"Orang tua Pavvella."
🍁🍁🍁Agam Adhino, jika dulu orang-orang mengenalnya sebagai ketua Pasandra, maka kini pemuda itu di kenal karena posisinya sebagai direktur di salah perusahaan ternama yang bergerak di bidang periklanan.
Jika dulu Agam di kenal sebagai salah satu orang yang sangat anti terhadap Rifa, maka sekarang Agam yang paling sulit melupakan gadis itu.
Di balik semua pencapaiannya selama ini, mereka hanya melihat Agam yang sempurna. Mereka tidak tau, 7 tahun ini Agam hidup dalam penyesalan.
Rasa cinta yang dulu seolah enggan hadir untuk Rifa, secara tidak terduga justru muncul seiring dengan Rifa yang mulai menyerah akan perasaannya. Dan sekarang semakin hari rasa cinta itu semakin besar, semakin meluap tidak terbendung bersamaan dengan penyesalannya.
"Gue kalah, Fa. Gue kalah," lirih Agam.
Bibirnya bergerak menyesap nikotin yang memang sudah menjadi candunya.
"Kembali, gue mohon. Gue gak akan memaksakan perasaan lo, gue gak akan bertindak lebih yang akan membuat lo risih. Gue gak akan nyakitin lo lagi, dan bahkan jika lo meminta gue gak akan muncul di hadapan lo lagi. Asalkan lo di sini, hanya dengan melihat lo dari jauh itu udah lebih cukup."
"Sebenernya lo di mana Fa, seberapa jauh lo pergi buat pergi dari gue?"
"Kalo gue bilang gue tau di mana Rifa, lo mau apa, Gam?"
Agam membalikan kursinya melihat siapa yang berbicara.
"Di mana?"
"Lo percaya gue tau keberadaan dia?"
"Gue gak sebodoh itu, Key. Rifa gak mungkin benar-benar pergi gitu aja, tanpa meninggalkan apa pun. Dia gak mungkin nelantarin keluarganya, dan gue tau lo memang tau keberadaan dia."
"Kalo lo tau, kenapa selama ini lo cuma diam gak pernah nanya apa pun seperti orang bego. Lo justru sama gilanya dengan Pavvella dengan nyari dia kesana-kemari."
"Karena gue pengen nemuin dia dengan usaha gue sendiri. Dan kalo pun gue harus tau dari lo, itu harus lo yang memang ingin ngasih tau gue."
"Tapi kalo dari awal lo nanya, semuanya gak akan kaya gini."
"Apa lo akan ngasih tau gue? Kalo dari awal gue nanya?"
Key terdiam.
"Udah lah Key, Tuhan emang nakdirin kita kaya gini. Jika pun memang memungkinkan, kita tetap gak bisa ngubah takdir. Jalan yang udah di tetapkan, gak akan pernah bisa berubah."
Key merogoh saku jaketnya, ia menyodorkan secarik kertas yang sudah usang pada Agam. "Sebelum pergi, RIfa ngasih surat itu ke gue."
Agam menerimanya, tangannya bergerak membuka surat iu dengan perlahan penuh kehati-hatian. ia mulai membacanya.
"Bukan gue Key, tapi lo, kalo dari awal lo ngasih tau surat ini. Senuanya gak akan kaya gini. Takdir itu mungkin memang benar-benar bisa di rubah."
"Sorry, gue gak nyangka kalo akhinya akan kaya gini. Tadinya gue gak tega ngasih surat ini ke kalian, tapi kalo dari awal gue tau akan kaya gini, udah dari dulu gue kasih surat ini."
"Terus sekarang lo mau apa? Ngasih surat itu ke mereka setelah kejadin Pavvella ngamuk kemarin, lalu sekarang lo bilang kalo Rifa sebenernya ngasih mereka surat lewat lo, dan lo tau di mana dia sebenernya? Lo bakal abis!"
Key mengacak rambutnya frustasi. "Terus sekarang gimana?! Gue gak mau mereka membenci Rifa! Mereka gak tau apa-apa, mereka ngira Rifa nelantarin keluarganya. Padal tanpa mereka tau, setiap bulan Rifa selalu ngasih uang buat keluarganya. Rumah mewah yang sekarang kami tempati, perabotan, baju-baju, makanan. Mereka ngira itu dari uang gue, hasil gaji gue jadi dokter, padahal itu semua dari Rifa. Rifa bahkan ngelarang gue ngeluarin uang buat keluargannya kecuaki buat istri dan anak gue." Key memandang Agam dengan sendu.
"Setiap hari, Rifa bahkan selalu nanyain kabar kalian, bagaiman Ana sekarang, bagaimana Pavvella sekarang, Jo apa kabar? Wafa udah punya pacar belum, Calva udah jadian? Agam baik-baik aja kan? Selalu itu yang dia tanyain!" lanjutnya.
Agam terdiam, sejujurnya ia tidak tau harus berkata apa untuk menyikapi ucapan Key. Hatinya sedikit teriris saat mengetahui jika Rifa ternyata masih mengingatnya dan bertanya keadaannya.
"Rifa ada di Belanda," ujar Key tiba-tiba yang membuat Agam langsung menatapnya.
"Gue udah nyari dia ke sana, tapi gak ada sedikit pun tanda-tanda Rifa ada di sana. Bahkan setiap perjalanan bisnis gue kembali mencari Rifa, dan hasilnya tetap nihil."
"Itu karena orang yang melindungi Rifa bukan orang sembarangan, selain keluarga Galen ada satu keluarga lagi yang ikut andil dalam membantu menyembunyikan Rifa."
"Siapa?"
"Orang tua Pavvella."
"Lo becanda?"
Key menggeleng. "Rifa sendiri yang bilang. Satu tahun kepergiannya Ayah Pavvella berhasil nemuin dia, tapi bukan untuk membawanya kembali atau untuk memberi tau Pavvella, tapi untuk bernegosiasi."
"Negosiasi?"
"Jangan ganggu dan hubungi Pavvela sampai mereka benar-benar berhasil dengan kehidupannya. Perjanjian itu akan berlangsung selama 9 tahun, dan untuk imbalannya mereka akan melindungi keluarga Rifa dan kalian. Itu sebabnya ayah Pavvella ikut menyembunyikan Rifa hingga kalian sulit menemukannya."
"Sialan!" umpat Agam tak habis pikir. "Hanya itu yang Rifa dapatkan?"
Key mengangguk. "Rifa gak bisa apaa-apa karena Ayah Pavvella mengancam akan melarang hubungan Pavvella dan Calva, dan ancaman yang Rifa gak bilang ke gue."
"Gue gak bisa diem aja sekarang, si tua itu harus tau kalo dia bukan satu-satunya orang yang berkuasa di sini." geram Agan.
"Jangan gegabah, ini juga menyangku Pavvella, salah satu orang yang Rifa lindungi."
"Gue tau. Biarin semuanya kaya gini, buat seolah-olah semuanya akan terbongkar dengan sendirinya."
Key mengangguk, ia merasakan getaran di ponselnya. Pemuda itu membuka pesan yang ternyata dari Rifa.
"Gue rasa, ini bukan awal yang baik," gumam pemuda itu sembari menatap layar ponselnya.
"Ada apa?" tanya Agam.
Key menyerahkan ponselnya yang berisi pesan dari Rifa pada Agam.
"Gue di Indonesia."
***TBC
WOAHHHH
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Yang Belum Usai
Teen FictionSeason 2 Look At Me ••• 7 tahun hidup jauh dari keluarga dan teman-temannya, apakah telah membuat luka di hati Rifa, sembuh sepenuhnya? Setelah janjinya pada mereka tidak pernah ia tepati. Janji untuk segera kembali, janji untuk saling mengunjungi...