04

984 52 4
                                    

Hari semakin siang, nampak Eunha tengah tertidur mencoba menghilangkan beban pikiran yang terus-terusan menghantuinya.

Ia ingin masa tahanannya berkurang, Eunha tak mau berlama-lama di tempat yang begitu menyiksa. Terlebih dirinya menjadi bahan pemuas nafsu oleh ketua di tempat itu.

Eunha merindukan keluarganya, keluarga yang sangat amat harmonis. Dia rindu ketika menjahili adiknya, bertengkar dengan kakaknya. Berbelanja dengan ibu dan mencari kayu bakar bersama ayah.

Eunha ingin waktu berputar kembali, biarkan dia merasakan betapa indahnya hidup bersama mereka. Mengapa pada saat kebakaran, ia tak ikut di dalamnya? Eunha tak ingin ditinggalkan sendirian, bukankah mereka jahat? Meninggalkan gadis itu sendirian dalam ketakutannya.

Tak terasa, air matanya mengalir begitu saja. Mungkinkah keluarganya masih menerima dirinya yang sudah kotor itu? Eunha tahu dia sudah tak perawan, tetapi ini juga bukan salahnya. Dirinya tak mau mencoreng harga diri dengan sengaja, lebih baik mati dari pada harus melakukannya dengan orang yang bahkan tak ia kenal.

   "Ibu ... " gumamnya.

Malamnya, Eunha tak kunjung bangun dari tidurnya. Ryuhei merasa itu aneh, ia lantas keluar dari sebuah ruang pengawas dan berjalan dengan tergesa-gesa menuju sel Eunha.

Begitu pintu terbuka, dia bergegas membangunkan Eunha.

   "Eunha, bangunlah!"

Begitu menyentuh tubuhnya, Ryuhei terkejut. Ternyata Eunha diserang demam, bahkan tubuhnya sangat panas. Keringat membasahi tubuh gadis tersebut.

   "Dia demam."

Ryuhei pun menggendong Eunha dan hal itu menjadi pusat perhatian, mereka membawanya ke ruang perawatan. Dia tak ingin membawanya ke rumah sakit, Ryuhei tak mau itu.

Dengan entengnya, dia meletakan gadis tersebut di atas ranjang pasien. Membiarkan seorang petugas medis memeriksanya.

    "Biarkan dia beristirahat. Tubuhnya masih shock atas apa yang kau lakukan kemarin, tekanan juga bisa mempengaruhi kesehatannya. Pastikan dia tidak terlalu stress!"

Setelah itu petugas tersebut pergi meninggalkan keduanya. Ryuhei duduk, memandangi tubuh mungil Eunha dengan seksama.

Malamnya, Eunha terbangun. Dia melihat Ryuhei tengah sibuk dengan benda kotak berlipat di pangkuannya.

   "Kau sudah bangun?"

   "Tidak. Aku sedang menikmati kesengsaraanku sekarang!" batinnya kesal.

Ryuhei menutup laptopnya, lantas berjalan keluar dari tempat itu. Selang beberapa menit, ia kembali dengan membawa semangkuk bubur dan teh hangat.

Eunha sejak siang tadi menolak makan, itulah mengapa tubuhnya menjadi rentan terkena penyakit.

   "Biar aku saja."

Eunha tak mau disuapi oleh Ryuhei, tetapi pria berdarah jepang itu bersikeras.

   "Kau cukup membuka mulut saja."

Eunha diam, begitu sesendok bubur akan Ryuhei suapkan, gadis itu mengatup mulutnya dengan rapat. Kesal, Ryuhei mencekram pipi Eunha kasar hingga mulutnya terbuka.

Pria itu memasukan bubur ke dalam mulutnya, lalu mulai memasukan bubur tersebut ke dalam mulut Eunha. Gadis itu terkejut, ia ingin memuntahkannya, tetapi Ryuhei memaksa untuk menelan.

   "Telan jika tidak kubuat kau benar-benar tidak bisa berjalan."

Eunha pun menelannya, dia menatap Ryuhei dengan takut.

   "Bagus."

Bubur pun termakan habis, begitu juga dengan teh hangatnya.

   "Tidurlah. Kau harus banyak istirahat agar cepat pulih!"

Eunha hanya diam dan berbaring, dia juga sengaja membelakangi Ryuhei. Jujur saja, hatinya jelas masih sakit dan takut secara bersamaan.

Setelah lima belas menit, Ryuhei memdengat dengkuran halus dari Eunha, gadis itu sudah terlelap tentunya.

Keesokan harinya Eunha sudah sehat kembali, hari ini minggu dan ada sesi senam bersama. Ryuhei mendekati gadis itu, menyuruhnya untuk ikut senam.

Awalnya saat bergerak, gadis itu merasa ada yang aneh dibagian area sensitifnya. Melihat itu, Ryuhei tersenyum dan mendekatinya.

   "Jangan coba-coba kau lepaskan benda itu dari sana."

Eunha kaget, jadi selama dia tidur Ryuhei melakukan hal yang tidak-tidak padanya. Jangan salah, kalian perlu curiga karena bubur dan teh hangat dibawakan oleh Ryuhei sendiri. Sudah jelas pria itu meletakan obat tidur agar Eunha tak terbangun saat dia melakukan sesuatu.

Dia sangat licik.

Saat sesi senam, gerakan pertama semuanya aman. Ryuhei juga memantau pada tahanan, tetapi saat gerakan berikutnya, pria berambut pirang itu menekan sebuah tombol membuat tubuh Eunha terkejut.

Itu bergetar, membuatnya sulit fokus.

   "Tidak. Kenapa dia harus melakukannya sekarang!" Ia membatin, memikirkan bagaimana jika orang lain mengetahuinya. Dia pasti akan menjadi bahan ejekan.

Ryuhei semakin membuat itu bergetar hebat, Eunha tak bisa melanjutkan gerakannya. Begitu tubuhnya ambruk, tahanan lainnya terkejut dan hendak membantunya berdiri.

Sayangnya Ryuhei datang lebih dulu dan menggendong tubuh Eunha yang telah berkeringat.

   "Kalian lanjutkan saja senamnya. Sepertinya kondisinya belum benar-benar pulih!"

Mereka tentu tidak percaya dengan ucapan Ryuhei, jelas-jelas Eunha tadi baik-baik saja.

Di salah satu ruangan yang terdapat ranjang, Ryuhei menghempaskan tubuh Eunha begitu saja. Gadis itu lantas memasukan tangan ke dalam celana, bermaksud untuk mencabut dildo yang ada di dalam kewanitaannya.

Ryuhei lebih dulu menghentikan aktvitasnya itu dan menarik kasar tangan Eunha agar keluar dari sana.

Ia menatap Ryuhei dengan wajah memelas, meminta untuk dihentikan. Sungguh, benda itu sangat amat menyiksanya.

   "Kau ingin benda itu berhenti bergetar? Maka memohonlah."

   "Memohonlah dengan wajah menggodamu, biarkan juniorku menegang maka akan kuhentikan."

Bersambung...

The Prison - RyuheiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang