Bagian 6: Kamu dan Kue Kering

1.1K 234 8
                                    

"Lady? Malaikat yang saya lihat tempo hari?"

Sepasang manik emas tengah membelalak menatapku. Aku menoleh kearahnya dan memasang senyum tipis.

Aku bangkit dan memekarkan gaunku, memberi hormat kepada Izekiel.

"Ini pertemuan resmi kita, Tuan Alpheus. Terima kasih karena telah menyempatkan waktu Anda untuk bertemu dengan saya. Semoga berkat matahari Obelia senantiasa tertuju pada Tuan."

Saat kembali pada posisi berdiri tegak, aku melihat Izekiel yang kebingungan dengan situasi yang dihadapinya.

Izekiel- lucunyaaa!!

"Ah- Maafkan saya. Saya sangat terkejut sampai lupa membalas salam Lady. Semoga berkat matahari Obelia juga senantiasa tertuju pada Lady."

Izekiel membungkukkan sedikit badannya, menaruh tangan kanannya didepan dadanya. Setelah memberi hormat, dia kembali dalam posisi awalnya.

"Silahkan duduk, Lady."

"Terima kasih."

Izekiel mengambil tempat dan berhadapan denganku. Seolah mimpi aku duduk berhadapan dengan tokoh favoritku!

"Maaf karena tiba-tiba ingin bertemu dengan Anda, Tuan Alpheus."

Izekiel menggeleng pelan dan memberikan senyumnya. Senyum menenangkan khas anak laki-laki itu.

"Tidak. Tidak sama sekali. Saya sangat senang bisa bertemu dengan Lady lagi. Sejujurnya, saya juga berniat mencari Lady setelah kepergian mendadak Lady tempo hari."

Setiap kalimatnya dituturkan dengan perlahan dan lembut. Membuat siapapun yang mendengarnya tidak ingin ia berhenti berbicara.

Ada perasaan gembira dari lubuk hatiku mendengar bahwa Izekiel juga ingin bertemu denganku. Artinya, secara tak sengaja perasaan kami terhubung.

Bukankah itu sangat romantis?

Tanpa sadar, aku menaruh senyum di wajahku.

"Sebuah kehormatan bisa mendengarnya dari Tuan."

"Kenapa Lady tidak memanggil saya seperti saat itu?"

Perlahan, senyumku memudar, berganti dengan wajah penuh tanda tanya mengenai pertanyaan Izekiel barusan. Pandanganku lurus menatapnya, dengan seribu tanda tanya imagine yang berada di sekitar kepalaku.

Senyum merekah di wajah tampan Izekiel.

"Bukankah sebelumnya Lady berbicara santai dengan saya dan bahkan memanggil saya dengan nama saya?"

Dia terlihat sedikit terkekeh.

Sontak, wajahku perlahan merona. Aku menunduk agar Izekiel tidak melihatnya.

"A-apa Tuan marah karena saya seenaknya..?"

Izekiel mengibas-ngibaskan kedua tangannya. Lalu tersenyum ramah.

"Sama sekali tidak. Saya lebih suka jika Lady tidak terlalu formal pada saya."

"Be-"

Tok! Tok!

"Permisi, Tuan. Saya membawa teh untuk Tuan dan Nona."

Suara dari luar itu memotong pertanyaanku. Sontak, kami menoleh kearah pintu bersamaan.

"Masuklah."

𝐁𝐄 𝐖𝐈𝐓𝐇 𝐘𝐎𝐔; (𝐈𝐙𝐄𝐊𝐈𝐄𝐋 𝐗 𝐑𝐄𝐀𝐃𝐄𝐑)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang