Chapter 10 Raja Iblis dan Pahlawan

3 1 0
                                    

Happy Reading and Fun!

***

"Iswara Yamani."

Kedua tangan Rhys langsung saja menjatuhkan pedang besarnya. Telapak tangannya menuntun ke arah daun telinga, menutupinya sebagai bentuk melindungi diri. Namun, tidak ada gunanya. Lucifer membisikkan mantera yang mengeluarkan suara neraka yang langsung menyerang gendang telinga Rhys.

Pahlawan itu tertunduk. Suara mengerikan berputar di otaknya berulang kali. Suara penderitaan, api, tangisan, teriakan, dan lainnya. Itu adalah suara-suara manusia yang mendapatkan penderitaan. Teriakan dan tangisan pilu mereka terus bergantian lalu meminta diselamatkan. Terus-menerus menyerangnya hingga nyaris membuat Rhys gila.

"Agh! Sial! Hentikan semua ini!"

Rhys memukulkan kepalanya ke tanah. Berulang kali, tak peduli jika jidatnya mengeluarkan darah. Otaknya mati akan rasa sakit, suara neraka itu mengalihkan kesadarannya.

Pahlawan itu meraung tak jelas. Suara gila itu masih belum berhenti. Penderitaannya masih berlanjut. Tanpa rapalan mantera saja sudah cukup kuat, apalagi jika ditambah dengan rapalan. Sihir Lucifer tak main-main.

"Astra Kirana¹⁵."

Lucifer yang baru menikmati ekspresi baru Rhys dipaksa mundur oleh panah cahaya yang melesat dari belakang Rhys. Ribuan panah itu bukan untuk menyerangnya, hanya untuk membuatnya menjauh serta menonaktifkan sihirnya. Memberi napas hidup pada Rhys.

"Menganggu pertarungan antar dua lelaki itu tidak sopan, Nona Kecil."

"Aku tak percaya Raja Iblis sepertimu butuh kesopanan," jawab salah satu Tujuh Kebajikan yang menyerangnya tadi. Memasang wajahnya tenang dengan sedikit lipatan tercipta di sana. Salah satu yang sering menahan diri, Patience.

"Lawanmu itu aku! Tebah Kresna¹⁶!"

Patience berhasil menghindari pukulan hitam yang berasal dari arah samping. Menghela napas, "Aku tahu. Tapi, kau bisa bersabar, bukan?"

"Tentu saja tidak!" murka Wrath, kembali membabi buta menyerang musuh bebuyutan yang sempat mengabaikannya. Sengaja sekali memancingnya. Mereka lantas berpindah tempat.

Lucifer hanya menatap datar keduanya. Setelah diganggu, kini dia diabaikan. Sebenarnya, yang iblis itu siapa? Bisa-bisanya raja iblis diperlakukan seperti ini?

Rhys menyembuhkan lukanya, mengambil pedangnya kembali sebagai tumpuan untuknya bangkit. Menatap tajam ke arah sang Raja Iblis. Cara liciknya memang selalu membuat Rhys jengkel. Selain merasa tak adil, Rhys juga tak bisa memprediksi serangannya. Menyebalkan.

"Rhys. Apa kau bahagia?"

"Hah?" Rhys melongo. Baru saja dia menggerutu tentang sikapnya yang sulit diprediksi. Kini, pertanyaan yang terlontar polos dari mulutnya juga membuat Rhys menganga.

"Kau ini berbicara apa?"

Lucifer mengangkat bahu. "Yah, awalnya kau hidup dengan damai, bukan? Menjadi seorang anak petani yang memiliki ambisi membahagiakan orang tua. Saat di umur sepuluh tahun tiba-tiba diminta jadi pahlawan. Berlatih dan berlatih untuk membunuhku. Setelah itu, kau dicampakkan begitu saja. Sejujurnya, aku kasihan padamu," terang Lucifer menceritakan kehidupan Rhys yang dia ketahui dari kabar burung.

"Diam! Tahu apa, kau?!" murka Rhys. Merasa raja iblis itu kelewatan. Membahas kehidupannya yang lalu dengan yang sekarang apalagi dengan nada kasihan seperti itu. Lucifer seolah mengatakan jika Rhys menyesali pilihannya Dia telalu ikut campur dengan kehidupan Rhys. Apapun yang Rhys inginkan adalah hal yang tidak penting. Karena takdirnya sebagai pahlawan adalah prioritasnya sekarang.

"Kalau begitu, aku ingin bertanya. Apa enaknya jadi pahlawan?"

Rhys tertegun. Tatapannya melebar ke arah anak perempuan yang menatapnya datar. Berkedip berulang kali, nampak sedang berpikir. "Ten-tu saja banyak. Kau tak akan mengerti meski kujelaskan."

Lucifer yang menangkap itu semua pun menghela napas. "Kau bahkan tak bisa menjawabnya. Lalu, kau masih menyangka jika semua yang terjadi padamu adalah sebuah keberkahan? Kau hanya dimanfaatkan oleh sosok yang katanya Dewa atau apalah itu," kata Lucifer mencoba menyadarkan otak dungu manusia tersebut.

"Tidak!" elak Rhys cepat. "Jangan mencoba mempengaruhiku, Lucifer!"

Rhys berteriak marah. Dia mengayunkan pedang besarnya pada Lucifer. Tanpa rapalan sihir apa-apa. Hanya ayunan pedang biasa yang terus menyerang. Lucifer dengan santai menghindarinya. Melompat ke belakang sebelum lempengan besi itu menyentuh tubuh putrinya.

"Dewa ... Malaikat Agung ... Tujuh Kebajikan ...." Napas Rhys terpenggal akibat aksinya barusan. Lucifer hanya terdiam menunggunya berbicara. "Mereka semua bukanlah hal yang bisa kau cerca seenaknya. Mereka adalah penyelamat, pencipta dunia ini. Apapun yang mereka lakukan, pasti untuk kebaikan dunia. Begitu juga denganku. Jika aku diminta untuk menjadi pahlawan, aku pasti akan melakukannya. Semua manusia pasti akan melakukannya. Karena kami yakin, ini adalah kebenaran. Dan, kau dengan mudahnya berkata jika ini semua hanyalah lelucon?! Tidak peduli aku bahagia atau tidak, ini adalah tugasku! Aku harus membunuhmu demi kedamaian umat manusia!"

Lucifer bertepuk tangan. Pidato singkat Rhys yang menyayat hati orang yang mendengarnya. Syukurlah dia raja iblis, bukan orang.

"Memang hebat, ya. Orang-orang yang taat. Aku jadi iri padamu, Rhys. Karena aku tak bisa memiliki keyakinan sebesar itu. Rasa percaya diri dan bergantung pada sesuatu yang lain bukanlah gayaku. Kita benar-benar berkebalikan. Kau ingin membunuhku, tapi aku sama sekali tak memiliki keinginan untuk membunuhmu. Ironis, bukan?"

Perkataan Lucifer membuat Rhys mengernyit. "Hah? Tidak mungkin, Lucifer. Pasti dari lumbuk hatimu kau ingin membunuhku-- ah, bukan. Ingin membunuh semua manusia, benar, bukan?" tanya Rhys tersenyum miring.

Lucifer adalah Raja Iblis. Pimpinan dari segala penderitaan yang dialami oleh manusia. Dia memberikan teror, membunuh, menyiksa, dan menjadi makhluk paling bengis di muka bumi Makhluk menghasut manusia untuk berpaling dari Dewa. Legenda yang menjadi bencana terbesar. Seharusnya begitu.

"Kau yakin berpikir seperti itu, Rhys? Kau benar-benar berpikir aku akan membantai seluruh umat manusia dan menjadi penguasa dunia?"

Rhys kembali kebingungan dengan pertanyaan Lucifer. Kenapa pula makhluk itu? Semua pertanyaannya seakan tidak masuk akal dan sulit dicerna. Bahkan, dari awal tingkahnya susah ditebak sangat sulit menganggapnya sedang serius atau sedang bercanda.

Lucifer tersenyum. "Kau yang paling mengenalku, Rhys. Waktu-waktu yang kau habiskan untuk mencari tahu tentangku bukanlah waktu yang singkat. Mungkin, kau satu-satunya manusia yang dekat denganku. Sebagai orang yang tahu apapun tentangku, kau masih berpikir aku akan melakukan hal itu?"

Rhys terdiam. Mencoba meresapi apa yang hendak disampaikan oleh raja iblis tersebut. Buku-buku dan kabar burung yang selama ini didengarnya seolah tidak berguna ketika dia bertemu langsung dengan Lucifer. Wujudnya memang mengerikan, tanduknya yang menjadi simbol keiblisan malah lebih besar dibandingkan gambar di buku.

Namun, tidak ada yang bilang jika Raja Iblis suka bercanda, bahkan secerewet ini. Saat-saat pertarungannya dulu juga begini. Lucifer senang mengajaknya mengobrol dibandingkan melawan. Raganya menyeramkan, tapi jiwanya menyebalkan.

"Rhys, sebenarnya, apa yang sedang kita lakukan?"

Rhys diam, memberi jeda. "Aku hanya melakukan tugasku, Lucifer. Yaitu membunuhmu. Mempertanyakan hal selain tugas adalah di luar hakku."

"Ah, kau tak asik." Lucifer memanyunkan bibir, merasa sebal. "Padahal manusia itu makhluk yang selalu penasaran. Tapi, kau malah membatasi rasa penasaranmu. Mengecewakan kau sama sekali tak berubah sejak terakhir kali kita bertemu."

"Benar katamu, akan lebih baik satu di antara kita mati. Meski tak suka, mari kita ulang pertempuran kita, Zachary Rhys sang pahlawan."

***

Kamus Sansekerta:

15) Astra Kirana : Panah Cahaya

16) Tebah Kresna: Tinju Hitam

Ratu Iblis [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang