Chapter 3 Ke mana Orang Tuaku?

11 3 0
                                    

Happy Reading and Fun!

***

Seorang wanita tua memaparkan kejadian yang mengagetkan semua orang di kota. Di hadapannya, terdapat pria tua yang menggenggam tongkat kayu. Memangku dagu, meneliti apakah yang dikatakannya adalah hal dusta atau bukan.

"Lalu, ke mana anak itu pergi? Jika benar itu yang terjadi, dia akan menjadi ancaman umat manusia."

Wanita itu menujuk ke luar. "Ke sana! Aku lihat dia berlari cepat menuju Hutan Vallhara!"

"Baiklah. Semuanya bersiap! Besok kita akan memusnahkan Hutan Vallhara!"

Seseorang menyanggah keputusannya, "Ta-tapi, Pak Ketua, Hutan Vallhara sudah dilindungi sejak lama karena perjanjian dengan para makhluk peri, bukan? Bagaimana jika mereka murka?"

Pak Ketua mendengus. "Apa pentingnya? Mereka yang menyerang kita terlebih dahulu. Ini semua kita lakukan untuk melindungi warga! Sudah, cepat ambil senjatamu dan berkumpul di balai kota!"

Keesokan paginya, orang-orang itu berangkat menuju hutan. Dengan perlengkapan terbaiknya, mereka masuk ke sana dan mulai melakukan kerusakan. Menebang, membabat, bahkan membakar hutan. Tentu saja itu mengusik penghuni hutan yang sedang bersembunyi.

"Dryad! Manusia-manusia itu datang! Mereka membakar hutan! Apa yang harus kita lakukan?" lapor seorang manusia setengah burung yang terbang di sekitar peri hutan.

Dryad menggertakkan gigi sebelum mengambil keputusan. "Semuanya bersiap! Kita akan melakukan perang dengan manusia!"

Semua makhluk peri berteriak dengan semangat yang membara. Bertahun-tahun menyembunyikan diri dan menutup diri dari perbuatan manusia, akhirnya mereka bisa melakukan balas dendam. Berbondong-bondong, para makhluk peri itu mulai melakukan serangan balik.

"Harpy. Kau pimpin anak-anak dan para tetua keluar hutan."

Harpy melototkan mata. "Apa maksudmu, Dryad?! Kau pikir kita akan kalah?!"

Dryad membalas dengan tatapan tajam. "Mungkin kita bisa menahan serangan mereka. Tapi, tidak dengan kebakarannya. Sudah hampir setengah hutan yang terbakar. Kita bisa habis! Oleh karena itu, cepat pergi dari sini! Aku akan mengulur waktu!"

"Aku serahkan semuanya padamu, Harpy!" kata Dryad sebelum akhirnya ikut dalam medan pertempuran. Tak memberi kesempatan untuk Harpy berkata-kata.

"Sialan!"

***

Pagi masih buta. Mentari belum sepenuhnya muncul di cakrawala. Namun, kenapa suara-suara di luar sana sudah ramai sekali? Aku yang sedang tertidur pun mau tak mau membuka selimut. Berjalan keluar gua yang selama ini menjadi rumahku. Pandanganku masih belum jelas. Kukucek kedua mataku sambil sempoyongan. Sungguh, tubuhku masih butuh banyak istirahat.

Rasa hangat yang menjalar pada kulitku membuat dahi tertekuk. Sinar matahari tak pernah menyerangku karena pepohonan di sini begitu lebat. Akhirnya, aku menatap lekat-lekat pemandangan yang ada di hadapanku.

Awalnya aku tak percaya, aku menggosok kembali kedua mataku. Namun, pemandangan itu tak berubah. Korbaran api menyambar seluruh bagian hutan. Aku bisa mendengar para pohon yang menjerit ketakutan.

"He-hei! Apa yang terjadi?! Siapa yang melakukan ini semua?!" tanyaku mulai panik.

"Nafa! Cepat kau lari keluar dari hutan ini!" perintah Harpy yang tak kuindahkan.

"Apa yang terjadi, Harpy?! Kenapa hutannya bisa terbakar?"

Harpy mengumpat sebelum akhirnya bercerita juga. "Para manusia datang menyerang kami! Melupakan perjanjian seratus tahun yang lalu begitu saja. Tapi, tenanglah, Dryad sedang mengulur waktu. Makanya, cepat pergi dari sini!"

Ratu Iblis [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang