"Nanti jam berapa ke tempat Jeanne?" tanya ibu yang sepagi ini sudah sibuk di dapur.
"Jam tujuh bu," jawab Kaluna sambil menggulung lalu menjepit rambutnya. "Ibu pagi banget, sih, bangunnya. Mau ngapain?"
"Mau bikinin sarapan buat kamu," ujar ibu sembari membuka sebungkus roti tawar dan menatanya di piring.
Kaluna terkekeh. "Ya ampun, bu. Aku bikin sendiri nggak apa-apa, kok," ucapnya lalu mengambil gelas dan menuangkan kopi.
"Sarapan dulu, Lun. Kowe ki jan kopi ae, mbok ya air putih," omel ibu.
(Kamu itu lho...)
Kaluna tertawa pelan. "Ini lho bu, udah air putih satu gelas. Nanti juga makan dulu baru ngopi,"
"Mandi aja sana. Tak buatin roti bakar,"
Gadis itu mengangguk dan menuruti perkataan ibunya. Ia bergegas mandi, menyiapkan baju, kemudian kembali ke meja makan untuk sarapan.
"Bu, ini yang sarapan cuma aku, kan? Kok buanyak banget bikinnya," ujar Kaluna saat melihat ada banyak roti di sana.
"Sekalian buat ibu sama bapak. Kamu juga nggak mungkin cuma makan satu," ujar ibu.
Kaluna mengangguk lalu menyuapkan sepotong roti ke mulutnya. "Kopiku tadi mana bu?"
"Tak buang," jawab ibu yang membuat Kaluna siap mengomel. "Ora, ora. Iku lho tak pindah di cangkirnya bapak, biar panasnya awet,"
(Ora: enggak, iku: itu)
Seketika gadis itu tersenyum. "Makasih ibuuu," ujarnya sambil beranjak ke dapur.
"Nanti berangkat sama siapa?" tanya ibu.
"Bareng Irish sama Feli,"
"Nggak sama Naina?"
"Enggak, dia sekalian nginep di hotel tempat resepsi, biar nggak usah pagi-pagi katanya,"
Ibu mengangguk paham. "Berarti kamu nunggu diampiri aja ini?"
"Iya. Paling sepuluh menitan lagi sampai," jawab Kaluna sambil sekali lagi memeriksa tidak ada barang yang tertinggal karena akan repot jika harus kembali lagi.
"Kemarin ibu ketemu Tante Dina,"
Kaluna menghentikan kegiatannya. "Di mana?"
"Di toko kain. Tante Dina sama Arthur, dia juga baru pulang ke Jogja," jawab ibu sambil mengiris-iris rotinya.
"Ooh..." gumam Kaluna, bingung harus merespon apa.
"Makin ganteng lho, Lun," ujar ibu dengan tertawa. "Kamu ndak pernah ketemu dia lagi to?"
"Enggak. Kan kuliahnya juga beda kota bu," jawab Kaluna sekenanya. "Ibu masih sering ketemu Tante Dina?"
Ibunya menggeleng. "Setelah mereka pindah rumah udah nggak pernah. Paling facebook-an aja,"
Kaluna mengangguk paham.
Arthur.
Sudah lama sekali rasanya ia tidak mendengar nama lelaki itu. Terakhir kali mereka bertemu sepertinya lima atau enam tahun yang lalu saat reuni SMA.
Dan tidak ada yang terjadi di sana. Baik Arthur maupun Kaluna hanya saling menyapa agar semuanya tampak normal.
Padahal ada banyak sekali yang ingin disampaikan. Ada banyak sekali kata maaf yang ingin dilontarkan. Ada banyak rindu yang perlu disalurkan.
Kaluna tidak tau bagaimana dulu mereka bisa sering menghabiskan waktu berdua tanpa diketahui yang lain. Tapi semua momen bersama Arthur terasa menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Empat Belas Hari
ContoCerita Kaluna dan Arthur selama empat belas hari di Yogyakarta. (ceritanya masih dilanjut, nggak discontinued, tp maafin author-nya lg dikerjain kerjaan🥹🙏)