Kamu hanya masa lalu.
-
Aku mengerjapkan mata silau.
"Bangun Aisyah, Melda, waktunya bebenah nih. Besok kereta berangkat siang," kata Ai sambil membuka gorden lebar-lebar.
Aku menggulat, "Paling baru jam 6. Nanti dulu napa. Pegel wey jalan muluk dari kemaren,"
Ai mendengus sebal. Aku bisa merasakannya.
"Melda, ini tanggal 6 Mei loh. Lo bilang mau reuni kecil-kecilan sama Suci, Salsa," kata Ai mengingatkan.
Aku menengok kesebelah kanan tempat Ai berdiri sambil bertolak pinggang. Ira terlihat bergegas masuk ke kamar mandi dengan mata yang masih terkatup-katup.
"Hm. Tapi sekarang masih jam 6." ujar ku setengah sadar.
Aku tau Ai sebal mungkin. Ia berjalan keatas nakas disamping tempat tidur, mengambil sesuatu yang kulihat dengan samar adalah jam.
"Nih!!"
08.40
Oh...
......
"HAH?!"
Aku langsung lompat dan berdiri diatas tempat tidur rumah sewaan seminggu kami yang tidak terlalu besar namun nyaman.
"Ai kenapa lo gak bangunin gue?! Gue janjian jam set 10 tau. Mana janjian di GI lagi. Nunggu busway kan lama!" omelku sambil berjalan ke kamar mandi.
Oh my god.
Aku berjalan kekamar mandi sambil menggedor pintu. "Iraa!! Please cepetan. Gue ada janji. Lo ngapain sih didalem?!"
"Nunggu doi hampir 15 tahun bisa. Masa nunggu Ira yang lagi HIB aja gak bisa," teriak Rifi berniat membuatku baper.
Ai mendekatiku dan melemparkan handuk. "Gue udah bangunin lo dari tadi tau. Emang lo sama Aisyah aja tuh yang kebo."
Aku menengok ke kamar melihat Aisyah yang masih tertidur nyenyak diatas kasur.
Aisyah sialan ngajak baper semaleman.
"Ira! Buruan yaelaaahh,"
-
Aku membuka mata lebar-lebar. Mencari keadaan Suci dan Salsa didalam sebuah tempat makan. Tempat janjiannya memang disini dan semoga mereka tidak merubahnya karena aku datang terlambat.
Aku berjalan semakin masuk ke dalam dan barulah terlihat Suci dan Salsa sedang bersenda gurau. Tapi, ada satu orang laki-laki ikut bergabung dengan mereka. Siapa?
Aku mendekat dan Salsa yang duduk tepat menghadap kearahku langsung berdiri dan berhambur memelukku. Begitu juga dengan Suci. Mereka berdua tampak berbeda. Tentu saja.
"Ngapain lo ikut-ikut kesini?" tanyaku pada laki-laki yang duduk disebelah Suci.
Dia mengerjap ingin menjawab tapi disambar oleh Suci.
"Taunih hapis ngapain sih ikut-ikut."
Aku duduk disebelah Salsa. Memanggil pelayan dan memesan minuman.
"Lah? Terus kenapa bisa tau kita mau janjian kesini?" tanyaku.
Suci menyedot minumannya. "Dia nih, pagi-pagi udah dirumah gue. Alasannya mau nawarin baju ke gue. Tau-taunya malah ikutan kesini,"
"Secara gitu ya, gue kan udah punya butik nih. Jadi nawarin temen-temen gue lah." jawab Hafidz.
Hafidz ini sebenarnya laki-laki. Serius dia laki-laki. Ya walaupun banyak orang bilang dia rada....yagitu. Dia cuma suka sama hal berbau bisnis ko. Cuma pilihannya jadi ke desain pakaian.
"Eh bagus dong ya kalo aku mau nikah, aku tinggal pesen di kamu aja Fidz. Bisa fitting baju juga kan?" tanya Salsa dengan niat bercanda.
"Wah Salsa udah mau nikah nih kayaknya," kata Suci.
Salsa malah merona.
"Boleh ko boleh. Buat temen, gue kasih diskon!" kata Hafidz.
Aku dan Suci hanya tertawa mendengar semangat Hafidz.
"Ngomong-ngomong fitting baju, kemarin si, siapa itu namanya ya," kata Hafidz membuat kami semua mengangkat alis.
"Siapa?" tanyaku.
"Duh. Bentar. Gue inget-inget dulu," kata Hafidz.
Ya, kelihatannya dia bisa berfikir juga.
"Oiya. Si Eju! Herjuno!" ujar Hafidz.
"Eju kenapa?" tanya Suci.
"Eju fitting baju ditempat lo, terus lo kasih diskon gitu?" kataku bersenda gurau. Suci dan Salsa tertawa mendengar candaanku.
"Iya Mel. Ko lo tau?" kata Hafidz.
Hah?
"Apaan pis?" tanya Suci.
Aku tau ini lebay. Jantungku berdegup cepat dari biasanya. Bahkan lebih cepat dari ketika aku bertemu Eju di kereta.
Aku berharap, semoga aku salah dengar.
"Eju, fitting baju di butik gue. Ceweknya cantik deh. Kalo gak salah namanya Riska!" kata Hafidz menjelaskan sekali lagi.
Aku mencelos mendengar pernyataan dari Hafidz.
Eju nikah?
Sekarang aku benar-benar yakin apa maksud Eju meyuruhku menemuinya besok di SD. Aku tahu alasannya.
-
Thankyou for reading this story. Hope you enjoy it :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bicycle
Short StoryKamu terlalu pede untuk mengikuti. Terlalu pede untuk menunjukkan bahwa semuanya tidak lebih. Terlalu pede untuk mengambil hati. Dan terlalu pede menjamin segalanya akan bahagia kalau bersama kamu. short story by amoreblossom ®2015