Next Region

151 26 7
                                    

Langit gelap tanpa bintang membuat pencahayaan begitu minim di sekitar. Pohon-pohon yang tertiup angin menimbulkan suara gesekan antara dahan-dahan kering yang cukup berisik. Suasana mencekam di sekitar cukup untuk membuat bulu kuduk siapapun merinding.

Tetapi di tengah suasana mencekam itu, nampak seekor rusa bercahaya tengah berjalan meniti gelapnya hutan. Di atasnya nampak seorang pria manis berambut pirang dengan jubah coklat yang menenggelamkan tubuhnya.

Rambut pirang itu nampak berayun-ayun pelan seiring si empu yang terus saja menoleh ke kiri dan kanan. Lantas, apa yang pria manis ini sedang cari?

"Hei rusa, apa kita ada di jalan yang benar menuju Sarner? Mengapa rasanya semakin jauh kau berjalan, semakin mencekam suasananya?" Ucap pria itu seakan-akan tengah berbicara dengan rusa yang dikendarainya.

"Choi Chanhee kau bodoh. Dia berbeda dengan Seraphim yang bisa kau ajak bicara." Rutuknya. Ia menghela napas kasar. Tubuhnya ia turunkan sedikit, menimpa beban tubuhnya di atas bulu putih bersih. Ia merasa lelah sekali.

Chanhee memutuskan untuk pergi ke Sarner karena tempat itu terlihat aman untuknya. Dan sepertinya sosok bernama Miyeon ini adalah orang yang baik. Mengingat apa yang baru saja dilaluinya di Muota membuatnya takut untuk mengambil resiko.

Seketika kenangan akan kehidupannya sebelum tiba di Luzern datang. Sesosok wanita tua tiba-tiba terbersit di benak Chanhee. Wanita yang sudah merawat dan membesarkan Chanhee semenjak ditinggal kedua orang tuanya. Satu-satunya keluarga Chanhee yang sangat ia sayangi.

"Nenek, bagaimana kabarmu? Aku rindu padamu." Gumamnya lirih. "Nenek, di sini sangat menakutkan. Aku rindu pelukanmu setiap malam, aku rindu dengan rasa aman dari pelukanmu."

Chanhee selama ini dirawat oleh sang nenek. Ia anak yatim piatu. Neneknya adalah semangat hidup terakhirnya. Entahlah apa yang akan terjadi padanya jika sang nenek tidak ada.

"Aku penasaran dengan kabar Changmin. Dia pasti panik kalo tahu aku hilang." Kini dia teringat akan sahabatnya yang serupa tupai itu. Chanhee ingat bahwa Changmin sedang menginap di apartemennya di saat insiden malam itu terjadi.

"Semoga saja dia tidak heboh dan menyebarkan selebaran untuk mencariku." Chanhee memijat pelan kepalanya. Ingat betul dengan perangai temannya yang menghebohkan teman kerja satu divisinya dulu karena Chanhee tak pulang tepat waktu.

"Aku sangat ingin bertemu dengannya lagi."

Grasak!

Lamunan Chanhee seketika buyar. Ia menoleh ke arah semak belukar di sampingnya. Matanya menyipit, mencoba melihat apa yang menyebabkan suara baru saja.

"Kau tunggu di sini." Titah Chanhee seraya turun dari si rusa putih. Berbekal cahaya dari sang rusa, Chanhee berjalan mendekati semak-semak yang ia yakini sebagai asal suara.

Dahinya berkerut pelan. Semak-semak ini cukup aneh. Di saat semak-semak lain nampak mati, tapi yang satu ini justru berwarna hijau dan terlihat sehat. Perlahan kedua tangannya terulur untuk menyibak semak-semak itu.

Srak!

Sebuah cahaya kecil segera melesat cepat melewatinya. Terdapat butiran halus serbuk terbang ke wajahnya. Chanhee melompat mundur karena terkejut, namun ia terpeleset dan jatuh terduduk di tanah.

"Aduh!" Chanhee mengaduh kesakitan. Diusap-usapnya pelan punggungnya.

"Apa itu? Tembakan laser?" Ucapnya bingung. Ia kembali mengecek ke arah semak-semak yang ia bongkar tadi. Tak ada apa-apa di sana. Ia menghela napas lega.

"Semoga saja yang tadi tidak berbahaya." Gumamnya.

Perhatiannya kini teralihkan ke arah semak belukar mati di sebelah semak segar barusan. Sebuah ide terbersit di otaknya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Last PandoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang