Bagaimana jadinya, saat keadilan yang selalu kamu nantikan terasa begitu jauh dari genggaman? Apakah menyerah akhirnya harus menjadi pilihan? Atau bertahan dan terus menantikan akan adanya sebuah balasan yang setimpal?
Bagaimana jika hati yang tak lagi sejalan akhirnya meminta sebuah balasan? Memaksa sebuah perbedaan yang terasa mustahil jika dibayangkan.
Gadis berambut panjang dikucir kuda itu terus menatap kosong kearah kendaraan didepannya yang tengah berlalu lalang.
Beberapa orang yang melintasinya bahkan dengan terang-terangan menatapnya seakan mengejek. Lagipula siapa yang tak akan tertawa jika menatap gadis itu saat ini.
Tatapan yang kosong dengan penampilan yang sedikit berantakan, Zhea benar-benar terlihat memprihatinkan.
Hingga, tatapannya teralihkan pada dua gadis diseberang jalan yang tampak tengah tertawa bersama.
Senyum getir tampak jelas diwajahnya yang terdapat bekas luka, hatinya sedikit perih saat lagi-lagi merasa hanya dirinya yang terluka sedangkan gadis itu bisa berbahagia.
"Kenapa? Selalu gue yang kena akibatnya? Tapi kenapa Lo yang selalu bahagia Zhia? Kenapa?" gumamnya pelan, kembali mempertanyakan nasibnya yang terasa begitu tak adil.
Zhea perlahan bangkit, mengusap matanya yang sempat memanas hendak mengeluarkan air mata. Lalu mulai berjalan angkuh seperti tak terjadi apa-apa.
Benar, sesakit apapun yang Zhea lalui saat ini. Zhea tetaplah Zhea, gadis paling angkuh yang selalu terlihat kuat meski luka adalah bagian paling utama dalam hidupnya.
"Zhia, bukannya itu saudari kembar kamu ya?" tanya Izora memastikan.
Zhia yang merasa terpanggil, akhirnya menolehkan kepalanya. Menatap Zhea yang tampak berjalan seorang diri dengan tampang angkuhnya.
Zhia mengangguk "iya, kamu bener. Itu Zhea,"
"Zhia, kenapa sekalipun kalian kembar, tapi kepribadian kalian bener-bener beda banget?" tanya Izora penasaran.
Zhia tampak menghela napas berat, lalu mulai mengucapkan kalimat andalannya, "Zora, semua orang itu berbeda, ngga ada yang sama persis, sekalipun kita kembar!"
Izora langsung mengangguk pelan tanda mengerti, lalu kembali berjalan di samping Zhia tampak berniat kembali bertanya.
¶¶¶¶¶
"Zora, aku mau beliin sesuatu buat Mama. Kamu mau kan, temenin aku beli barangnya nanti?" tanya Zhia siang itu dikantin.
"Hari ini ya Zhi?" tanya Izora memastikan, dan langsung dibalas anggukan antusias dari si cantik Zhia.
"Oke deh, nanti aku temenin sekalian mau beli barang juga," Zhia tampak kembali antusias mendengarnya.
"Yeay, makasih Zora. Nanti aku jemput ya,"
"Oke, sama-sama Zhia,"
Tak jauh dari keduanya, Zhea tampak memandang mereka sembari memegang garpu dengan sangat kuat, hingga rasanya benda besi itu akan segera patah karna ulahnya.
"Zhe? Hei, gapapa?" tanya Gracia disampingnya memastikan.
"Gapapa, gue cuman lagi kesel aja," jawab Zhea dengan tak minat. Bahkan makanan didepannya sedari tadi hanya dirinya mainkan tanpa berniat untuk ia santap.
"Lo kaya ngga tau Zhea aja ci. Dia kan emang tiap hari kaya gini," timpal Eleanor yang sudah hapal dengan situasi seperti ini.
"Bener juga," ucap Gracia membenarkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Si gadis Figuran
Teen FictionSemua berawal dari kebohongan kecil yang malah berakhir menjadi kebencian besar yang tak bisa terelakkan. Zhea Xavier Vergara namanya, gadis remaja biasa yang selalu menjadi sasaran kemarahan sang Mama saat mimpi buruk itu kembali menghampirinya. Zh...