Part 8. Berlian Berselimut

320 26 5
                                    

Ketika Karisma baru tiba di kantor, anehnya semua orang menatapnya dengan tatapan bermacam-macam. Entahlah, Karisma tidak mau ambil pusing hal itu. Namun, ketika sampai di ruangan timnya, semua rekan kerjanya terkhusus Nadin, Wena dan Penti sudah berada mengelilingi kursi Karisma. Mereka membawa buket bunga. Ada apa ini?

"Pagi, Mbak," sapa Karisma dengan kikuk tidak tahu harus menyapa bagaimana. Semuanya terlihat aneh pagi ini.

"Ini buat lo!" Wena memberikan buket bunga mawar indah kepada Karisma. Sekali lagi, dalam rangka apa ini?

"Ini buat apa, Mbak?" tanya Karisma bingung. Dia mampir ke ruangan ini untuk mengambil beberapa barang untuk dibawa ke ruangannya yang baru, tepatnya bersama ruangan bos arogannya.

"Buat hiburan lo nanti. Kalo nanti lo ngerasa tertekan, liat aja bunga ini. Bayangin kita ada di samping lo," ucap Wena dramatis. Hanya ini yang bisa mereka lakukan untuk rekan polosnya itu.

"Karisma itu cuma seruangan sama Pak Raksa tiga hari aja. Lebay banget kalian!" ujar Pak Beni yang datang dengan membawa beberapa tumpuk berkas ke sana. Sarapan pagi untuk timnya.

"Pak Beni datang-datang udah bawa kerjaan aja. Nggak bosen kerja mulu apa." Nadin mendesah lelah melihat tumpukan berkas di tangan atasannya itu. Sudah dipastikan berkas itu akan menjadi sarapan pagi mereka.

"Kita harus ngebut sebelum kalian berangkat ke Lombok. Nanti yang ada kalo kalian berangkat, saya yang kerjain sendirian." Pak Beni mulai memilah tumpukan itu menjadi beberapa bagian untuk dibagikan. "Karisma, cepetan naik ke ruangan Pak Raksa sebelum Pak Raksa nyampe kantor. Bisa-bisa kamu kena SP kalo telat." 

Karisma mengangguk sambil membenahi barangnya. Merepotkan sekali, padahal dia masih bisa bekerja di ruangannya saja. Namun, disini dia hanya seorang karyawan yang tidak memiliki kuasa untuk membantah.

Karisma sudah sampai di depan ruangan Raksa. Dia masih mematung di tempat menatap pintu di hadapannya. Tatapan Karisma teralih ketika ada suara yang mengintrupsinya.

"Lo mau ngapain di sini?" tanya Vera kepada seorang gadis yang sedang berdiri mematung dengan membawa sebuket bunga dan kardus kecil di tangannya. Apakah ada acara amal? 

"Saya mau masuk, Mbak," ungkap Karisma. Dia memang akan segera masuk, hanya butuh waktu untuk ancang-ancang saja sebentar.

"Pak Raksa belum sampe. Emangnya ada kerjaan apa pagi-pagi gini!" Vera mendelik kepada gadis ini. Pagi-pagi bukan waktunya untuk meminta tanda-tangan atasannya itu. Namun, sudah Vera tebak bahwa gadis ini hanya ingin mencari perhatian kepada Raksa. Dia baru ingat bahwa gadis ini yang akan menjadi asisten atasannya itu untuk proyek besar mereka di Lombok nanti.

"Vera, bawakan berkas meeting buat nanti siang!" Suara itu sontak membuat Vera terkejut. "Dan kamu kenapa masih berada di luar. Cepat masuk ke kursi kamu!" Raksa melewati kedua perempuan itu dengan santai. 

"Saya permisi dulu, Mbak." Karisma berpamitan kepada Vera. 

"Sialan, bisa-bisanya dia satu ruangan sama Pak Raksa!" dengus Vera. Dia yang sudah menjadi sekretaris Raksa selama hampir lima tahun saja, tidak pernah diizinkan berada di ruangan itu lebih dari satu jam. Lalu, kenapa karyawan baru itu malah akan satu ruangan dengan Raksa.

Kalian pernah membayangkan jika dua manusia dingin disatukan dalam satu ruangan yang sama akan seperti apa? Yap, akan hening layaknya di kuburan. Begitu pun dengan ruangan Raksa saat ini, hanya terdengar suara gerakan tangan sedang mengetik saja. 

Raksa melirik ke arah Karisma yang sedang merekap beberapa data untuk persiapan proyek mereka nanti. Namun, anehnya tidak ada sedikit pun suara terdengar dari gadis itu. Apa gadis itu bisa tertidur sambil membuka mata? Tidak, lupakan. Dia memang sudah terbiasa dengan ruangan hening, tapi kali ini ada yang aneh. Ya, terasa tidak nyaman.

Dark Of Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang