JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT DISETIAP PARAGRAF ☃️
[CHAPTER 04 — PERKARA PLASTER FROZEN]
"Terlalu banyak luka hingga tak tahu harus bercerita yang mana."
Setelah selesai menunaikan ibadah sholat Maghrib, Haikal segera keluar dari ruang sholat. Samar ia mendengar suara perempuan yang baru selesai melantunkan ayat Alquran, suaranya terdengar merdu.
"Eh Haikal udah selesai sholatnya?" Zahira datang dari dapur dengan tangan yang membawa sepiring telur mata sapi.
Haikal tersenyum kaku dan mengangguk pelan, rasa canggung dengan Zahira masih amat terasa.
"Aduh Tante belum selesai lagi masaknya, tunggu sebentar lagi ya, nanti Tante lanjutin ngobatin—"
"Biar Ama yang ngobatin. Umi lanjut masak aja." Amara tiba-tiba menyahut sembari menuruni anak tangga.
Sontak Zahira dan Haikal bersamaan menaruh atensinya kepada Amara. "Loh kok cepet banget ngajinya?" Tanya Zahira heran.
"Iya, Ama cuma ngaji satu lembar doang, umi."
Haikal memperhatikan interaksi antara ibu dan anak itu. Sekilas Haikal melihat banyak kesamaan antara Zahira dan Amara dengan Fatma dan Haidar. Perhatian yang diberikan Zahira kepada Amara mengingatkan Haikal akan kasih sayang Fatma kepada Haidar.
Setiap kali Haidar selesai membaca Alquran, Fatma selalu memberikan pujian, entah itu karena lantunan yang terdengar indah atau karena pembacaan tajwid yang tak pernah salah.
Dulu saat Haikal masih kecil, ia selalu mengikuti segala hal yang dilakukan Haidar agar ia juga bisa mendapatkan kasih sayang yang melimpah dari Fatma dan Fabian. Tetapi semua itu percuma, sekeras apapun usaha Haikal menjadi yang terbaik, orang tuanya tak pernah merasa puas.
Mereka selalu membandingkan dirinya dengan Haidar dalam segala hal, mulai dari lantunan ayat Alquran yang ia baca tak semerdu Haidar, kepintarannya tak bisa menandingi Haidar, atau karena ia sering ketiduran dan melewatkan sholat tahajjud, tak seperti Haidar yang selalu rutin melaksanakan segala sholat Sunnah.
Hanya Haidar yang menjadi pusat perhatian Fatma dan Fabian.
Lama-kelamaan Haikal merasa muak dan mulai memberontak, ia tak pernah lagi beribadah ataupun mengaji, ia sering membuat masalah disekolah maupun dilingkungan luar, dan melakukan segala hal yang membuat kedua orangtuanya geram.
Semua itu Haikal lakukan hanya untuk menarik perhatian kedua orang tuanya walau cara yang Haikal lakukan adalah cara yang salah, Haikal hanya ingin Fatma dan Fabian mengamatinya walau hanya sesaat.
Bukan hanya Haidar yang perlu diperhatikan, Haikal juga membutuhkannya.
"Ayo Haikal aku obatin." Haikal tersentak kaget saat melihat Amara sudah ada dihadapannya, Haikal tak sadar karena terlalu larut dalam pemikiran gelapnya.
"Nanti kalau udah selesai, langsung ke meja makan ya, kita makan bersama," kata Zahira dan diacungi jempol oleh Amara.
Amara beralih menatap Haikal dan memberikan gestur agar Haikal mengikutinya. Mereka melangkah menuju ruang tamu dan saat telah sampai disana, Amara meminta agar Haikal duduk.
Ingin menolak dan segera pulang tetapi untuk mengucapkannya lidah Haikal seperti kelu, sejujurnya ia juga masih ingin ada disini, kehangatan kasih sayang seorang bunda yang terpancar dari Zahira membuat Haikal merasa nyaman. Sebelumnya Haikal tak pernah menerima perlakuan lembut seperti yang dilakukan Zahira.
KAMU SEDANG MEMBACA
SYAHADAT UNTUK HAIKAL
Teen Fiction"𝐒𝐚𝐭𝐮-𝐬𝐚𝐭𝐮𝐧𝐲𝐚 𝐛𝐚𝐡𝐚𝐠𝐢𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐠𝐮𝐞 𝐦𝐢𝐥𝐢𝐤𝐢 𝐬𝐞𝐤𝐚𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐫𝐞𝐛𝐮𝐭 𝐥𝐚𝐠𝐢." Amara adalah satu-satunya rumah bagi Haikal. Saat kegelapan menyelimuti seluruh jalan kehidupan Haikal hingga lelaki itu tersesat begitu...