Oke, kali ini aku betul-betul sebal dengan apa yang terjadi saat ini. Aku merasa seperti mangsa yang sedang diawasi oleh penculik kelas kakap. Tapi, yang membuat aku tidak yakin dia penculik adalah dia membawa sepeda dengan seragam SD yang sama denganku. Tidak mungkin teman sekelasku sendiri menculikku dan meminta uang tebusan seratus juta rupiah untuk membeli permen.
Aku iseng membalikkan tubuhku dan melihat laki-laki yang sedari tadi membuntutiku kini tengah memasang wajah kaget mencengkram stang sepedanya.
"Ngapain ngikutin?" tanyaku selayaknya anak SD.
Ya memang aku anak SD.
"Rumah gua di sana," jawabnya.
Oiya, aku baru ingat kalau rumahnya memang searah denganku hanya saja aku harus masuk kesebuah gang kecil sedangkan ia harus lurus kedepan.
Aku terdiam, "Oh." jawabku singkat lalu kembali berjalan.
Nah, sudah saatnya aku harus masuk ke sebuah gang kecil. Tapi, aku masih merasa diikuti seseorang.
Aku memutar tubuhku dan melihat dia memutar sepedanya hendak berbalik arah dan keluar gang.
Dalam hati, aku merasa dia benar-benar bodoh untuk hal membututi.
Aku cengengesan lalu kembali berbalik badan untuk melanjutkan perjalanan pulang.
Tunggu, ini sudah lumayan jauh dari depan gang dan
Hap! Aku berbalik badan, menangkapnya.
"Eju! Ngapain sih ngikutin mulu," ujarku kesal.
Tanpa sadar aku sudah berkacak pinggang. Dia yang aku panggil Eju malah cengengesan. Aku menggerutu sebal.
"Mau kerumah bu Dini," jawabnya.
Oke, bu Dini adalah guru SD ku sekaligus ibuku. Jadi, maksudnya dia mau berkunjung kerumahku.
"Hah? Enggak ah." tolakku.
"Loh? Emang kenapa sih?" tanyanya.
Aku menggeleng, "Pokoknya gak boleh,".
"Cuma pengen tau aja, dimana sih rumah bu Dini." bujuknya sambil memasang muka melas.
Oke, "Yaudah. Tapi janji abis itu langsung pulang ya."
Eju langsung tersenyum sumringah lalu berjalan mengikutiku dari belakang sambil menuntun sepedanya.
Aku berjalan didepannya, berdoa semoga ibuku tidak sedang berada dihalaman rumah apalagi sampai melihat aku pulang bersama Eju.
"Nah! Itu rumah gue, udah ah sampe sini-"
Belum selesai aku bicara, ia sudah berjalan kedepan rumahku yang kecil.
Ia melihat kesekeliling rumahku, "Oh ini rumah lo,"
"Bukan rumah gue."
Eju melihatku kaget. Aku menjawabnya dengan, "Ini rumah orang yang disewa sama orang tua gue."
Eju hanya menjawab dengan ber-oh ria.
"Amelda, itu kamu kan?" teriak ibuku dari dalam rumah.
Panik, "Eju, udah pulang sekarang aja."
Dia tertawa lalu menaiki sepedanya.
"Oke,"
Aku melihat Eju menggoes pedalnya lalu pergi menjauh.
-
Sedih, gimana gak sedih kalau hampir semua cewek dikelas memusuhiku dengan alasan, Amelda Fiyah adalah seorang anak guru. Bahkan saudaraku sendiri ikut memusuhiku. Dan beruntungnya aku memiliki setidaknya satu cewek yang tidak ikut-ikutan memusuhiku. Salsa.
Yang beruntungnya juga, anak laki-laki dikelas tidak terlalu peduli aku anak dari seorang guru. Aku pernah hampir menceritakan bagaimana aku diperlakukan oleh teman sekelasku pada ibuku, tapi semuanya akan memanggilku Amelda si pengadu. Jadi, aku urungkan niat itu.
"Pokoknya, gak boleh kasih tahu siapapun." kataku pada Salsa yang sedang berdiri didepan meja.
"Tapi Mel, Eju dimusuhin temen-temennya. Masa kamu gak kasian?" ujar Salsa membela Eju.
Aku menggeleng, "Pasal satu, gak ada yang boleh tahu. Pasal dua, kalau ada yang mau tahu, kembali ke pasal satu."
Salsa menghembuskan nafasnya geram. "Yaudah terserah kamu deh Mel. Aku cuma kasian sama Eju, gak ditemenin."
"Aku ke kantin dulu ya, mau beli susu." izin Salsa padaku.
Aku menengok ke meja Eju. Ia tengah duduk sambil membaca buku, padahal Eju tidak suka membaca. Sedangkan teman-temannya bermain dan bercanda dibelakang kelas.
Aku menghampiri Eju, "Ju!"
Eju mendongakkan wajahnya, "Gak akan dikasih-"
Aku menyela dengan ucapan yang sedikit berteriak agar anak laki-laki mendengarnya.
"Eju kemarin kerumah Melda. Itu rahasianya."
Aku keluar menyusul Salsa ke kantin. Sebal sebal sebal. Gak seharusnya hal itu aku ceritakan.
Belum sampai dikantin, Salsa sudah kembali dan menyusulku yang malah diam berdiri dikoridor.
"Eju bela-belain dijauhin temen-temennya buat kamu, tapi-"
"Stop! Melda udah kasih tau rahasianya kok. Jangan diomelin lagi,"
Tiba-tiba ada segerombolan murid laki-laki kelasku sedang berjalan berbarengan menuju lapangan sekolah. Terlihat Eju tertawa diantara mereka semua.
"Melda! Kapan-kapan kita yang kerumah yaaa!" teriak Wisnu.
Aku diam tak menjawab. Menarik ujung bibirku.
--
"Nah, gitu ceritanya."
Ai, Rifi dan Aisyah senyum-senyum setelah mendengarku bercerita.
"Kenapa?" tanyaku bingung yang tanpa sadar, aku malah tertawa.
Wajah mereka, aneh.
"Satu pertanyaan dari kita bertiga!" kata Ai semangat.
Aku terdiam, "Apaan?"
"Jadi, kapan lo sadar kalo lo udah mulai jatuh cinta sama dia?"
---
Surprise buat seseorang yang selalu gegana. Maafkan aku yang tanpa izin ini TTTTT--
Jadi cerita ini punya alur maju-mundur. Ya bisa dibilang flashback-flashbacknya Melda di jam kosong sekolah yang kebetulan temen-temennya nanya-nanya soal dia-nya Melda. Semoga ngerti :)
SALAM G6
KAMU SEDANG MEMBACA
Bicycle
Short StoryKamu terlalu pede untuk mengikuti. Terlalu pede untuk menunjukkan bahwa semuanya tidak lebih. Terlalu pede untuk mengambil hati. Dan terlalu pede menjamin segalanya akan bahagia kalau bersama kamu. short story by amoreblossom ®2015