_-⁰⁷-_

50 12 0
                                    

"Jeongwoo hilang?"

Dengan refleks Ryujin menoleh ke arah depan pintu utama. Nafasnya yang memburu sedikit tertahan sebentar sebelum berujar dengan sangat pelan.
"Paman Jisung..."

Tetangga yang sudah seperti bagian dari keluarganya itu melangkah mendekatinya dengan ekspresi bingung bercampur aduk dengan penasaran.

"Jeongwoo hilang?" ucap Jisung lagi memastikan bahwa pendengarannya tidak salah tangkap.

Ryujin dan Minjeong tidak menjawab. Keduanya sama-sama terdiam.

Lengan Minjeong menyenggol lengan Ryujin dengan gugup. Dia berkali-kali menanyai sang kakak apa yang harus mereka lakukan saat ini. "Gimana, kak?" bisik Minjeong yang terus menyenggol lengan Ryujin pelan.

Sementara Ryujin sendiri sibuk berkomat-kamit dengan keadaannya ini, berharap bisa ia lewati dengan mulus tanpa hambatan.

{Park Ryujin, tenang, mari kita hadapi ini dengan kepala dingin.} -Ryujin

Dengan segala keberanian bagaimanapun hal yang terjadi selanjutnya, Ryujin mulai membuka suara untuk menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya pada pria bermarga Han di hadapannya dengan sedikit terbata-bata.

"J-jadi...." Oh, ya ampun, Ryujin terlalu takut!
Ucapannya menggantung ragu.

"Jadi?" Jisung menunggu apa yang akan diucapkan Ryujin selanjutnya.

Ryujin memainkan jari-jari tangannya gugup, dia berkali-kali menarik nafas untuk menenangkan diri karena ditatap intens oleh Jisung. "J-jeongwoo..."

"Jeongwoo belum pulang dari tadi siang." potong Minjeong cepat membuat Jisung menoleh ke arah putri bungsu Chaeng di sampingnya tersebut.

Tidak ada komentar yang dikeluarkan Jisung, dia tampak memikirkan sesuatu yang serius jika dilihat dari mimik wajahnya. Tak lama lelaki berambut gelap itu menjentikkan jari hingga berbunyi sembari menatap Minjeong dan Ryujin bergantian.

"Kita tunggu sampai besok. Jika Jeongwoo belum pulang juga, dugaan paman berarti benar."

Giliran kedua bersaudari itu yang mengerutkan alis mereka, tak paham dengan apa yang diungkapkan oleh Jisung barusan.

"Paman menduga apa?" tanya Ryujin.

Jisung malah tersenyum manis, "ada lah."
"Oh iya, apa Mama kalian tahu soal ini?"

Serentak kedua saudari Jeongwoo tersebut menggeleng kepala kompak, membuat Jisung menepuk jidatnya pelan.

"Harusnya dia tahu ini, tapi nggak pa-pa, paman akan urus ini. Kalian sebaiknya tidur, jangan lupa juga untuk mengunci pintu dan jendela." titah Han Jisung.

Ryujin dan Minjeong mengangguk paham. Sebelum Jisung meninggalkan rumah mereka, Minjeong tiba-tiba berucap hingga langkah kaki Jisung terhenti dan berbalik kembali.

"Oh iya, paman ada urusan apa datang ke sini tadi?"

Jisung menepuk jidatnya, lagi, lelah dengan sifat pelupanya ini yang tak kenal waktu dan tempat. "Aigoo iya juga, besok saja lah sekarang sudah malam, Mama kalian juga pastinya sudah beristirahat. Paman pulang saja, ya." ujarnya lalu meninggalkan tempat.

Park Sisters menggeleng melihat tetangganya itu. Mereka pun mengunci pagar, jendela dan pintu selepas kepergian Jisung.

.

\00.28 KST\

"Kasian banget. Masih muda harus jadi sasaran kesalahan orang tuanya," ujar wanita tinggi sambil menatap Jeongwoo yang keadaannya tidak bisa dibilang baik.

Dia melangkah perlahan hingga ketukan suara high heels-nya memenuhi ruangan, cahaya temaram yang hanya berasal dari lampu pijar di sudut ruangan menambah kesan horor tersendiri bagi yang tinggal di dalamnya.

Dengan gesit, wanita berambut panjang dengan pakaian minim itu mendekati Jeongwoo yang tak sadarkan diri sejak tadi siang. Melayangkan tamparan matang tangan kanannya hingga mendarat di pipi kiri Jeongwoo yang ternyata langsung terbangun sambil meringis.

Wanita itu pergi dengan senyum miring dan kekehan pelan.

Kepala Jeongwoo pusing dengan rasa panas dan perih pada pipi kirinya, kesadarannya perlahan mulai kembali dan akhirnya ia tersadar sepenuhnya.

Ditatap sekeliling ruangan gelap dengan sedikit cahaya redup, bau khas dari besi berkarat dan lumut yang lembab membuat perasaan Jeongwoo kian tak nyaman.

Dia hendak bangkit dari duduk bersimpuhnya, namun rantai logam ternyata terpasang kuat di kedua lengan dan kakinya. Alhasil Jeongwoo tetap pada posisinya.

Sekuat apapun Jeongwoo berusaha melepas ikatan rantai tersebut, hasilnya malah pergelangan tangan dan kakinya lecet hingga hampir berdarah karena terus bergesekan dengan benda dingin yang hampir berkarat itu.

Jeongwoo diam.

Menahan semua rasa sakit yang ada pada tubuhnya.

Ditambah, ia juga lapar.

Walaupun Jeongwoo bisa saja menahan lapar lebih lama lagi, tapi dengan kondisinya saat ini sangat tidak memungkinkan itu terjadi.

Rasa sakit yang ia rasakan bukan hanya satu pada satu bagian, melainkan hampir di seluruh bagian tubuhnya terasa ngilu walau hanya bergerak sedikit.

Entah apa yang orang itu lakukan pada Jeongwoo.

Entah motif apa hingga Jeongwoo harus merasakan kondisi seperti sekarang.

Jeongwoo merasa gila.

Dia mulai berhalusinasi.

Dan akhirnya ia pingsan, lagi.

.

\03.45 KST\

Jisung kini sibuk di ruangan pribadinya.

Sepulangnya dari kediaman Chaeng, lelaki yang sudah lebih dari kepala tiga itu tanpa ba-bi-bu langsung mengotak-atik komputer miliknya. Mengamati apa yang telah terjadi ditampilkan pada layar monitor.

Dengan nafas gusar, Jisung mencoba mengunjungi sebuah tempat yang ditampilkan layar komputer dengan titik merah. Sebuah tempat yang diyakini Jeongwoo berada.

Semoga saja.


Continued

MAMA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang