(17) Harga Diri

2K 161 158
                                    

CHAPTER TIDAK BERURUTAN, MOHON DIPERBOLEHKAN!

Aku gak mau tahu, kalian harus vote dan spam komen 😭 kisah cinta mereka tuh indah banget, serius deh 😭😭

Mau ingetin juga, kalian jangan mengabaikan kata-kata yang terkesan gak bermakna, yang aku selipkan di bagian-bagian tertentu (berlaku untuk semua chapter). Mungkin itu teka-teki, mungkin?

Aku saranin untuk bagian awal kalian bacanya sambil dengerin lagu: je te laisserai des mots by Patrick Watson 🦋

Selamat membaca... Semoga selalu bahagia.

***

Di setiap langkah menuruni anak tangga, kaki indah Merra bergerak perlahan dan penuh ketelitian. Alas kakinya yang lembut menyentuh permukaan batu dingin, menciptakan bunyi halus yang nyaris tak terdengar, seolah menyatu dengan keheningan malam.

Wanita itu menyadari bahwa Tuannya sedang berada di belakang, ikut serta turun ke bawah. Dia bisa merasakan kehadiran Carl yang mendekat, setiap langkah pria itu terasa seperti irama yang berpadu dengan langkahnya.

"Apa masih terasa sakit?"

Merra berhenti melangkah, dan sekilas menoleh ke belakang seraya menggeleng pelan. "... Sudah tidak, Tuan."

"Baiklah,"

Ashemerra melanjutkan langkahnya, namun saat mencapai bagian bawah tangga, langkah kaki Merra kembali terhenti. Matanya terpesona oleh pemandangan hutan yang terbentang di depannya, terlihat jelas di bawah sinar rembulan. Cahaya bulan yang lembut menyinari puncak-puncak pepohonan, menciptakan kilauan magis di antara ranting-ranting yang bergerak perlahan tertiup angin malam.

Hutan yang gelap tampak hidup dengan permainan bayangan dan cahaya, memberikan kesan misterius namun damai. Daun-daun berbisik pelan, seakan menyambut kehadiran malam dengan keheningan yang menenangkan.

Saat Merra terpesona oleh pemandangan indah hutan, Carl justru terpesona pada pemandangan indah lainnya. Matanya memandangi Merra dengan penuh kekaguman, menangkap setiap detail dari wajahnya yang bercahaya di bawah sinar bulan. Carl tersenyum tipis, sebuah senyuman yang nyaris tak terlihat. Matanya menyusuri garis-garis wajah Merra, dari alisnya yang halus hingga bibirnya yang melengkung dengan indah.

Dengan pandangan yang dalam dan senyuman yang lembut, Carl membiarkan dirinya terhanyut dalam momen itu. Tanpa sadar, kakinya kembali melangkah secara perlahan menuruni anak tangga, menghampiri Merra. Kemudian dengan lembut, ia memeluk tubuh itu dari belakang, merasakan kehangatan.

"Tuan?"

Carl menundukkan kepalanya, mendekatkan bibirnya ke telinga Merra, lalu berbisik pelan dengan suara dalam: "Apa pemandangannya begitu indah, sayang?"

"Tolong lepaskan,"

"Biarlah seperti ini sebentar." Carl mengeratkan pelukannya, menjatuhkan wajahnya pada bahu Merra, dan membiarkan pipinya bersandar pada kulit halus wanitanya.

"... Lepaskan, Tuan."

"Sebentar saja,"

Aroma tubuh yang khas terasa begitu jelas, saat hidung dan bibir Carl tidak sengaja bersentuhan dengan kulit leher Merra. Merra merasakan tubuhnya meremang, terombang-ambing antara kehangatan sentuhan Carl dan ketidaknyamanan. Meskipun dia merasa terjepit oleh situasi tersebut, ada sesuatu dalam cara Carl bersikap yang membuatnya tidak bisa memberontak.

Carl merasakan gelombang emosi yang begitu kuat, lebih kuat daripada yang pernah dia alami sebelumnya. Ada rasa yang tidak bisa ia jelaskan, sangat mendalam, dan menyakitkan. Seperti duri yang menusuk setiap bagian dari hatinya, namun ada kehangatan yang juga menyelimuti, memberikan sedikit pelipur lara di tengah badai emosi. Sensasi ini mengalir melalui tubuhnya, menegaskan betapa mendalam dan rumitnya perasaannya terhadap Merra.

PENANCE (CHANBAEK 21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang