Chapter 9

15 2 0
                                    

"Oke, selesai dengan cepat. Gue akan kirim konsep yang tadi kita buat ke tim, untuk jadwal nya nanti Gue kabarin lagi ya," Zarina menoleh ke samping dan melihat sahabatnya sedang menulis di lembaran tisu.

"Lyvia?"

"Ya?" Lyvia mendongakkan kepala nya.

"Tadi denger ngga apa yang Gue bilang?"

Lyvia menganggukkan kepala nya. Tangannya masih saja mencoret-coret lembaran tisu di meja. Zarina melihat jam tangan nya, pukul 13.00, sudah siang dan ia harus melanjutkan pekerjaannya yang di kantor. Ia memasukkan laptop dan notebook nya ke dalam tas dan menghabiskan kopi nya.

"Sudah mau pergi?" tanya Lyvia.

"Iya, Gue mau balik ke kantor,"

"Thanks, Na,"

Zarina mengangkat tote bag nya ke pundak nya lalu melangkah keluar Cafe. Dia juga tak lupa melambaikan tangan kepada Lyvia yang masih di dalam Cafe.

Tak lama kemudian. Lyvia yang merasa bosan karena iseng menulis di selembar tisu beranjak dari duduk nya. Ia ingin pergi ke toko buku untuk membeli buku tulis yang akan ia isi dengan tulisan hari-hari baik nya. 

Apa yang Dokter Bryan adalah benar. Lyvia perlu untuk menuliskan hal-hal baik yang terjadi di hidupnya. Karena kini dia merasakan ketenangan dan kebahagiaan sejak pindah ke kota ini. Hal-hal buruk yang pernah di tulis nya adalah kenangan masa lalu yang tak ingin ia ingat lagi. Namun, perasaan cemas dan khawatir Lyvia tidak bisa hilang sejak melihat lukisan di museum yang menggambarkan isi buku diary yang pernah ia tulis dulu. Kenangan gelap yang ingin ia hilangkan telah ditemukan oleh orang lain dan ternyata yang menemukannya adalah Aldi Si Pelukis.

"Sudah mau pulang?" Reynald menghampiri meja Lyvia yang sedang menghabiskan Cappucinno nya sebelum pergi.

"Iya. Sebelum nya. Aku boleh minta tolong?" kata Lyvia yang membuat Reynald berseri.

"Minta tolong apa?"

"Bisa bantu aku bertemu Aldi? Seperti jadwal nya atau event yang dia datangi,"

Reynald menurunkan senyumannya. Pandangan mata nya ikut menurun dan tangannya menggaruk leher yang tidak gatal. Kini dia kembali ragu untuk menjawabnya.

"Sudah Gue bilang itu adalah hal yang sulit. Tidak ada yang tau informasi tentang pelukis itu," jawab Reynald.

"Haruskah aku bertanya ke Digy juga? Apakah dia punya relasi dengan pelukis?" tanya Lyvia dengan polos. Dia sangat ingin bertemu dengan pelukis itu untuk mengambil kembali barang miliknya.

"Jangan,"

"Apa?'

"Gue yang bakal bantu Lo,"

"Terimakasih. Aku juga akan mencari nya tiap aku pergi ke museum,"

"Kenapa Lo ngebet banget pengen ketemu sama Aldi?" pertanyaan Reynald membuat Lyvia tidak langsung menjawabnya. Ia sedikit bingung untuk menjawab pertanyaan itu.

Haruskah ku bilang bahwa aku ingin bertemu Aldi untuk membunuhnya karena sudah se enak nya melukis tentang isi diary ku?

"Aku ingin membunuhnya," jawab Lyvia dengan wajah datarnya.

Sama seperti Digy, mendengar jawaban Lyvia Reynald tertawa keras hingga air mata keluar dari mata nya. Pelanggan Cafe terkejut mendengar suara tawaan Reynald. Merasa kini semua pandangan menuju Reynald yang berada di dekat Lyvia, Ia sedikit mengambil langkah mundur untuk membiarkan Reynald tertawa seperti orang gila dan Lyvia bertingkah bahwa dia tidak kenal dengan Reynald.

Me,Doing My BestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang