Kudengar kau kembali mengucapkannya? Jika dihitung bukankah sudah lebih dari 20 kali aku mendengarnya? Lalu, jika kembali mengulangi, mengapa sebelumnya kau sesali?
Sore ini, Senja bersinar lebih terang dari biasanya, membuat jalanan ibu kota jadi berwarna jingga karenanya.
Dan, disinilah Zhea sekarang, dengan jaket tebal dan sepatu boots hitam kesayangannya. Berjalan santai di tengah riuhnya manusia yang berlalu-lalang hendak pulang.
Tidak butuh waktu lama untuk Zhea sampai disebuah kedai mie kecil dipinggir kota. Tempatnya cukup sempit, tapi tempat itu menyajikan pemandangan yang luar biasa.
Disamping kedai kecil itu, ada laut biru dengan langit berwarna jingga yang menenangkan. Mungkin itu alasan mengapa kedai mie itu tak pernah sepi pelanggan.
Zhea duduk dan segera memesan satu gelas teh hangat, gadis itu hanya tertarik untuk memandang langit senja yang sebentar lagi akan hilang. Hingga, ia tidak menyadari kehadiran Leon disampingnya.
Zhea menoleh, saat tangan Leon menepuk pundaknya pelan. Tapi saat melihat mata laki-laki itu, Zhea segera menghindar.
Leon menatapnya sendu, matanya seperti sirat akan luka yang coba ia tunjukan padanya. Zhea benci saat ia mencium aroma alkohol yang begitu kuat saat Leon mencoba mendekatinya.
Zhea beranjak, menatap Leon dengan tatapan kecewa. Lagi dan lagi Leon melanggar batasan yang sudah ia buat.
"Maap Zhe," lirihnya menyesal.
Zhea memalingkan wajahnya marah, berusaha untuk tidak bertemu tatap dengan Leon karna itu akan menyakiti keduanya.
"Lo bohong, Lo bilang bakal bawa gue ketempat dimana gue bakal ngerasa nyaman disana. Tapi Lo malah minum? Sumpah Yon, ngga lucu tau ngga!" ucap Zhea mengeluarkan kekecewaannya. Lalu setelahnya, gadis itu segera pergi meninggalkan Leon dengan sejuta penyesalan.
Zhea tidak menangis, ia hanya merasa dadanya terasa sesak bukan main. Membuat Zhea jadi berhenti di sebuah taman kecil dipinggir kota yang kebetulan dekat dengan kedai mie.
Zhea duduk termenung, terlalu banyak rasa sakit hingga ia tidak tahu harus berbuat apa. Jadilah gadis itu hanya berdiam diri dengan tatapan yang tertuju pada langit yang mulai menggelap.
Dilain tempat, Leon hanya mampu berdiam diri menyesali segala perbuatannya. Ia tidak tahu bagaimana emosi bisa terus mengendalikannya.
Leon ingin berhenti meminum alkohol, tapi pertengkaran orang tuanya sore tadi membuatnya jadi gelap mata dan kembali melakukan kesalahan yang sama.
Ditengah pikirannya yang berkecamuk, sebuah notifikasi terdengar berdering dari ponsel miliknya. Dengan tak selera, diambilnya benda pipih itu dari saku celana jins nya.
Sebuah pesan singkat dari bundanya kembali membuat Leon mengepalkan tangan kuat. Laki-laki itu segera beranjak meninggalkan kedai mie dengan perasaan kecewa bukan main.
¶¶¶¶¶¶¶
Leon menatap rumah didepannya dengan tidak yakin. Ia belum pernah senekat ini sebelumnya, tapi jika tidak dilakukan ia tidak bisa tidur semalaman.
"Lo yakin ini rumahnya Bran?" tanyanya pada Gibran di sebrang sana.
"Yakin lah, gue udah pastiin juga," jawabnya tanpa ragu.
Leon jadi menghela napas berat segera mematikan panggilan telepon, lalu mulai memberanikan diri menekan bel gerbang kediaman Vergara.
"Ada apa ya mas?" tanya pak satpam saat gerbang sudah terbuka.
"Saya harus ketemu Zhea pak, bisa?" tanya Leon berharap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Si gadis Figuran
Teen FictionSemua berawal dari kebohongan kecil yang malah berakhir menjadi kebencian besar yang tak bisa terelakkan. Zhea Xavier Vergara namanya, gadis remaja biasa yang selalu menjadi sasaran kemarahan sang Mama saat mimpi buruk itu kembali menghampirinya. Zh...