[9] Perahu Kertas Dan Cakrawala Senja

210 10 3
                                    

Nama akun Wattpad: @karizakimom
Series tokusatsu: Kamen Rider Revice
Judul cerita: Perahu Kertas dan Cakrawala Senja

.

.

.

Manakah yang lebih mungkin untuk bersatu: pantai dengan laut, atau laut dengan langit?

“Mungkin bisa keduanya,” jawab Ikki. Hati dan pikirannya terkuras hanya dengan mencari jawaban dari pertanyaan tersebut. Seakan dirinya sudah menghabiskan waktu ribuan tahun untuk duduk merenung di dermaga kecil itu.

Pantai jelas memiliki begitu banyak perbedaan dengan laut. Butiran pasir tidak akan mungkin larut begitu saja hanya karena terkena air garam. Tapi jika diperhatikan lebih dekat, bukankah hamparan pasir yang disapu deburan ombak itu seperti tak terpisahkan? Bukankah dua hal yang sulit melebur itu terkadang memiliki keelokannya sendiri?

Lalu bagaimana dengan laut dan langit?

Semua manusia di bumi ini tahu, jarak laut dengan langit begitu jauh. Laut tidak akan mungkin menggapai langit, begitu pun sebaliknya. Hanya saja, bukankah keajaiban sering kali terjadi di depan mata dengan tak terduga? Cakrawala kerap menjadi mak comblang yang sangat ulung. Ia
dapat membuat laut dan langit menyatu dengan sentuhan warna biru ataupun jingga. Seakan
keduanya melarut, meskipun tak berada di tempat yang sama.

“Jadi, semua tergantung pada sudut pandang orang yang melihatnya, ya?” Ayaka menanggapi. Tampak kedua tangannya memegang kotak berukuran kecil berisikan sebuah perahu yang terbuat dari kertas. “Apakah begini saja tidak apa-apa?” tanya Ayaka. Dia menunjukkan isi kotak itu kepada Ikki.

Si lelaki mengambil perahu kertas dari dalam kotak. “Seharusnya begitu,” jawabnya, lalu meletakkan perahu itu di atas permukaan air laut yang berkilauan terkena cahaya matahari sore. “Kita tidak bisa memiliki kapal pesiar kita sendiri, Ayaka. Bagiku, begini saja tidak apa-apa,” ujarnya lagi.

Sepasang netra cokelat Ayaka mengikuti laju si perahu di atas air. Ada sebuah kekhawatiran yang tak terbantahkan terselip di dalam hatinya. Membuat kepala Ayaka bergerak perlahan, bersandar di pundak kanan Ikki. “Sebuah perahu yang rapuh, mengarungi lautan tanpa layar. Tidak ada nakhoda, tidak ada penumpang. Bagaimana ia tahu ke mana dirinya akan pergi? Tidakkah ia juga akan merasa kesepian?”

Bagaimana jika ada badai? Akankah ia tenggelam begitu saja tanpa perlawanan? Ayaka tidak menanyakannya kepada Ikki, namun hatinya jelas cemas mengingat semua hal yang telah terjadi.

Pria di sebelahnya menghela napas pilu. Separuh hatinya remuk, selebihnya lagi memilih untuk menolak rasa sakit yang menderanya dengan bertubi-tubi sejak dulu. Bukankah mereka sudah berhasil bertahan sampai sejauh ini?

“Ikki, kenapa kau harus pergi ke pesta dansa sekolah dengannya? Kau ini kapten tim sepakbola. Akan lebih baik kalau kau mengajak si ketua pemandu sorak. Kalian terlihat sangat cocok. Lagipula, Nami memang lebih cantik darinya, ‘kan?”

“Apa kau benar-benar menjalin hubungan dengannya, Ayaka? Kudengar banyak gadis yang menyukai Ikki. Melihat kondisimu, apa kau tidak takut kalah saing?“

“Tolong kau pikirkan lagi. Mengurus dirinya sendiri saja sudah sulit. Bagaimana dia akan mampu menjalankan tugasnya sebagai seorang istri? Jangan-jangan nanti malah kau yang harus mengurusnya sepanjang hidupmu.”

“Jadi, pekerjaannya hanya membantu mengelola pemandian milik keluarga? Apa kau yakin pemuda itu akan mampu mencukupi kebutuhanmu, terapimu, seluruh pengobatanmu? Kau hanya akan menjadi beban hidupnya, Ayaka. Apa kau tidak kasihan padanya?”

TOKUSATSU : THE Colors of LOVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang