Part 3. Tidak Asing

366 27 9
                                    

Ranti menatap putrinya yang begitu cantik walaupun hanya melihat seutas senyum yang jarang sekali dilihatnya beberapa tahun ini dari Karisma. Jangan harap tawa gadis itu terdengar nyaring lagi olehnya.

"Gimana, Bu? Ini nggak terlalu mencolok, kan?" tanya Karisma meminta pendapat Ranti mengenai penampilannya. Ada secercah semangat dalam suara lembut putrinya.

Ranti menggeleng menghapus semua praduganya. "Cantik. Kamu pakai baju apapun juga selalu cantik, Sayang," jawabny disertai pujian untuk Karisma. Namun, memang itu yang pantas dia katakan untuk wajah ayu putrinya.

Karisma tersenyum, dia beranjak menuju posisi ibunya. Berat untuk ibunya membiarkannya bekerja full time di sebuah perusahaan besar itu. Masa lalu bukan hanya memengaruhi dirinya, tetapi berdampak pula pada ibunya.

"Karisma mohon ibu jangan kayak gini. Bukannya ibu bilang, sudah saatnya Karisma keluar seperti kebanyakan orang lain? Sekarang Karisma mau mencobanya," ucap Karisma sambil merengkuh tubuh yang sudah mulai renta tersebut.

Ranti mengangguk. "Asal kamu janji sama ibu, jangan pernah percaya kepada sembarangan orang," pinta Ranti.

Jika saja Ranti dapat bekerja seperti dulu lagi, mungkin Karisma tidak perlu bekerja seperti sekarang. Usianya sudah tercoret dalam kualifikasi pelamar kerja, hanya kerja serabutan yang tentunya gajinya tidak mencukupi kebutuhan mereka.

Karisma mengangguk. Lagipula, dia tidak ingin semua kenangan buruk harus terus membelenggunya. Cukup dia dan ibunya yang selalu dihantui mimpi buruk setiap malam. Bahkan, menyebutkan nama lengkapnya pun Karisma sudah dibuat menggigil.

"Apa ayah masih hidup, Bu?"

Wajah Ranti langsung memucat kala putrinya mengajukan pertanyaan itu lagi.

"Kenapa ayah pergi gitu aja? Karisma kira ayah bawa mobil itu untuk membawa kita, tapi kenapa ayah ninggalin kita," ucap Karisma. Masih tersirat kekecewaan dan rasa penasaran akan kejadian paling Ranti benci itu.

Ranti mendekap tubuh putrinya. "Di dunia ini Karisma hanya punya ibu, juga sebaliknya. Jadi, jangan kamu gali rasa penasaran kamu itu," peringat Ranti. Untung saja, saat kejadian itu Karisma belum paham dan mencerna secara dewasa. Namun, tetap saja ingatannya masih utuh.

"Karisma kangen sama ayah, Bu."

Sebulir air mata mengalir mengenai pundak renta Ranti. Apa Karisma dapat menerima semua  kebenaran yang dia pendam selama ini? Apakah dia akan setega itu berbagi rasa sakit kepada putrinya? Tentu tidak, Ranti akan terus memendamnya.

Ranti mengusap lelehan air mata putrinya. "Jangan nangis. Atau ibu nggak jadi kasih izin kamu keluar untuk bekerja," ujar Ranti mengalihkan topik sensitif diantara mereka dengan sedikit gurauan.

"Kamu harus bahagia, Nak," lirih Ranti.

🦋🦋🦋

"Dasar sialan! Kembaliin mobil gue! Itu mobil gue, Brengsek!" racau Marinka membabi buta ketika semua barang di rumahnya diangkut paksa. Dia tahu betul siapa yang menjadi sebab orang-orang tersebut melakukan hal itu.

Marinka sudah kehabisan tenaga, dia hanya mampu tergugu duduk di teras rumahnya.

"Seharusnya lo jangan main-main sama Raksa. Liat, kan? Orangtua lo yang harus menderita!" Panji berjongkok di samping wanita yang masih tergugu tersebut.

"Pergi lo, Sialan!" teriak Marinka. Jika kemarin dia masih bersikap sopan kepada Raksa, tapi jangan harap dia akan bersikap seperti itu lagi. Nyatanya, semua usahanya sia-sia.

Dark Of Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang