35. Yang Terbiasa

580 48 3
                                    

Tau dengan pasti bahwa Ares tidak akan berhenti menggedor pintu kamarnya, pun dengan mengatakan banyak hal yang membuat kepalanya pusing tujuh keliling, Elai pun memutuskan untuk tidak meladeninya.

"Pokoknya aku nggak bakalan pergi dari sini."

"Aku pergi dari sini berarti kamu siap nikah sama Marcel."

"Kalau kamu belum mau nikah sama Marcel, berarti kamu harus siap tinggal sama aku."

Sudah tidak terungkapkan dengan kata-kata lagi bagaimana ekspresi di wajah Elai. Kesal, suntuk, geregetan, ah .... Pokoknya warna warni semuanya lengkap.

Untung bukan warna warni semuanya indah.

Dasar cowok resek!

Menggeram seraya menutup telinganya dengan kedua tangannya, Elai beringsut sedikit dari pintu. Mata menatap pada daun pintu yang bergerak-gerak dari tadi, namun jelas tidak akan terbuka.

Selama pintu terkunci, aku aman dari cowok gila itu.

Elai mundur. Masih dengan sepasang mata yang menatap pada pintu, gadis itu berpikir di benaknya.

Biarin deh dia ngabisin tenaga teriak-teriak di depan kamar aku.

Sampe pita suara dia putus aja sana.

Elai mendengkus. Beranjak dari sana seraya mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana. Ibu jarinya bergerak di atas layar sentuh itu, lalu bergumam.

"Sok ngatur aku buat ngeblokir nomor Marcel lagi. Dia nggak tau kalau Marcel pun bisa ngubungi aku pake nomor lainnya? Ih. Buat capek aja blokir-blokir dia."

Menaruh ponsel itu di atas nakas, Elai lantas menoleh lagi. Mendapati bagaimana Ares yang masih juga menggedor kamarnya sembari berteriak banyak hal padanya. Geram, pada akhirnya dengan kedua tangan yang terkepal di sisi badan, Elai balas berteriak.

"Kamu nggak pergi sampe malam ntar, awas aja! Beneran aku usir kamu!"

Selesai meneriakkan hal itu, dengan jalan hentak-hentak kaki, Elai beranjak menuju ke kamar mandi. Tak peduli Ares akan melakukan apa saja di depan pintu kamarnya, ia melepas semua pakaian yang melekat di tubuhnya. Menggantinya dengan satu jubah mandi yang tersedia di sana dan lantas menyiapkan air hangat beraroma wangi di bak mandi. Sejurus kemudian, Elai pun menyantaikan pikirannya dengan berendam.

Bermain-main dengan busa yang memenuhi tubuh polosnya di dalam air itu, Elai pun merebahkan kepalanya di bantalan bak. Mendengarkan alunan musik yang sengaja sekali ia putar sebelum kegiatan berendamnya dimulai, seolah saat itu tak terjadi apa-apa pada dirinya. Sementara hal yang sangat berbanding terbalik, jelas terjadi pada Ares yang masih berusaha membuka pintu kamar Elai.

Ares menarik napas dalam-dalam. Tangannya yang mengepal, yang akan menggedor lagi, turun. Dengan keringat yang bercucuran di wajahnya, cowok itu mengatupkan mulutnya rapat-rapat untuk beberapa saat lamanya.

"Ah, jadi kamu beneran nantangin aku ya? Beneran nantangin ya sekarang ini? Ehm ... oke oke oke. Awas aja kamu ya."

Ares beranjak dari sana. Dengan langkah yang besar dan terburu-buru, cowok itu menuju ke kamarnya. Membuka pintunya dengan kasar, pun begitu pula ketika ia menutupnya. Uh! Untung sekali gedung itu tidak sampai roboh karenanya.

Ares langsung mengambil ponsel yang selalu ia sembunyikan di dalam laci meja kerjanya. Dengan cepat menekan kontak Elai. Walau ia ragu bahwa panggilannya akan diangkat, tapi Ares mencoba. Dan hanya untuk membuktikan kebenaran dari keraguannya tadi.

Maka dari itu, Ares pun lantas beralih mengetik pesan untuk cewek itu.

[ Elai ]

[ Aku dengar, katanya kamu udah siap buat nikah dengan aku. ]

LOVEGUARD 🔞 "FIN"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang