Bab 11 - Perasaan Apa Ini?

1 1 0
                                    

Jam istirahat pertama, Nadia pergi ke ruangan klub mading tanpa Mirna. Masuk ke ruangan, Nadia memeriksa ke sekeliling ruangan. Dia tidak ingin ada satu orang pun ada di ruangan itu. Setelah memastikan bahwa ruangan itu sepi, Nadia langsung masuk ke ruangan ketua klub mading. Di sana dia melihat sebuah paper bag, di bagian luarnya ada tulisan untuk Nadia.

Nadia mengintip isi dari paper bag itu. Ada beberapa novel remaja di dalamnya. Dia hanya tersenyum melihat tumpukan novel dalam paper bag. Nadia segera paper bag dalam genggamannya. Nadia berjalan ke kelas. Wajahnya terus tersenyum. Seolah-oalah habis mendapatkan harta karun.

Nadia masuk kelas, di sebelah bangkunya, ada Mirna yang menatapnya dengan pandangan seolah ingin menerkam orang. Nadia berusaha menyembunyikan paper bag yang dia bawa, tetapi tidak bisa. Nadia duduk di sebelah Mirna. Dia masih memeluk paper bag, dan meletakkan ponsel di atas meja.

"Katanya dari toilet, kok bawa tas segede gitu, isinya apaan?"

"Iya, tadi habis dari toilet, gue ketemu sama Kak Fika terus dia ngasih ini. Katanya kalau aku mau baca ini, bawa aja," jawab Nadia dengan senyum terpaksa.

Sebuah pesan masuk ke ponsel Nadia, dari layar sebagian dari isi pesan dapet dibaca dengan jelas. Sebuah pesan dari Aska.

Nadia, sudah ambil novel di ruangan mading?

Melihat pesan tersebut, Mirna mengambil ponsel Nadia. Nadia ingin merebut ponsel itu, tetapi terlambat, Mirna lebih cepat dari dirinya. Dia membuka pesan dari Aska.

"Jadi novel itu punya Kak Fika atau Kak Aska?"

"Dari Kak Fika, eh Kak Aska. Gue nggak bakat bohong kalau di depan lo."

"Maksudnya Kak Aska ngasih novel itu apa?"

"Buat aku baca."

"Yaelah, Nad. Semua juga tahu kalau novel itu buat dibaca. Maksud dibalik novel ini apa? Masa lo nggak nyadar."

"Emang ada maksud lain dari minjemin novel?"

"Please, Nad. Lo ini beneran bego apa pura-pura sih. Ya apalagi kalau bukan karena dia suka sama lo."

"Hah? Suka sama gue? Nggak mungkin lah. Gue kan bukan siapa-siapa. Kak Aska tu pinter, nggak mungkin dia suka sama gue yang nilainya aja pas-pasan."

"Kalo cowok naksir ama cewek yang dilihat bukan nilai raportnya, sayang. Tapi dari wajahnya, dari sikapnya. Emang ada cowok yang ngajak kenalan, terus minta lo ngasih liat nilai raport, kan enggak begitu."

"Terus Kak Aska liat gue dari apa dong? Gue nggak cantik, pinter juga nggak, kalau dari sikap, gue nggak suka manis-manis di depan cowok demi mendapat perhatian mereka. Gue kan galak, ya, Mir?"

"Lama-lama capek gue ngomong ama lo. Terserah deh, baca aja semua judul novel yang dia pinjemin. Kali aja lo ngeh sama pesan tersembunyi dari Kak Aska."

Nadia membuka paper bag, dan mengeluarkan isinya satu pesatu.

"Izinkan aku mengenalmu, aku mau jadi pacarmu, aku ingin dekat denganmu," Nadia membaca judul novel yang dia keluarkan dari paper bag.

"Nah, ngerti kan sekarang?"

Nadia menatap novel-novel yang dipinjemkan oleh Aska padanya. Dia memikirkan perkataan Mirna. Nadia mengambil ponsel, lalu berjalan keluar kelas. Nadia menuju toilet. Di dalam toilet, Nadia mengirimkan pesan pada Aska.

Kakak minjemin novel nggak ada maksud terselubung kan?

Tak lama kemudian masuk balasan pesan dari Aska.

Nggak ada kok, cuma mau minjemin kamu buku aja. Dibaca, ya. Kalau sudah selesai semua, jangan lupa dikembalikan ke ruang ketua mading.

Nadia masuk kembali ke kelas, dia memberikan ponselnya pada Mirna, memperlihatkan balasan pesan dari Aska.

"Terus lo percaya gitu aja sama dia, Nad?"

"Iya," jawab Nadia tegas.

"Ya sudah, terserah lo aja. Tapi kalau misalnya kak Aska beneran suka sama lo nggak jadi masalah kan?"

"Hmm ... kalau Kak Aska beneran suka sama gue, ya nggak apa-apa. Mau suka sama kamu juga nggak apa-apa. Kan suka mah bebas, nggak bisa dilarang."

"Kalau suatu hari dia nembak lo, lo bakalan ngapain?"

"Kalau itu belum kepikiran, sih. Kita liat nanti aja deh."

Perbincangan kedua sahabat itu tidak akan berhenti membahas Aska jika saja guru tidak masuk kelas. Sehingga obrolan mereka terhenti untuk sementara waktu.

***

Pulang sekolah Nadia dan Mirna menuju ruangan klub mading. Tetapi karena Mirna haus, dia balik ke kantin, sedangkan Nadia jalan terus ke ruangan mading. Sebelum masuk Nadia mengetuk pintu.

Nadia masuk ke dalam ruangan, pandangannya tertuju pada seseornag yang duduk di meja rapat. Entah mengapa saat itu perasaan Nadia berubah menjadi tidak biasa. Ketika pandangan keduanya bertemu, degup jantung Nadia berdebar lebih cepat dari biasanya.

"Eh, Nadia, sini masuk. Tunggu yang lain datang dulu, ya. Oh ya, Mirna kemana?"

"Iya, Kak. Mirna beli air minum dulu, nanti dia ke sini."

Suara Aska terdengar merdu di telinga Nadia. Membuat Nadia salah tingkah. Nadia berjalan menuju meja rapat. Setelah meletakkan tas dan mengeluarkan beberapa lembar artikel yang dia tulis, dia berikan pada Aska.

"Ini buat mading selanjutnya, kan? Aku baca dulu, ya." Aska fokus membaca tulisan Nadia. "Nad, kalo setelah lulus SMA, mau kuliah jurusan apa?" Aska bertanya pada Nadia tanpa menatapnya.

"Belum tau sih, Kak. Belum kebayang gitu."

"Cita-cita kamu jadi apa?" Aska mengangkat kepalanya menatap Nadia.

Debaran jantung Nadia semakin tidak terkontrol. Dia hanya bisa berharap Aska tidak bisa mendengarnya.

"Dulu sih pengen jadi penulis gitu, Kak. Tapi nggak tau deh."

"Sekarang udah nggak pengen jadi penulis, gitu?"

"Bukan gitu, sih, Kak. Kalau sekarang belum kebayang lagi gitu."

"Oh. Artikel yang kamu tulis sudah bagus, tapi ada yang harus diperbaiki. Sudah saya tandai, jadi kamu tinggal ubah sedikit aja."

"Terima kasih, Kak."

Nadia mengambil lebaran artikel dari Aska. Dia membaca tulisannya untuk mencari apa saja yang harus dia perbaiki dari tulisannya. Tiba-tiba Aska datang dari arah belakang dan berdiri di sampingnya. Nadia hanya bisa diam. Dia merasakan jantungnya seperti mau copot.

"Coba kamu baca buku ini, barangkali buku ini bisa bantu kamu untuk memantapkan cita-cita kamu jadi penulis." Aska meletakkan sebuah buku di samping Nadia.

Ya, Tuhan, mengapa kali ini rasanya berbeda saat berada di dekat Kak Aska. Apa aku mulai suka padanya? Batin Nadia.

Nadia mengatur napas. Berada satu ruangan bersama Aska bukanlah suatu hal yang baik untuk kesehatan jantung Nadia saat ini. Dia harus menghindar sementara untuk menenangkan diri.

"Kak, aku mau cari Mirna dulu, ya. Oh ya makasih buat bukunya, nanti aku baca."

"Nadia bergegas menuju pintu keluar. Aska yang melihat tingkah Nadia tertawa lebar.




Perplexed (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang