Pagi yang kurang menggairahkan saat Julian memaksaku beranjak dari tempat tidur untuk segera mandi. Kepalaku masih pusing karena memikirkan ucapan Ize dua hari yang lalu. Tapi tubuhku terus didorong untuk berhadapan dengan kenyataan.
Kenyataan bahwa debutante hanya sisa sekali 24 jam lagi.
Debutante itu tidak akan semenyeramkan ini jika kau pandai berdansa. Tapi jangan samakan aku dengan putri bangsawan lainnya. Nyonya Chedwick bahkan hampir terlepas kepalanya, menggeleng-gelengkan gerakanku yang tidak karuan. Aku seperti mayat yang dipaksa berdansa.
Aku benar-benar tidak berharap apapun saat di Debutante nanti selain memohon agar lelaki manapun yang berdansa denganku tidak akan menyimpan dendam setelah aku menghancurkan dansa kami. Entahlah, mungkin itu aku yang tak sengaja menginjak kakinya, atau benakku fokus mencari Ize sehingga lupa telah berada di bagian mana.
"Selamat pagi, Destiny." Sapa Ayah saat aku memasuki ruang latihan dansaku.
Aku terkejut melihat kehadiran Ayah yang terlihat sedang berbincang sesuatu dengan Nyonya Chedwick. Kedua mataku mengerjap.
"Ayah..? ..ah, selamat pagi, Ayah. Selamat pagi, Nyonya Chedwick. Semoga matahari Obelia senantiasa tertuju pada kalian." Aku tanpa sadar memberi hormat secara formal kepada mereka.
"Selamat pagi, Lady de Lilac. Kemarilah.." Pintah Nyonya Chedwick.
Aku mengangguk dan segera berjalan ke arah mereka. Kemudian mendaratkan bokongku di sofa sebelah Ayah.
"Baiklah. Langsung saja."
Entah kenapa aku menahan nafasku, mungkin karena terlalu gugup sehingga aku sampai harus menggenggam erat gaun berenda unguku.
"..Lady, karena hari ini adalah hari terakhir Anda berlatih untuk debutante, maka dari itu Saya akan memberi ujian terakhir..
Haha.. Aku punya firasat tidak baik.
"Dan ujiannya adalah berdansa dengan Marquess de Lilac."
Tentu saja..
"Tunjukkan semua yang telah saya ajarkan, Lady. Silahkan."
Aku melirik ke arah Ayah. Di benakku tersirat wajahnya yang tertekuk kesal karena harus dilibatkan dalam urusan anak perempuan yang sama sekali tidak menguntungkannya. Namun tebak apa yang kudapati, aku melihat wajahnya tersenyum berseri dengan kedua mata menyipit. Dia tersenyum kearahku.
"Ayo kita berdansa, Destiny." Ajak Ayah, bangkit dari duduknya kemudian menyodorkan tangannya untuk kuraih.
"M-mohon bantuannya.." Aku meraih tangan Ayah kemudian ikut bangkit dari dudukku.
"Tidak apa. Jangan terlalu tegang." Imbuh Ayah memasang kembali senyum hangatnya.
Aku menelan ludahku saking gugupnya. Kakiku rasanya gemetar, namun perlahan, aku menarik nafas dalam-dalam, mencoba mencari titik fokusku, kemudian menghembuskannya kembali. Menatap kedua manik Ayah dengan lebih tegas. Kami berdua berjalan ke area dansa. Memberi hormat, sebelum musik dansa mengalun.
Ingat satu hal, Destiny. Jangan sampai ada kaki yang memerah.
Kami berdansa. Sesuai dengan yang diajarkan Nyonya Chedwick padaku. Aku meringankan badanku, mendengarkan alunan musik yang menari di kepalaku dan yang terpenting memasang wajah anggun.
"Kau sangat hebat, Destiny."
"Benarkah? Terima kasih, Ayah." Senyumku merekah.
Ayah mengangkat tangannya, membiarkanku berputar. Saat perputaranku selesai, dan siap mengambil langkah selanjutnya, tiba-tiba sebuah suara mendebarkan jantungku.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐁𝐄 𝐖𝐈𝐓𝐇 𝐘𝐎𝐔; (𝐈𝐙𝐄𝐊𝐈𝐄𝐋 𝐗 𝐑𝐄𝐀𝐃𝐄𝐑)
Romance"𝒔𝒆𝒉𝒂𝒓𝒖𝒔𝒏𝒚𝒂 𝒂𝒌𝒖 𝒕𝒂𝒉𝒖.. 𝒌𝒂𝒍𝒂𝒖 𝒂𝒌𝒖 𝒉𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒕𝒐𝒌𝒐𝒉 𝒕𝒂𝒎𝒃𝒂𝒉𝒂𝒏 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒉𝒊𝒅𝒖𝒑𝒎𝒖.." 「어느 날 나는 공주가 되었다」 - 𝓈𝓅ℴℴ𝓃&𝓅𝓁𝓊𝓉𝓊𝓈 -