my

65 8 1
                                    

Hidupku berlalu dengan cepat dan benar-benar cepat. Tidak tahu ini berlalu karena suatu hal yang memang sangat singkat untuk dilalui atau justru karena begitu banyak hal yang sudah terlewati. Sayangnya, waktu yang cepat ini tidak membuatku benar-benar berhenti dengan perasaanku pada laki-laki-sok-biasa saja.

Semua mata kuliah berlalu begitu saja. Satu semester, dua semester, tiga semester sampai aku sadari dua semester lagi aku benar-benar sudah terbebas dari belik mata dosen yang seolah selalu berkata, lo berani lawan gue, drop out balasannya.

Ya, walaupun pada nyatanya tidak seluruh dosen begitu.

Ya, walaupun nyatanya saat ini aku merindukan teman-teman seper-baperan-ku.

Ya, walaupun nyatanya aku merindukan sosok dia yang sok. Sok biasa saja. Sok tidak melihat apapun. Sok tak menyadari peribahasa hati yang sudah seringkali aku sampaikan lewat sandi.

Ah- Dia tidak mengerti sandi? Bodoh.

Aku bodoh?

Ya.

Aku bodoh megirim sandi ke orang buta seperti kamu.

-

"Lama banget ngangkat telfonnya!!" bentak Ai sebal diseberang sana.

Aku malah cengengesan, "Iya maaf."

"Udah dimana? Gue sama anak yang lain udah distasiun nih. Lo sih nyari perkara," kata Ai yang kelihatannya sebal sekali.

Aku bodoh? Sudah kubilang, iya.

Melamun itu adalah suatu hal yang sangat diharuskan. Apalagi perjalanan yang panjang. Anggap saja untuk refreshing. Tapi, haram hukumnya kalau sampai tertinggal apalagi tak sadar bahwa stasiun yang dituju sudah terlewat. Ya, itulah yang terjadi saat ini.

"Iya satu stasiun lagi kok." kataku meyakinkan.

"Jangan ngelamun. See you,"

Iya iya. Ai bawel.

Karena tidak ingin terlewat lagi, aku sampai berdiri dekat pintu keluar dan memasang kuping dengan benar. Jika aku melamun lagi pun tidak akan sepenuhnya melamun. Kondisi saat ini tidak memungkinkan. Kenapa? Ramai. 

Dan parahnya lagi, seseorang yang dulu kini berdiri didepanku, memegangi lenganku kalau-kalau aku terjatuh.

Dan, jantungku masih berdegup cepat. 

Sama seperti dulu.

"Anak ITB lagi liburan nih ke Jakarta?" ledeknya.

"Iya. Temen-temen pada ngajakin meet up." jawabku.

Dan suasana hening lagi. Sama seperti pertama kali aku memasuki gerbong ini. Mataku dan matanya bertemu seoalah memang sudah ditakdirkan bersatu. Padahal begitu banyak orang yang berdesakan.

Sedikit lebay.

"Lo kuliah dimana?" tanyaku memecahkan keheningan.

Belum sempat ia menjawab, tiba-tiba kereta berhenti dan hampir membuatku jatuh. Tapi genggaman tangannya menarikku. Dan, jarak saat ini sangat dekat. Aku bahkan bisa mencium parfum yang ia pakai.

"Di UI." jawabnya perlahan.

Suaranya sangat berat dan membuatku bergidik.

Maaf untuk para penumpang. Kereta untuk saat ini diberhentikan karena kendala pada stasiun berikutnya. Mohon untuk bersabar dan terimakasih.

Entah memang ini sudah takdirku atau hanya sebuah keberuntungan. Aku mendongakkan kepala dan melihat raut wajahnya yang terlihat agak kecewa.

"Lo mau kemana? Ada jam kuliah?" tanyaku.

Dia menganggukan kepalanya, "Bukan jam kuliah sih. Mau konsul sedikit sama temen di perpus."

Riska?

"Riska?"

Bukannya menjawab, dia malah menggosok kepalaku lembut.

"Iya,"

Iya?

"Oh, lo masih suka sama dia?" tanyaku dengan berani. Takut-takut sebenarnya untuk mendengar jawabannya.

"Kepo banget sih cil!" jawabnya sambil tertawa.

Yaiyalah gue kepo.

Aku diam tidak berkata dan hening lagi.

Jess...

Kereta berjalan lagi perlahan kemudian cepat. Genggamannya dilenganku mulai merenggang semakin lama semakin hilang dan pergi. Aku melirik kearahnya.

"See you," katanya tiba-tiba.

Hah?

Kereta berhenti dan inilah stasiun tempat Ai, Aisyah, Ira dan Rifi menunggu.

Belum sempat aku melangkah turun, dia berbisik pelan.

"7 Mei, gue tunggu di SD." katanya kemudian pintu gerbong tertutup begitu saja.

-

Seandainya kamu tahu, pertemuan kita lagi ini membuatku merasa bahwa kamulah satu-satunya untukku. Kamulah orang itu. Tapi, aku rasa semua hanya sekedar angan. Anganku untuk bersamamu.

-
Thankyou and enjoy!

BicycleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang