BAB 4 - LEMBAH DIRMAGA

1.6K 255 23
                                    

Belum di edit, mohon dimaklumi kalau banyak typo...

-BAB 4-

|LEMBAH DIRMAGA|

Sudah cukup jauh mereka berjalan kaki menyusuri gua putih tersebut. Udara dingin makin lama makin meruntuhkan tembok semangat mereka dalam mencari jalan keluar. Anehnya, gua putih ini seolah tidak ada penghujung sama sekali. Saljunya juga sangat tebal sehingga udara sangat dingin. Beberapa kali Varischa berhenti sejenak karena tubuhnya sudah menggigil hebat, ditambah lelah dan lapar malah memperburuk keadaan.

Tuan Amberson dengan sigap merangkul Varischa agar wanita tersebut memiliki sedikit kekuatan, setidaknya sampai mereka keluar dari gua putih ini. Sementara Stephen tampaknya sudah bosan karena harus terus mengikuti si serigala kutub yang seolah memimpin perjalanan mereka. Buku sang Ibu juga masih dikuasai oleh hewan itu. Mereka tidak bisa mundur lagi, hanya bisa maju tanpa tahu ada jalan keluar.

"Hei, serigala! Bisakah kau tunjukkan jalan keluar? Aku sangat lelah dan kelaparan! Udaranya juga sangat dingin, aku tidak kuat lagi," keluh Stephen. Sepanjang perjalanan ia banyak menggerutu pada si serigala kutub yang berjalan santai di depan mereka. Sementara si serigala tampak mengerti segala gerutuan Stephen, hewan itu hanya menggeram kesal dan tetap berjalan terus ke depan.

"Gara-gara kau aku harus terjebak di gua ini. Kenapa kau harus mencuri buku itu?" Sekali lagi gerutuan Stephen terdengar.

"Jika kau tidak mengejarnya dan aku harus mengejarmu agar kau tidak tersesat, kita semua tidak akan berada di sini," sahut Tuan Amberson.

Sontak Stephen berhenti, memutar tubuhnya ke belakang, dan menatap si tua bangka dengan tatapan kesal. "Buku itu sangat penting untukku! Ibuku yang menulis secara langsung di dalam buku itu!"

"Kau bisa meminta tolong terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan yang salah," kata Tuan Amberson, tetap berjalan sembari merangkul Varischa. Ia bahkan melewati Stephen begitu saja.

Tentu saja Stephen tidak terima. Tidak ada kata-kata lagi yang bisa ia keluarkan sampai berdetik-detik ke depan. Hingga akhirnya Stephen kembali mengangkat suara. "Minta tolong bagaimana? Sementara kalian berdua bisa tidur nyenyak dan aku seperti kunang-kunang di malam hari."

Varischa berhenti berjalan, lalu membalikkan tubuhnya untuk berbicara dengan si anak kota tersebut. "Stephen, kau sejak tadi hanya bisa marah-marah dan menggerutu, cobalah tenang untuk beberapa saat. Kita tidak akan bisa kembali pulang jika tidak menemukan jalan keluar. Apapun yang sudah terjadi, biarlah terjadi. Semua ini memang terjadi karena dirimu, jadi jangan banyak mengeluh."

Seketika Stephen diam. Kesal karena semua orang menyalahkannya. Ia tidak pernah merasakan hal seperti ini selama di kota. Apa yang ia lakukan, selalu benar di mata orang-orang. Tapi berbeda dengan kedua orang ini, ia seperti anak kecil yang harus selalu menurut perkataan orang tua. Tidak boleh melakukan ini, tidak boleh melakukan itu. Benar-benar membuat kesal sampai ke ubun-ubun.

Dan yang ia lakukan selanjutnya adalah, pergi duluan dan meninggalkan Tuan Amberson serta Varischa. Jalannya ia percepat, terus mengikuti arah kepergian serigala kutub tadi. Entahlah, Stephen merasa jika serigala itu ingin menunjukkan jalan pada mereka. Sementara Varischa dan si tua bangka itu hanya mampu menghela napas berat, lantaran rencana mereka mencari gerbang Lentera gagal dan sekarang harus melakukan perjalanan yang tidak mereka ketahui apa tujuannya.

Berpuluh-puluh menit mereka lalui, keadaan Varischa semakin memburuk. Gaunnya tidak terlalu tebal, alhasil udara dingin sedari tadi menghantam tubuh wanita tersebut. Rangkulan Tuan Amberson tidak memberikan efek sama sekali. Tubuhnya tetap menggigil, bibir ranum tersebut memucat, dan kaki langsingnya tidak mampu berjalan lagi.

(Seri 2) D'FORSE | FINDING THE MISSING Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang