Bab 7 - Bahagia

1 1 0
                                    

Yuk lanjut lagi bab 7. Happy reading.

Aska mengutuk dirinya. Mengapa dia bisa bersikap seperti itu pada Nadia. Dia seakan lupa jika perempuan itu masih tidak menyukainya. Aska yang tiba-tiba mengajak Nadia untuk masuk klub mading, sudah pasti akan ditolak mentah-mentah oleh Nadia.

Malam ini Aska memikirkan apa yang harus dia lakukan besok. Dia harus meminta maaf pada Nadia. Ya, meminta maaf. Setelah meminta maaf, dia harus berteman dulu dengan perempuan itu, jika tidak bagaimana dia bisa mengajak Nadia untuk bergabung dengan klub mading. Tetapi berteman yang seperti apa? Itu belum terpikirkan oleh Aska. Dia belum tahu apakah mereka memiliki kesukaan yang sama. Aska suka baca buku, apakah Nadia juga suka?

Aska putuskan untuk meminta maaf terlebih dahulu pada Nadia saat jam istirahat. Dia membayangkan apakah esok Nadia masih tetap marah atau akan meluluh dengan permintaan maafnya. Apapun ekspresi perempuan itu, dia suka semuanya. Aska tersenyum sendiri. Aska tidak sabar untuk menantikan datangnya esok hari.

Aska melanjutkan tugasnya mengerjakan PR dari guru. Untuknya mengerjakan PR itu tidak terlalu sulit. Aska termasuk dalam jajaran siswa yang berprestasi di sekolah. Dia selalu mendapatkan ranking pertama di kelasnya. Sesekali mendapat juara umum dari seluruh siswa kelas X IPA. Karena Aska termasuk siswa yang rajin mengulang pelajaran di rumah.

Selesai mengerjakan PR, Aska lanjut menyelesaikan tugas mading minggu ini. Aska kebagian tugas untuk menulis artikel. Judul yang dia pilih untuk artkelnya adalah Gaya belajar yang cocok untuk siswa SMA.

Dia mulai berselancar dengan ponselnya untuk mengumpulkan bahan-bahan yang akan digunakan sebagai referensi untuk menulis artikel itu. Setelah semua bahan referensi cukup, dia mulai menulis di laptop di atas meja belajar.

Aska yang hanya tinggal dengan ibunya memiliki laptop bukanlah hal yang mudah. Aska mengumpulkan uang yang dia dapatkan dengan mengikuti event menulis artikel, atau tulisan apa saja. Beberapa kali dia menang dan mendapat hadiah uang. Uang-uang itu dia kumpulkan sampai jumlahnya mencukupi untuk membeli laptop. Sedangkan ponsel yang dia miliki saat ini adalah ponsel pintar biasa, yang dapat digunakan untuk mengakses internet, dan berkomunikasi melalui pesan whatsapp.

Saat sedang menulis Aska merasa haus. Dia pun keluar kamar lalu berjalan ke dapur untuk mengambil air minum. Jam dinding menunjukkan pukul 21.00. Aska melihat ibunya ada di dapur.

"Ibu, kok belum tidur?"

"Ini ibu masih nyiapin bahan buat besok. Bu Narti kan pesen nasi kuning juga sepuluh bungkus, diambil pagi. Jadi berasnya mau ibu lebihkan dari biasanya."

"Ada yang bisa Aska bantu nggak, Bu?"

"Nda, usah, Nak. Ini sudah selesai, kok. Kamu tidur saja, sudah jam 9 malam toh? Besok kan kamu masih sekolah."

"Aska masih harus nyelesaikan tugas mading. Ibu juga istirahat, ya. Nanti kalau tugas Aksa sudah selesai, langsung tidur."

Aska meninggalkan ibunya di dapur dan kembali ke kamar dengan membawa satu gelas air bening. Dia melanjutkan tugasnya mengetik artikel. Jam menunjukkan pukul 22.00 saat Aska selesai menulis artikel. Dia menggeliat sejenak. Aska mengembalikan gelas dari kamar ke dapur. Sebelum kembali ke kamar dia mencuci dulu gelas itu.

Aska merapikan meja belajar. Dia mematikan laptop, mengecek alarm pagi lalu bersiap untuk tidur.

***

Pagi ini Aska bersemangat untuk berangkat ke sekolah. Dia terbangun lebih awal. Aska mandi lebih pagi sebelum solat Subuh. Lalu berangkat ke masjid. Pulang dari masjid, dia memastikan semua yang harus dia bawa sudah masuk dalam tas. File artikel mading pun sudah dipindahkan ke flashdisk.

Aska membangunkan adiknya. Ibu sibuk memindahkan masakan ke meja depan rumah. Aska menghampiri ibunya.

"Aska bantu bawain, ya, Bu," ujar Aska pada ibunya dengan senyum ceria.

"Kamu lagi bahagia, ya, Nak? Senyummu lebar sekali. Ibu jadi penasaran. Ada apa toh? Habis menang lomba, ya?" Ibu memperhatikan wajah anaknya yang tersenyum.

"Eh, nggak ada apa-apa, kok, Bu," jawab Aska sambil berjalan ke depan.

"Tapi kok kamu kayaknya bahagia banget, sama kayak kalau habis menang lomba."

"Aska lagi nggak ikutan lomba, Bu. Emang keliatannya Aska dari tadi senyum-senyum, Bu?" tanya Aska penasaran.

"Lha, iya, toh. Kamu aja yang nggak sadar."

"Ah, ibu bisa aja. Aku mandikan adik sebelum berengkat, ya, Bu. Biar ibu bisa nyiapin pesanan Bu Narti."

"Tumben kamu mau mandiin adikmu. Nda usah, Nak, nanti kamu malah terlambat ke sekolah."

"Masih ada waktu, Bu." Aska berjalan mencari adiknya yang sedang bermain balok di ruang tengah.

"Ayo mandi sama Kakak, Dek." Aska mengajak adiknya ke kamar mandi. Setelah selesai, dia memakaikan pakaian pada adiknya di kamar. Aska masuk ke kamar setelah mengantar adiknya ke ruang tengah untuk bermain lagi. Dia membawa tas dan berpamitan pada ibunya berangkat ke sekolah.

Tiba di kelasnya, Aska duduk di bangku setelah meletakkan tas di meja. Dia sudah tidak sabar menunggu jam istirahat untuk bertemu dengan Nadia. Teman sebangkunya melihat Aska yang banyak senyum pagi ini juga penasaran dengan Aska.

"Lo habis menang lotre, ya?" teman satu bangkunya bertanya penasaran.

"Eh, lotre itu haram, Bro. Nggak mungkin kan orang kaya gue beli lotre, ada-ada aja, lo."

"Eits, nggak gitu maksud gue, Bro. Lo kok senyum-senyum terus, ada apa nih? Gue jadi penasaran."

"Nggak ibu gue, nggak lo, kok komentarnya sama aja. Katanya gue senyum-senyum terus, kaya orang lagi bahagia."

"Kan emang keliatan dengan jelas, masa lo ga sadar, sih. Tapi bisa aja lo ga sadar, karena lo nggak bisa liat wajah lo sendiri. Coba lo ke kamar mandi sana, terus ngaca."

"Ya kalau pun memang dari tadi gue senyum-senyum sendiri, atau gue bahagia, itu sudah jelas, gue bersyukur masih diberikan napas, bisa hidup sampe hari ini. Nggak kaya lo, bangun tidur sibuk ngurusin game, sapi-sapi lo udah dikasih makan semua belum tuh?"

"Sialan, pagi-pagi udah kena ceramah deh gue. Sapi gue udah makan semua. Pokoknya semua hewan ternak gue udah dikasih makan. Puas lo?"

"Lagian main game kok peternakan. Kaya nggak ada permainan lain aja. Main game yang ngasah otak dong, biar makin pinter gitu."

"Ah, males deh gue debat sama lo. Permainan ngasah otak segala, capek gue belajar terus, main game itu kan biar bisa santai, otak gue juga butuh istirahat. Emang lo nggak capek belajar terus?"

"Nggak, sih," jawab Aska sombong.

Ucapan salam dari guru yang akan mengajar mengakhiri obrolan dua sahabat itu. Lalu keduanya mempersiapkan diri untuk menerima pelajaran pagi itu.

Terusin ke bab selanjutnya, ya.

Perplexed (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang