-BAB 2-
|TURN BACK TIME|
Stephen menguap lebar. Pagi hari yang cerah, tetapi udaranya sangat dingin. Matanya terbuka sayu dan berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk. Sekejap Stephen diam di posisi, mengumpulkan nyawa yang masih terbang di awang-awang, kejap kemudian ia bangkit untuk keluar kamar. Mungkin hendak mengecek sesuatu.
Omong-omong, Tuan Amberson ada di mana? Di pagi hari seperti ini rumah beliau sudah kosong. Stephen mengitari rumah kecil Tuan Amberson sembari menggaruk kepala. Lihatlah rambut itu, bak sangkar burung di atas pohon. Image nya sebagai seorang model sudah ia tanggalkan semenjak Stephen menginjakkan kakinya di Swiss. Wajah tampan itu bahkan tidak terurus. Berminyak. Stephen manusia normal, ya. Wajahnya juga seperti kebanyakan orang.
"Tuan? Tuan kau ada di rumah atau tidak?" Stephen memanggil Tuan Amberson. Namun memang tidak ada tanda-tanda kehadiran Tuan Amberson di rumah tersebut. Ekspresi si model internasional itu kebingungan. Pagi-pagi sudah ditinggal sendirian di tempat yang tidak ia ketahui.
Sekarang ke mana Stephen harus mencari pria tua itu?
Oh, mungkin saja di luar rumah. Menyerah karena tak kunjung menemukan Tuan Amberson, Stephen memilih untuk mengikuti nalurinya sendiri. Ia melangkah keluar rumah, menginjakkan kakinya di teras yang berbahan kayu jati. Sejenak Stephen kagum melihat lingkungan sekitarnya. Banyak warga desa berpakaian gaun kuno seperti di sebuah desa kerajaan, memenuhi jalanan setapak di depan halaman rumah Tuan Amberson.
Beberapa perempuan ada yang membawa keranjang penuh sayuran. Beberapa laki-laki ada yang menggiring sapi. Beberapa lagi merupakan anak kecil yang berlari dan melompat kecil sambil tertawa girang bersama teman-temannya. Di kota jarang ada pemandangan seperti ini. Tidak ada malahan. Maha indah desa D'Forse ini. Tidak sia-sia Nyonya Amalia menyuruh sang putra untuk datang ke mari.
Stephen tidak tahu harus melangkah ke mana, alhasil ia berjalan saja mengikuti jalan setapak yang dilalui oleh banyak orang. Sepanjang perjalanan, banyak Stephen temui serangga terbang yang sudah langka di kota. Kupu-kupu, capung, sampai kumbang berwarna merah dengan totol hitam di sayapnya (lady bug) pun ada di desa ini.
"Permisi, apa aku boleh bertanya?" Stephen mencegat seorang pengembala sapi yang sedang menggiring sapinya entah ke mana.
"Tentu."
"Apa kau tahu ke mana perginya pemilik rumah itu? Aku orang baru, jadi tidak paham daerah ini. Dia juga tidak mengatakan apa-apa saat pergi dari rumah," jelas Stephen sebelum pergi jauh dari rumah Tuan Amberson. Tangannya menunjuk ke rumah yang ada di dekat kincir angin. Itu rumah Tuan Amberson.
Stephen sudah berganti pakaian seperti pakaian orang desa pada umumnya. Tuan Amberson yang meminjamkan pakaiannya. Dia bilang agar warga desa mau menerima kedatangan Stephen yang merupakan orang kota. Orang kota agak sulit diterima di desa ini.
"Maksudmu Tuan Amberson?" tanya si laki-laki pengembala sapi.
"Maaf, aku lupa namanya," sesal Stephen.
"Pemilik rumah itu adalah Tuan Amberson. Biasanya pagi-pagi seperti ini dia hanya pergi ke dua tempat. Ke ladang apel atau ke padang rumput di dekat air terjun. Tapi aku rasa pagi ini Tuan Amberson ada di padang rumput untuk melatih Varischa berkuda dan memanah. Kau bisa menemuinya di sana."
Stephen sempat bengong. Namun, sebisa mungkin ia ubah kembali ekspresinya. Dia hanya sedikit kaget mendengar fakta bahwa Varischa berlatih kuda dan memanah. "Oh begitu, kah? Apakah kau tahu di mana padang rumput itu? Aku sungguh tidak mengenal tempat ini."
"Tunggu sebentar, kau ini siapa? Kau bilang kau adalah orang baru? Lalu, apa hubunganmu dengan Tuan Amberson? Kau tahu? Kami tidak menerima orang kota dan orang modern di desa ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
(Seri 2) D'FORSE | FINDING THE MISSING
FantasySetelah berhasil keluar dari dimensi kerajaan D'Forse, Varischa berniat masuk kembali ke dalam dimensi kerajaan untuk menyelesaikan sebuah misi. Kali ini ia tidak sendirian, Tuan Amberson dan Stephen-seorang anak yang merupakan keturunan campuran da...