Bab 11. Saya Normal!

635 37 2
                                    

Ketika tiba di bandara, semua karyawan sudah berkumpul menunggu jam penerbangan. Beberapa tim manajemen terlihat kebingungan, karena jelas Karisma tidak ada di bis awal. Mereka sempat berpikir Karisma mundur sebelum berperang, melihat dari betapa lelahnya gadis itu bahkan sehari sebelum keberangkatan ke Lombok. Namun, hal itu terlalu mendadak tanpa pamitan.

"Waduh, itu mobilnya Pak Raksa nggak, sih?!" Wena melototkan matanya melihat sebuah mobil yang sudah dirinya hafal menjadi alarm ketika dia berlari saat terlambat berangkat.

Nadin dan Penti ikut melihat ke arah sumber penglihatan Wena. Mereka mendesah berat bahwa ternyata mobil itu memang mobil yang membawa Raksa.

"Abis deh si Karisma belum datang juga. Belum juga dapat SK udah otw dipecat tuh anak. Ini lebih parah dari kisah Mbak Rani yang-"

"Din stop dulu! Liat sana!" Wena menghentikan ocehan Nadin dan langsung menghadapkan kepala sahabatnya itu ke arah pusat perhatian semua orang di sana.

Karisma datang bersama Raksa!

"Itu Karisma, kan yang datang sama Pak Raksa? Mata gue nggak lagi salah lihat, kan?" Wena terus mengucek matanya yang masih menatap serius ke arah Karisma yang keluar dari mobil Raksa. Wah, ada apa ini?

"Kok bisa Karisma semobil sama Pak Raksa? Oemji ini keajaiban dunia!"

"Bukannya Pak Raksa paling anti semobil sama orang asing, ya? Bahkan sama klien penting aja dia lebih milih pake mobil yang beda," ujar Penti. Dia pernah mendengar ada salah satu klien wanita yang batal bekerja sama, karena Raksa bersikap acuh kepada wanita itu.

"Gue semakin nggak paham sama alur cerita dunia ini!" ujar Wena yang sudah memverifikasi bahwa orang yang berjalan mendekati mereka memang berangkat bersama Raksa. Walaupun, ada Panji juga di dalam mobil itu. Namun, ini sangat langka pemirsa.

"Hai, Mbak. Ini belum pada berangkat, kan?" tanya Karisma yang sedikit merasa risi karena menjadi pusat perhatian dari para karyawan yang sedang berkumpul.

"Karisma nanti lo siap-siap kita interogasi sama kita!" Wena memberi pemberitahuan kepada gadis di depannya itu. "Buruan, tuh Pak Panji udah kasih kode buat langsung masuk."

-0-0-0-

Para karyawan tiba di Lombok setelah perjalanan selama dua jam. Untungnya, setelah tiba mereka tidak langsung diberi titah melaksanakan pekerjaan. Panji memberitahu mereka bahwa semua pekerjaan akan dimulai besok. Jadi, untuk hari ini mereka diberi waktu untuk beristirahat terlebih dahulu.

Tiba-tiba pintu kamar hotel Karisma yang sekamar dengan Penti diketuk secara brutal. Penti hanya bisa mendengus kasar, menghentikan rencananya yang akan tidur siang karena lelah setelah perjalanan. Dia sudah bisa menebak siapa yang membuat kegaduhan di depan pintu tersebut.

"Sabar ya, Kar. Nadin sama Wena emang agak sinting!" ucap Penti kepada Karisma yang sedang merapikan koper bawaannya.

Penti berjalan menuju pintu agar suara ketukan bising itu segera hilang.

"Gue sama Karisma mau istirahat. Lo pada emang nggak capek apa?!"

"Pen, gue sama Wena udah penasaran pake banget sama kejadian langka tadi. Mana tuh bocah?" Nadin langsung tersenyum ketika menemukan Karisma yang masih anteng menyusun barang bawaannya ke dalam lemari.

Wena dan Nadin langsung menyeret Karisma untuk duduk di atas kasur.

"Kar, sekarang jelasin!"

Karisma mengerutkan keningnya bingung. "Hah? Jelasin apa, Mbak?"

"Gimana bisa tadi lo berangkat semobil sama Pak Raksa?" ujar Wena sudah memangku kepalanya di atas bantal siap mendengarkan.

"Oh itu," Karisma menjeda ucapannya. "Tadi, saya datang setengah jam sebelum jadwal kita harus kumpul. Kemarin Pak Raksa nyuruh bawa dokumen jadi saya cari dulu dokumen-dokumennya. Tapi, saya salah tempat malah nyari di gudang buat dokumen arsip dan akhirnya telat. Terus, Pak Raksa nyuruh buat ikut berangkat bareng."

"DEMI APA? PAK RAKSA YANG MINTA?!"

"Terus gimana lagi? Wangi badannya Pak Raksa rasa apa? Vanilla, kopi atau-,"

Plak

"Sakit Penti dodol!" Wena mengaduh sembari memegang lengannya, karena ulah Penti.

"Jangan cemari Karisma sama pertanyaan mesum lo! Nih, anak masih original!"

Nadin hanya terkekeh mendengar perdebatan kecil kedua sahabatnya itu. Tapi, Karisma memang sangat polos dan pertanyaan dari Wena kemungkinan akan mencemari kepala suci Karisma.

"Badannya Pak Raksa wangi, kok. Tapi, saya nggak tahu itu merk apa parfum-nya. Nanti mau ditanyain, Mbak?" Tanpa disangka Karisma menjawab pertannyaan bodoh Wena. Dasar Karisma polos!

Mendengar jawaban Karisma membuat Wena kembali tersenyum. "Terus, perasaan lo gimana bisa deket-deketan sama Pak Raksa? Kalo lo bisa tahu Pak Raksa wangi, kemungkinan lo duduk disamping dia, kan?"

"Biasa aja, Mbak. Kayak duduk sama orang bisu beda sama Pak Panji yang ngomong terus," ujar Karisma. Dia sudah terbiasa dengan keadaan ramai, karena di tim mereka selalu ramai dengan banyak perbincangan. Oleh karena itu, duduk bersebelahan dengan Raksa malah membuat dirinya tidak nyaman.

Ketiga wanita itu tertawa mendengar penuturan Karisma. Bisu? Sejak kapan Karisma bisa mengejek orang. Sebuah kemajuan!

-0-0-0-

"Tuh anak baru kemana, sih?! Lo nggak absen pagi tadi, Ji?" tanya Raksa yang sudah bersiap untuk melakukan survei ke lapangan yang berjarak beberapa kilo dari hotel.

Panji yang sedari tadi memainkan ponselnya melirik ke arah Raksa. "Udah. Sabar kali, jarak kamar dia ke parkiran lumayan jauh juga," bela Panji yang langsung kembali memusatkan fokus ke ponselnya.

Raksa hanya berdecak kesal. Harusnya kemarin dia tidak mengajak anak baru itu ke Lombok dan langsung memecatnya saja.

"Maaf, Pak. Saya tadi rapihin dulu dokumen buat survei nanti." Karisma datang dengan nafas sedikit tersenggal.

Raksa melirik gadis itu dengan wajah dongkol. "Sekali lagi telat kamu saya pecat dan langsung pulang ke Jakarta!"

"Baik, Pak." Karisma sepertinya harus mulai lebih disiplin lagi. Dia juga harus mengurangi ikut bergadang bersama ketiga rekannya yang semalaman membicarakan kekurangan dan kelebihan Raksa.

Panji hanya bisa menggelengkan kepalanya. Sudah biasa dia melihat Raksa seperti itu. Langkah Panji yang akan mengikuti Raksa dan Karisma terhenti ketika melihat sebuah notifikasi dari wanita yang semalaman membuatnya tidak bisa tidur.

"Ka, gue nanti nyusul ya. Lupa bawa barang di kamar," ucap Panji yang membuat Raksa mendengus kasar. Kenapa pagi ini semua orang sangat menyebalkan. Terlebih sekarang dia harus semobil berdua dengan gadis ini.

"Kamu mau kemana?" tanya Raksa yang melihat Karisma sudah membuka pintu belakang mobilnya.

"Duduk, Pak. Memangnya mau apalagi, Pak?"

Raksa lagi-lagi harus mendesah berat. "Duduk di depan! Kamu pikir saya sopir kamu apa!"

"Tapi, kata orang-orang katanya Pak Raksa anti deket sama cewek. Jadi, saya pikir Pak Raksa nggak mau duduk sebelahan sama saya." Mungkin itulah salah satu informasi yang tertanam dalam otak Karisma dari obrolan Trio Ghibah semalam dan pagi ini Karisma mengamalkannya.

Raksa dibuat melongo dengan ucapan gadis itu. Anti deket sama cewek? Itu artinya dia tidak normal, kah?

Dasar karyawan-karyawan tukang gibah! Batin Raksa. Apa dia harus memperlihatkan bahwa dia adalah pria normal, bahkan sangat normal? Akan dia tunjukkan di lain kesempatan.

"Ayo cepet masuk! Saya nggak anti duduk deket cewek, kecuali cewek jadi-jadian!"

-0-0-0-

Ini kayaknya Raksa mode bersahaja. Kapan lagi liat Raksa nyeletuk garing kan😭

Jangan lupa tinggalkan jejak, akan ada banyak kejutan di dalam cerita ini.




Dark Of Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang