08

1K 58 3
                                    

Ingatan yang sudah ia coba pendam pun datang menghantuinya. Tak sengaja Eunha menjatuhkan toples yang akan dia gunakan untuk menyimpan beberapa snack.

Yohan yang mendengar suara pecahan pun berlari dan melihat pecahan-pecahan tersebut berserakan tepat di bawah kaki Eunha. Dia hendak menegur gadis itu, tetapi kepalanya mengikuti arah mata Eunha melihat.

Seketika Yohan kesal, ia mengepalkan tangan dan berjalan ke arah pria itu.

   "Mau apa kau kemari?"

Yohan masih mengingat jelas bagaimana Ryuhei memukul wajahnya, dia juga benci pria itu karena penjelasan dari Bora mengenai kelakukan bejatnya. Namun, ia tak memberitahukan masalah Eunha yang sudah dilecehkan oleh pria berdarah Jepang itu.

    "Aku hanya mengunjungi calonku saja!" ucapnya dengan menunjukan senyuman remeh.

   "Jangan coba-coba kau mendekati dia."

   "Jangan khawatir sepupu, aku akan menjaga Eunha dengan nyawaku sendiri."

Bora yang merasa seperti ada yang tidak beres lantas membawa kue ke depan, dia ikut terkejut melihat Ryuhei yang sedang berdiri menatap Eunha.

   "Oh, halo Bora!"

Bora diam, dia berjalan dan mengantarkan kue pesanan pelanggan dan menyuruh mereka untuk tidak mempedulikan keributan yang ada.

Bora pun berjalan menghampiri mereka berdua dengan wajah kesalnya.

   "Jika ingin buat keributan, silahkan keluar saja. Terutama kau, jangan pernah mengusik Eunha lagi."

Bora pun berjalan dan menarik Eunha untuk pergi ke dapur.

   "Tenang saja, aku tidak akan membuat keributan. Aku datang ke sini karena ingin menjemput Eunha. Ibumu yang menyuruhku!"

Yohan tak percaya, dia menatap nyalang pada Ryuhei.

   "Kau tidak percaya? Coba saja telpon ibumu."

Yohan pun mengambil ponsel dan mencari nomor ibunya. Selang beberapa menit, terdengar suara panggilan dari sana.

   "Ada apa Yohan?"

   "Ibu, apa benar Eunha di suruh datang ke rumah?"

   "Iya. Ibu sudah menyuruh Ryuhei untuk menjemputnya, ada hal penting yang akan ibu dan keluarganya bicarakan."

Ryuhei tersenyum penuh seringai, ia merasa bahwa sekarang Eunha benar-benar tidak akan bisa lepas dari genggamannya.

   "Kenapa ibu tidak menyuruhku saja?"

   "Jika kalian pergi, siapa yang akan menjaga Cafenya? Sudahlah jangan kamu halangi mereka. Kamu jaga saja Cafe dengan Bora."

Panggilan terputus, Ryuhei pun berjalan menuju dapur dan menarik tangan Eunha kasar.

   "Hei, mau apa kau?" tanya Bora kesal. Dia menepis tangan Ryuhei dan menarik Eunha menjauh.

   "Aku harus membawanya pulang ke rumah bibinya. Dia sudah dititipkan kepadaku, jika kau melarangnya maka urusanmu dengan bibinya."

Yohan berjalan menatap Eunha, dia juga tak tahu harus apa. Ini ucapan langsung dari ibunya.

   "Eunha, ibu menyuruhmu untuk pulang. Dia disuruh ibu untuk menjemputmu, maaf aku-"

   "Tidak apa-apa."

Kata-kata Ryuhei waktu itu benar-benar bukan cuma omong kosong. Ia tak tahu, rasanya Tuhan memang sudah menetapkan takdir ini untuknya.

Eunha berjalan lebih dulu, ia tahu badannya gemetar untuk sekarang. Dia masih takut pada Ryuhei, sungguh.

Ryuhei pun meraih tangan mungil itu dan membawanya ke mobil yang sudah terparkir. Begitu keduanya sudah masuk, Ryuhei tersenyum dan melajukan mobilnya. Detik berikutnya ia memelankan laju mobil dan meraih tangan Eunha, ia merasakan tangan gadis itu gemetar.

   "Aku tidak akan memakanmu jadi jangan gemetar seperti itu."

Tidak ada jawaban. Mobil pun ia hentika, tiba-tiba kursi yang Eunha dudukin menjadi sejajar, ia tak bisa berdiri karena sabuk pengaman yang masih menghalanginya.

Ryuhei dengan cepat mencium bibir Eunha dan memasukan lidahnya begitu dia mendapatkan kesempatan, gadis itu lantas mendorong-dorong tubuh kekar Ryuhei.

Napasnya hampir habis, Ryuhei pun melepas ciumannya. Ia membuat Eunha kembali ke posisi semula. Gadis itu kesal dan hanya menatap lurus dengan air mata yang hampir tak terbendung.

   "Jika kau menangis atau mengadu pada bibimu, akan kupastikan keluargamu akan membencimu. Jadilah gadis yang baik."

Eunha diam, berusaha agar air matanya tak jatuh. Dia tak mau lagi kehilangan keluarga bibinya, jadi hanya menurut saja. Ryuhei tersenyum kala gadis di sebelahnya hanya diam dan menunduk, ia lantas meraih tangan Eunha dan menggenggamnya.

Setibanya di rumah sang bibi, keduanya turun. Eunha jalan lebih dulu dan melihat ada satu keluarga yang sedang menunggu kedatangan mereka.

   "Eunha kau sudah datang, sini duduk!"

Eunha hanya menurut dan duduk di samping sang bibi, dia dari kecil selalu menurut apa kata orang tua, itulah mengapa Eunha jadi disukai oleh keluarga bibinya.

Ryuhei masuk dan duduk di sebelah keluarganya, Eunha diam terbingung-bingung.

    "Jadi gini Eunha. Bibi berencana untuk menikahkan kalian berdua. Ryuhei ini berasal dari keluarga baik-baik, dia juga kan yang menjaga kamu selama kamu di penjara?"

Ryuhei itu pemanipulatif. Bagaimana bisa dia merangkai cerita seindah mungkin sampai-sampai bibi percaya pada manusia keturunan iblis ini.

Eunha dia dan memilih mengangguk, sungguh hidupnya penuh dengan jarum tajam di setiap jalannya. Bergerak ke manapun dia akan tertusuk.

Semuanya tersenyum, terutama Ryuhei.

   "Jadi kapan acara pernikahannya digelar?" tanya ibunya Ryuhei antusias.

   "Bagaimana kalau sebulan lagi?" tanya Ryuhei dengan menampakan senyuman palsunya.

   "I-itu terlalu cepat!" ucap Eunha gugup.

   "Lebih cepat lebih baik bukan? Aku hanya takut kau nantinya jatuh cinta dengan pria lain!" jawabnya membuat Eunha tak tahu ingin mengatakan apa.

   "Baiklah, seminggu lagi."

Eunha pasrah se pasrah-pasrahnya. Dia tak punya pilihan lain, maju kena mundur pun kena. Kesialan di dalam hidup ini tidak akan pernah berakhir.

Seminggu kemudian...

Acara pernikahan telah selesai, Bora menatap Eunha yang sepertinya sedang tertekan melihat Ryuhei seperti memegang pinggang gadis itu agar terlihat mesra.

   "Ini sudah malam, sebaiknya kalian beristirahat!" ucap sang bibi dengan tersenyum kepada keduanya.

   "Kami akan tidur di apartemen saja."

Jam sembilan malam, keduanya tiba di apartemen. Saat Eunha baru saja masuk, Ryuhei mengunci pintu dan mulai melancarkan aksinya.

Malam itu malam yang penuh dengan erangan erotis dari keduanya. Ini takdir, Eunha hanya bisa menerimanya hingga ajal menjemputnya. Poor Eunha!

Tamat...

Apa? Gak terima endingnya? 😗 kalo gak terima protes aja ke Ryuhei, jangan ke author :v

Next Seonggun yahahhaa

The Prison - RyuheiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang