Chapter 01

2.4K 101 1
                                    

Sorry for typo(s)

Dunia ini aneh, sama anehnya dengan laki-laki yang memiliki kekasih laki-laki.

Keanehan itu dirasakan sendiri oleh dua sejoli yang kini sedang duduk nyaman di pinggir jalan dengan alas kap mobil punya si tampan pertama.

Kita tinggalkan dulu mereka, sekarang waktunya untuk berkenalan dengan si tampan pertama dan kedua.

Si tampan pertama, namanya Maga. Aneh memang, seperti hubungan yang mereka jalani. Namun, kita tidak sedang membahas hubungan aneh tersebut. Si tampan pertama memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan si tampan kedua, sudah jelas karena si tampan kedua miskin.

Sungguh menyedihkan.

Maga, anak tunggal dari pemilik perusahaan yang cukup berkembang saat ini. Ia suka skateboard, suka basket, suka motor, dan suka Gemi, laki-laki yang mampu membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Maga memiliki tinggi badan yang cukup dibilang ideal, kulit terang, dan rambut hitam legam.

Lalu si tampan kedua, kebanyakan orang memanggilnya dengan 'Ge'. Ia tidak tahu mengapa namanya hanya 'Ge' karena ia hanya punya ia sebelum bertemu dengan si tampan pertama. Ia tidak mempunyai siapa-siapa, itulah mengapa ia sangat miskin. Memiliki tinggi badan yang tidak jauh berbeda dengan Maga adalah suatu kebanggaan bagi Gemi, hanya saja warna kulit Maga lebih terang darinya.

Namun, ada satu hal yang keliru dari paragraf di atas. Namanya bukan hanya Ge, tetapi Gemino. Ia hanya ingin dipanggil Ge, nyatanya ia sangat membenci nama itu, apalagi saat ada yang memanggilnya-

"Gemi."

Gemi yang dipanggil hanya berdeham, melupakan rasa jengkel panggilan sialan yang sialannya lagi diucapkan oleh laki-laki yang ia cinta.

Perlu diketahui, Maga sangat membenci sifat kekasihnya yang satu ini, sifat yang selalu seenaknya tanpa memikirkan lawan bicaranya.

"Jawab yang bener," tegur Maga dengan mata menatap datar Gemi.

Menurut Gemi, ini masalah kecil, tetapi akan menjadi besar jika kekasihnya ini sudah memasang wajah sangar. Bukannya takut bakal di-ngap, tetapi lebih takut tidak ada lagi bunyi 'ting' dari ponselnya yang menandakan ada transferan masuk.

Kini posisi mereka masih di pinggir jalan, ditemani oleh sang surya yang perlahan tenggelam. Maga duduk di atas kap mobilnya dan di sebelahnya ada Gemi, yang nyaman tidur terlentang dengan lengan kanan yang menutupi mata.

"Apaan?"

Gemi dengan malas menurunkan lengannya lalu menatap mata Maga, tidak kalah datar. Keduanya terdiam, masih dengan mata yang saling memandang sebelum Maga mengalihkan pandangannya.

"Udah lupa." Dengan acuh tak acuh Maga mulai menyalakan pemantik guna membakar rokok yang sudah terselip di antara jari telunjuk dan tengahnya.

"Si babi." Gemi bergumam sangat pelan, tetapi telinga Maga masih berfungsi dengan baik.

Tanpa ambil pusing Gemi kembali menutup matanya dengan lengan, hingga sebuah pertanyaan konyol tiba-tiba terlintas di kepalanya.

"Ga, lo cinta nggak sama gue?" Pertanyaan itu keluar dengan sendirinya.

"Nggak," jawab Maga tanpa beban, menganggap bahwa pertanyaan Gemi hanya sekadar candaan.

Terkejut dengan jawaban Maga, Gemi terpaksa bangun dari rebahannya. Ia sedikit menggeser pantatnya mendekati Maga.

"Terus selama ini?" Mata Gemi membelalak tidak percaya, sementara Maga masih sibuk menikmati rasa enak dari rokoknya.

"Iya, gue cuma cinta sama tubuh lo, baru sadar?"

Maga's LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang