[1] Your Smile.

314 15 13
                                    

Nama akun: Aevokilt_
Series Tokusatsu: Kamen Rider Revice (仮面ライダーリバイス)
Judul cerita: Your smile.
[NOTE: latarnya sebelum Hiromi out FENIX. Point of View Hiromi.]

.

.

.

Your Smile.

Dia tertawa;
Dia menutupi tangisnya lagi.
Namun, dia pergi tanpa luka yang tak dibalut sama sekali.

***

"Hiromi-san, maaf ya. Aku jadinya merepotkanmu."

Aku menggeleng pelan selagi menatapnya yang masih enggan membalas tatapanku. Apa yang ia
pikirkan, ya? Selagi membalut lengannya, ia rasa dia benar-benar kecewa gagal menghindar dari serangan Deadmans. Atau berpikir aku pasti 'kan marah, memakinya tak berguna atau bahkan menyuruh kembali ke markas karena ketidakbergunaan dirinya.

"Bukan apa-apa," jawabku merekatkan perban yang ada di sela-sela jarinya, menyangkal seluruh
pemikirannya. "Kalau masih terasa sakit, aku akan bilang ke Akemi-san untuk memintanya merawatmu."

"Aku masih bisa bertarung, kok," lirihnya sambil menarik tangan kembali ke sisi badan miliknya
kembali. Tapi, ringisnya tak bisa disembunyikan detik itu juga. Bahkan seragam FENIX yang ia pakai
juga sudah ternoda darah yang cukup banyak.

"Kau yakin? Lukamu parah, lho."

Aku menghela nafas karena tak ada satu ‘pun jawaban dari mulutnya, lalu aku mengambil senapan yang ada tergeletak di sisi tubuhnya. "Aku akan suruh penembak lain untuk menggantikanmu, ya?"

Aku merogoh saku milikku dan mengambil gunphone. "Masuk, disini agen Kadota. Tolong kirim regu
8, ketua tim dan penembak. Aku akan mundur, ada yang terluka!"

Dia terdiam sejenak atas ucapanku. Ia mulai membuka mulutnya. "Hiromi-san ... kau–"

"Tak apa, ayo," ujarku sembari duduk, lalu mengalungkan tangan kirinya ke pundak tegapku dan
bangun bersama. Aku menuntunnya hingga terdapat sebuah motor trail milik FENIX yang terparkir. Tepat dengan hal itu, armada tim 8 datang, aku menganggukkan kepala tanda hormat.

Aku memakai helm, termasuk memasukkan kepalanya ke helm lain dan membenarkannya. Ia 'pun
menatapku lagi dengan tatapan takut.

"Hiro–"

Aku buru-buru memotong kata-katanya. "Ayo cepat naik."

Dia buru-buru mengangguk. Lalu menahan tangan kanannya yang tadi terluka, dan naik ke motor.
Aku menyalakan mesin motor, dan mulai berjalan menjauhi tempat dimana terjadinya kerusuhan
Deadmans.

Aku menatap spion, menatap pantulan wajahnya yang masih menunduk akibat kecewa. Lalu meringis sedikit, dan melirik lengan kanannya. Aku menatap ke arah jalan kosong kembali, setelah perintah
untuk cepat mencari tempat perlindungan terutama untuk orang-orang yang berada di radius kurang
lebih 1 kilometer dari tempat kejadian perkara, jalan menjadi begitu sepi karena tak ada orang satu ‘pun.

"Hiromi-san."

Ia melirihkan namaku dan memejamkan kedua mata dan mulai bertanya. "Aku payah, ya? Aku
merepotkan, ya?"

Aku dapat mendengar suara paraunya yang bergetar. Tentu aku menggeleng pelan seraya tersenyum
tipis. Dia merupakan penembak terbaik di regu kami, dan mana mungkin dirinya payah. Dia itu hebat, betul-betul hebat.

TOKUSATSU : THE Colors of LOVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang