalu meninggal kan El menuju perpustakaan yang mana Arkan harus harus melewati koridor yang panjang, dan sepanjang itu pula El terus membuntuti Arkan seraya berceloteh panjang lebar.

"Lo kenapa sih deketin gue terus?" seru Arkan menghentikan langkah nya seraya membalik kan badan yang membuat El menabrak dadanya.

"Aduh! Lagi pula apa salah nya sih kalo gue mau ngedekatin calon pacar gue sendiri? Anggap aja kalo kita itu lagi PDKT," senyum nya yang sok manis.

"Siapa juga yang mau jadi pacar lo," delik Arkan melanjut kan langkah menuju perpustakaan.

"Tunggu Ar!" teriak nya sembari berlari mengejar Arkan.

"Bisa gak sih lo berhenti gangguin kehidupan gue, sebenar nya apa sih yang lo mau dari gue?" tanya Arkan yang mana dia merasa pusing dengan tingkah El yang selalu membuntuti nya.

"Mau gue cukup lo jadi pacar gue" cengir nya yang membuat Arkan kembali berjalan meninggalkan nya.

"Yah ditinggal lagi," gerutu nya yang kembali mengejar Arkan.

"Gue gak bakalan berhenti gangguin lo sebelum lo jadi pacar gue," seru nya menarik tangan Arkan.

"Dan sampai kapan pun gue gak akan pernah mau jadi pacar lo!" ketus Arkan menghentak kan tangan nya.

"Tapi seenggak nya hari ini gue seneng! Karena udah buat lo banyak ngomong,"lirih nya yang membuat langkah Arkan terhenti dan mencerna kembali apa yang dia kata kan.

"Aku bener kan?" senyum El sembari berjalan pergi menuju tempat di mana sahabat-sahabatnya berada.

"Apa bener yang dikata kan El? Tapi memang bener sih akhir-akhir ini gue sering berbicara dengan nya walaupun perkataan gue sedikit tapi gue hampir selalu menjawab pertanyaan atau bahkan perkataan yang dia lontar kan," gumam Arkan dalam hati.

Karena tak ingin terlalu memikirkan hal yang tak penting, Arkan pun kembali melanjutkan langkah nya menuju perpustakaan.

***
El's pov.

"Gimana El? Kayak nya lo asik banget ngobrol sama dia,"tanya Vera yang mana mereka tengah berada di taman dekat koridor.

"Apaan asik! Yang ada gue di cuekin," kesal nya mengentak kan kaki.

"Sabar El, semua itu butuh waktu. Apalagi untuk seorang Arkan si pangeran kutub SMA NEGERI 68 JAKARTA,"tawa Anya yang membuat El menghela nafas panjang.

"Gue setuju tuh apa yang di bilang sama Anya," timpal Dinda dengan senyumnya.

"Ya tetep aja gue makan hati, setiap gue ngomong gak pernah di respon. Sekali nya di respon dia nya ngegas," oceh nya yang mungkin sudah melontarkan ribuan sumpah serapah dalam hati setiap kali menghadapinya.

"Hati lo lagi panas El, lebih baik kita ke kantin yuk! Menyegarkan dahaga dan perut yang sudah meronta-ronta," ajak Vera yang kemudian mereka berempat pun bangkit dari bangku menuju kantin.

"Lumayan rame ya!" seru Anya.

"Iya lo bener, gimana kalo lo aja yang pesen. Biar gak ngantri lama," seru Vera menyenggol bahu Anya.

"Dih! Kok gue sih," elak Anya yang tak suka disuruh-suruh.

"Biar gue aja deh yang pesenin," sahut Dinda menengahi perdebatan antara Vera dan Anya.

"Kita pesen kayak biasa ya," ujar El yang mana Dinda sudah tau apa yang mereka sukai.

"Oke sip!" sahut nya mengancungkan jempolnya dan berlalu untuk mengantri pesanan.

"Bonyok lo jadi kan ngadep guru BK?" tanya Vera penasaran.

"Jadi dong! Soal nya sebelum gue kesini gue gak sengaja liat mereka berdua abis keluar dari ruangan bu Sarah," jawab El pelan.

"Hubungan lo sama Tante Lydia baik-baik aja kan?" tanya Anya hati-hati.

"Jujur ya sebenar nya gue kadang ngerasa kasihan sama dia," ungkap El ketika mengingat semua perlakuan kasarnya pada Tante Lydia.

"Terus kenapa gak baikan?" tanya Vera yang ikut menimbrung.

"Gue masih bingung sama kata-kata terakhir nyokap gue, gue penasaran sebenarnya apa yang terjadi dimasa lalu mereka?" tandas nya mengingat separuh kisah yang di cerita kan tante Lydia semalam.

"Selama ini dia pernah berlaku kasar gak sama lo?" ucap Anya yang mana kini El merasa seperti di interogasi.

"Ya baik, malah dia perhatian banget sama gue. Cuma semuanya masih mengganjal maka dari itu gue minta penjelasan dari tante Lydia semalam," jelas nya sembari menceritakan semalam.

"Tapi kalo tante Lydia Sama nyokap lo itu Sahabat an, kok dia tega sih ngerebut bokap lo dari nyokap lo? Atau bisa jadi nyokap lo minta tante Lydia buat nikah sama bokap lo sebelum dia meninggal," seru Vera yang membuat El berfikir demikian.

"Gue juga sepemikiran sama lo Ver!" ucap El setelah dipikir-pikir kenapa tante Lydia begitu baik padanya. Jika dia jahat dan perebut kebahagiaan mama Neyra kan gak mungkin dia berlaku baik dan juga sangat perhatian padanya.

"Pesenannya sebentar lagi diantar,udah gue pesenin kayak biasa. Gila ngantri nya panjang banget loh," seru Dinda mengusap pelan keringat yang ada didahi nya.

"Mungkin karena lagi class meeting dan banyak yang ikutan lomba maka nya banyak yang nyerbu kantin," ucap Anya yang mana hari ini banyak sekali kegiatan disekolah.

"Ini dek pesenan nya," seru mba Nunuy meletakkan pesanan mereka di atas meja.

"Makasih mba," ujar mereka dengan sangat kompak.

"Enak ya kalo kita bisa bebas kayak gini, bisa ngobrol-ngobrol. Tanpa ada nya pelajaran yang memusingkan," tawa Vera pelan.

"Iyah lo bener banget, dan untung nya kita gak lagi belajar. Bisa-bisa bu Farida si guru killer itu udah buat teriakan yang menggema di sekolah ini," sahut Anya yang mana guru killer itu adalah guru bahasa inggris dan juga matematika yang di kenal killer dan disiplin.

"Lagi pula gue udah pinter karena semalaman les, lo tau sendiri kan gimana bokap gue. Dari dulu sampe sekarang yang namanya les itu wajib!" jawab El sembari menikmati makan siang nya yang terasa begitu lebih nikmat jika dimakan dalam keadaan perut yang keroncongan.

Setelah menghabiskan waktu berpuluh-puluh menit, akhirnya mereka pun memutuskan untuk pergi ke lapangan basket yang mana Arkan akan tanding. Yang mana El pun penasaran dengan bakatnya yang selalu di sanjung-sanjung oleh teman-teman nya bahkan satu sekolah ini. Banyak yang bilang jika Arkan lebih mempesona ketika ia berolahraga, walaupun El pernah melihatnya latihan basket namun El tidak pernah menyaksikan pertandingannya langsung.

Lanjut.........

QUELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang