Marsha Adelina Syafazea POV
Sudah cukup bagiku untuk melakukan segala pekerjaan rumah yang seharusnya tak ku lakukan. Setiap pukul 22.00 WIB, Aku selalu mendengarkan suara teriakan, pukulan dan bahkan suara saling berdebat dengan penuh emosi. Aku sudah lelah mendengarkan apa yang tidak seharusnya aku dengarkan. Kenapa harus aku yang mendengarkan semua itu?
Sepanjang hidupku, aku tak pernah merasakan hari dimana aku bisa duduk santai dan tertawa. Aku dihadapkan dengan hari-hari penuh dengan luka dan senyum basi. Kenapa aku menyebutkan senyum basi, karena senyumku tidak bisa dikatakan senyuman sempurna. Aku tersenyum begitu setiap hari tanpa merubahnya.
Selama 22 tahun aku hidup, tak ada yang bisa kulakukan. Aku hanya duduk di rumah, menatap sekitar. Aku terlalu introvert hanya untuk berjalan keluar. Semua bermula sejak kejadian beberapa tahun silam, dimana penampilanku selalu menjadi sorotan. Kenapa tidak, aku memiliki kulit gelap, wajah ku tak terlalu bagus, bahkan aku selalu dikucilkan oleh teman-teman.
Aku bertanya-tanya pada semesta, "Apakah aku monster? Sampai mereka semua membenciku? Mengapa mereka menjauhiku dan menyebutku monster?"
Bagaimana keadaanmu ketika dimana hari yang biasa di lalui malah menjadi lebih menyeramkan di bandingkan hari sebelumnya. Bagaimana perasaanmu ketika kamu mengetahui bahwa hari akan berubah, kau akan kembali bertemu orang-orang yang hanya hobi mencela dan mencaci mu?
Selama 22 tahun lebih, orang-orang hanya membenciku. Apa yang salah dalam hidupku, Aku bahkan tidak mengetahuinya. Aku hanya tau bahwa pada dasarnya aku lebih tidak menyukai keadaan ketika aku beranjak dewasa.
"Hari yang melelahkan," bahkan helaan nafas ku saja tidak bisa terhitung sama sekali. Aku menghela nafas lebih dari 10x sehari hanya karena aku benar-benar merasa terbebani.
Tapi, satu hal yang harus kau tahu, bahwa aku selalu mengatakan bahwa aku baik-baik saja. Bagaimana bisa aku baik-baik saja sedangkan dunia tak pernah memihak padaku!
Tak perlu basa-basi untuk mencapai tujuan hidup. Aku berhenti melakukan aktivitas diluar, meskipun aku duduk di rumah setelah membereskan pekerjaan rumah.
"Kenapa kau selalu menelpon wanita itu? Kau mau menikah dengan wanita itu?!"
"Sudahlah! Kau bahkan tidak mengangkat teleponku sama sekali! Kau tahu aku sudah menelpon berapa kali hari ini? Kau dengan senang hati menelpon wanita lain? Kau sangat-sangat buruk!"
Kata-kata yang hampir setiap hari memenuhi otakku. Aku hampir mundur dan tak ingin melakukan aktivitas lainnya. Aku mencoba duduk di dekat kasur, duduk sambil bersandar di pinggiran kasur. Kau tahu apa yang baru saja aku pikirkan?
; Ya, aku ingin mati.
Aku sangat ingin mengakhiri hidup karena begitu melelahkan bagiku. Tidak akan ada yang mendengarkan apa yang ingin ku sampaikan. Tidak ada yang bisa memberikan apa yang ku inginkan. Tolong, aku lelah, Tuhan.
Author POV
Melihat kejadian hari ini, Marsha sudah terbaring di lantai setelah tidur panjang. Ia terbangun pukul 10.00 pagi. Ya, itu seperti biasa karena Marsha memiliki gangguan tidur. Biasa orang-orang menamainya dengan Insomnia.
Marsha berjalan keluar kamar. Begitu kagetnya ia melihat rumah sudah penuh dengan pecahan kaca. Bahkan banyak sekali lauk pauk yang berceceran di lantai.
"Apa yang terjadi?" bahkan Marsha tak bisa mengatakan apa yang ingin ia katakan. Demi kebaikan bersama, Marsha mencoba untuk memunggut satu persatu pecahan kaca itu. Meskipun sangat sulit untuk melakukan itu. Tidak hanya satu piring yang pecah, ini sudah melebihi dari itu. Bahkan guci saja ada yang sudah jatuh pecah.

KAMU SEDANG MEMBACA
AN UNFAMILIAR DAY
Teen Fiction[Edited] Kisah seorang pria non muslim yang mengejar cinta seorang wanita yang taat agama. Baca saja karena saya malas buat deskripsi.