Dia yang kelabu

8 2 10
                                    

Orang bilang, hidup akan terasa tenang jika kamu mampu menjadi peran utama dalam hidupmu sendiri. Setidaknya, kamu cukup mampu menciptakan bahagia mu sendiri. Tentang keluarga, teman, ataupun cinta yang menjadi modal utama seseorang bahagia. Sekarang, apakah kamu sudah bisa menjadi pemeran utamanya?


Ruangan tamu keluarga Vergara tampak hening dan sunyi, hanya bunyi jam yang terdengar berdetak teratur.

Zhia melirik kedua orang yang saat ini ada di sampingnya, tengah sibuk dengan urusan mereka masing-masing.

"Ka Nathan?" Panggil Zhia pelan.

Nathan yang tengah berpura-pura sibuk membaca jadi mendongkak, menatap Zhia tanda bertanya.

"Kenapa diem aja? Kapan les nya?" tanya Zhia sudah tak sabar.

Zhea disampingnya hanya melirik malas, lebih memilih memainkan handphone miliknya dari pada harus ikut bergabung dengan mereka berdua. Meski tak dapat dipungkiri, jika Zhea cukup terkejut dengan kedatangan Nathan yang terkesan mendadak.

Nathan meletakan buku yang sudah dirinya pegang lima menit lalu sejak dirinya sampai di kediaman Vergara. Saat ini, dirinya akan menjadi guru privat si cantik Zhia. Tak ada yang tahu bahkan Eleanor yang notabennya adalah kekasih Nathan.

"Mau segera kita mulai?" tanya Nathan memastikan, masih dengan tampang datar khasnya.

Zhia mengangguk semangat, gadis itu lantas bangkit dan segera beranjak menuju ruang piano yang khusus dibuat untuknya. Nathan terlebih dahulu memperhatikan, sebelum dirinya juga ikut beranjak mengikuti Zhia.

Kini, tinggallah Zhea seorang diri di ruang tamu yang sunyi. Pikiran Zhea kembali berkelana, membuatnya mendadak jadi mual sampai hampir muntah. Sedari tadi, Zhea tak henti-hentinya memeriksa ponsel guna mengecek, apakah Eleanor bisa dirinya hubungi apa tidak.

"Zhe?" panggil Nathan pelan.

Zhea mendongkak, melihat Nathan sudah ada dihadapannya, menatapnya seperti hendak memberitahu sesuatu.

"Pacarnya Leon kan?" tanyanya memastikan. Dan Zhea hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Eleanor bilang, dia masuk kantor polisi. Lo ngga nemenin?" tanya Nathan terlihat penasaran. Wajah Zhea jadi makin murung mendengarnya, harusnya Zhea ada disana sekarang, bukannya malah duduk berdiam diri layaknya manusia tak bernyawa.

"Iya, harusnya," jawab Zhea tak minat.

"Ka Nathan! Kok lama?" teriak Zhia lantang, mengalihkan atensi keduanya jadi spontan menatap kearah nya.

"Iya sebentar," jawab Nathan singkat

Nathan jadi beranjak, menghampiri kembali Zhia yang sudah ditekuk wajahnya. Dia sebelumnya ijin mengambil sesuatu dari dalam tasnya, tapi melihat Zhea seorang diri, Nathan jadi tak bisa menahan untuk tak mempertanyakan rasa penasarannya.

Sepeninggalan Nathan, Zhea jadi kembali merenung, meremas kuat-kuat tangannya sampai terasa sakit. Lalu menyenderkan kepalanya pada kepala sofa sembari memijit pelipisnya yang terasa berdenyut.

"Kenapa Eleanor ngga bisa dihubungi lagi? Apa yang sebenarnya terjadi?" gumam Zhea bingung, situasi ini membuatnya jadi tak bisa berpikir jernih.

Zhea menatap sekeliling, meyakinkan diri bahwa mungkin memberontak sekali tak akan membuatnya mati. Jadi Zhea memutuskan untuk mengambil tas selempang miliknya, lalu segera beranjak untuk mencari kantor polisi yang menangkap Leon.

Didalam taksi, Zhea memutuskan untuk bertanya pada Gracia karna Eleanor masih sulit untuk dihubungi.

Zhea

Si gadis FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang