Bab 3 : Putus

3 2 2
                                    

Bab 3 sudah bisa dibaca. Happy reading. Jangan lupa vote, ya. Terima kasih.

Mami Nadia mengetuk pintu kamar anak gadis kesayangannya. Mami terkejut melihat kondisi kamar Nadia.

"Astaghfirullah, Nad, memang tadi habis gempa, ya?"

"Mami, gempa apaan?"

"Lihat kamar kamu?  Bantal, guling, buku berserakan di lantai, sprei ama selimut lepas semua. Kamu habis ngapain?" tanya Mami penasaran.

Raut wajah Nadia berubah murung. Dia menghambur ke pelukan maminya.

"Diary Nadia ilang, Mi. Nadia udah cari di bawah kasur, di antara buku, di dalam tas, tapi diary Nadia nggak ada."

"Sudah cari di rumah tamu, ruang tv, dapur, atau di kamar mandi? Apa ketinggalan di mobil Papi."

"Sudah dicari, Mi. Ga mungkin juga diary Nadia ada di kamar mandi. Tapi belum cari di mobil Papi."

"Cari dulu di mobil Papi, kalau ga ada mungkin ketinggalan di sekolah."

"Kayaknya nih, Mi, diary Nadia ada di orang itu?"

"Siapa?"

"Orang paling nyebelin yang pernah Nadia temui di sekolah. Tadi pagi dia kan ngambil buku PR Nadia, sampe aku harus nyamperin ke kelas dia. Kenapa nggak dititip ke satpam aja bukunya. Orangnya aneh deh, Mi."

"Kok buku kamu bisa diambil sama dia?"

"Tadi pagi Nadia nabrak dia terus jatuh sama buku yang Nadia bawa, karena buru-buru, buku PR Fisikanya nggak kebawa. Jadi dia yang ambil."

"Mungkin aja dia pengen buku kamu nggak diambil orang kalau ditaruh di satpam. Ya sudah, besok cari di sekolah. Sekarang makan dulu. Beres makan kamu rapiin kamar, nanti Mami bantu. Papi udah nungguin di meja makan."

"Iya, Mi," ucap Nadia memeluk Maminya.

Nadia dan Mami berjalan bersama ke meja makan. Nadia memeluk lengan Mami karena merasa disayang oleh Maminya. Lalu duduk di meja makan di sebelah kursi Mami.

"Pi, diary Nadia hilang. Nadia udah cari ke mana-mana, tapi nggak ketemu."

"Kasihan anak Papi. Ya sudah, nanti kita beli saja yang baru di toko buku. Gimana kalau hari Sabtu? Sekalian Papi juga mau beli beberapa buku bacaan."

"Wah, Asik, makasih, Papi. Papi emang terbaik." Nadia berjalan ke tempat duduk papi dan mencium pipinya.

"Kebiasaan tuh, kalau ada maunya," ejek papi pada Nadia.

"Iya, kan Papi sama Mami sayang Nadia."

Nadia, mami dan papi tertawa bersama. Mereka melanjutkan makan malam bersama. Selesai makan malam, Nadia membantu mami membereskan meja dan mencuci piring, setelah itu memberisihkan kamar bersama Mami.

***

Pagi hari di sekolah Nadia berada di kelas dengan wajah cerah, secerah pagi.

"Hai, bestie ceria banget kayaknya hari ini, ada berita baik apa, nih?" tanya Mirna melihat wajah Nadia yang ceria.

"Iya dong, ntar weekend mau cari diary baru bareng Papi."

"Lho, diary lo yang biasanya mana?"

"Hilang. Apa diary itu diambil sama cowok jutek kemarin?"

"Lo nggak tanya sama dia? Tapi, lo yakin dia yang ambil?"

"Yakin. Tadi malem aku udah cari di rumah, di kamar tapi nggak ada. Padahal kan tiap hari aku bawa."

"Mau aku temenin ambil ke dia? Tapi ngapain dia nggak ngembaliin diary itu ya. Apa dia memang suka sama kamu Nad?"

"Nggak tau deh apa maunya. Ntar aja istirahat temenin gue, ya."

"Ok."

Pak Rahman, guru Bahasa Inggris masuk kelas, dan mereka belajar hingga jam istirahat setelah pelajaran Matematika.

Sebuah panggilan masuk ke ponsel Nadia. Panggilan dari Juno.

"Halo, Kak Juno. Kakak apa kabar?"

"Nad, temui aku di kantin. Sekarang, ya."

"Oh, oke, Kak. Aku ke sana sekarang."

Nadia mengakhiri panggilan telepon dan pamitan pada Mirna.

"Mir, aku ketemu Kak Juno dulu. Nanyain diarynya ntar siang atau besok lagi aja, ya."

Nadia berlari ke kantin agar segera sampai. Tiba di kantin dia mencari sosok Kak Juno. Setelah menemukannya dia menghampiri dan duduk di kursi di hadapan Kak Juno. Di kantin yang sama juga ada Aska yang memperhatikan Juno dan Nadia dari kejauhan.

"Nad, ikut gue yuk. Gue mau ngomong sesuatu, tapi nggak di sini."

"Ya udah, ayo, Kak. Mau ngomong apa sih? Kayaknya rahasia banget."

Juno memegang lengan Nadia, menuntunnya menuju belakang sekolah. Sampai di belakang sekolah, Juno memperhatikan keadaan sekitar untuk memeriksa apakan ada yang mengikuti atau tidak. Setelah merasa keadaan aman, dia mulai bicara dengan Nadia. Namun, tanpa sepengetahuan juno, Aska mengikuti mereka diam-diam. Dia mengambil jarak aman agar tidak ketahuan Juno.

"Gini, Nad. Kayaknya gue butuh konsentrasi selama mengikuti pelatihan dan seleksi buat paskibra ini. Gue butuh bantuan lo."

"Bantuan apa, Kak?"

"Tolong nggak hubungi gue dulu apapun alasannya. Gue sih pengen kita break dulu. Gue takutnya lo tersiksa karena gue nggak ada di deket lo. Jadi buat sementara ini lupakan gue dulu."

"Kak ..., Kakak serius?"

"Iya, gue serius. Ini semua buat kebaikan kita dan biar gue bisa konsentrasi."

"Tapi, Kak. Selama ini aku nggak pernah ganggu Kakak. Kakak bilang jangan kirim pesan, aku nurut, Kakak bilang jangan telepon aku juga nurut. Aku cuma nunggu kabar dari Kakak aja. Selama itu juga aku baik-baik aja. Kenapa harus sampe break. Kalau Kakak ada masalah, cerita aja, siapa tahu aku bisa bantu."

"Nggak, Nad. Justru lo terlalu baik, gue nggak mau lo tersiksa karena gue. Nggak ada di samping lo."

"Aku baik-baik aja, Kak, justru Kakak yang ada masalah apa?"

"Gue nggak ada masalah, cuma pengen lebih konsentrasi aja, nggak mikirin lo. Sekarang kita break dulu, ya. Kamu jaga diri baik-baik. Doain gue juga yang terbaik." juno berjalan meninggalkan Nadia sendiri di belakang sekolah.

Nadia menarik lengan Juno sebelum dia pergi jauh, tetapi Juno menepis lengan Nadia. Nadia menunduk.

Aska hanya bisa melihat dari jauh. Dari kejauhan juga dia bisa melihat perubahan rona wajah Nadia. Yang tadinya ceria berubah murung. Nadia terduduk lemas, menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Sesekali dia menghela napas. Nadia berusaha menahan tangis. Dia merasa seperti tidak bisa bernapas seperti biasa. Ada rasa yang aneh di dadanya seperti rasa sesak. Nadia belum bisa menerima keputusan sepihak dari Juno dan dia juga tidak diberikan kesempatan untuk mengatakan pendapatnya karena ditinggalkan oleh Juno.

Nadia beranjak dari tempat itu. Perlahan dia berjalan, sedangkan Aska mengikuti langkahnya dari kejauhan. Nadia berjalan menuju kelasnya dengan langkah perlahan. Sambil mengulang-ulang ingatan yang baru saja dia alami. Setiap kata yang diucapkan oleh Juno dia cerna perlahan. Mencari apakah dia pernah melakukan kesalahan. Meskipun Juno tidak mengatakan hal itu.

Nadia sampai di depan kelas X IPA 2, kemudian dia masuk dan mencari Mirna. Setelah menemukan Mirna dia memeluk sahabatnya dengan erat. Aska yang melihat ini, kembali ke kelasnya.

---------

Terima kasih buat yang sudah baca, vote dan komentar. Tunggu lanjutannya, yaaa.

Perplexed (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang