#1. Trust Issue

32 3 0
                                    

"Anda yang memaksa saya untuk menikah dengan Anda! Jadi, sekarang giliran saya yang memaksa Anda melakukan kewajiban Anda kepada saya!" suara beratnya membuat saliva Kalya sulit ditelan.

3 Months Ago...

"De Tun, ini kan pertemuan yang terakhir ya. Jadi tolong bikinin Kalya telur gulung yang eeeenak banget," ujar seorang gadis dengan posisinya yang sedikit jinjit ke etalase kantin.

"Ya elah. Cepet banget sih elu lulusnya. Baru kemaren ngerecokin De Tun di sini. Udah mau lepas SMA aja." Tangan renta ibu kantin yang sering disapa De Tun ini mulai membuat adonan telur gulung istimewa pesanan langganan setia beliau.

Sreenngggg!!!

"WOI! Kal, lo dicariin Pak Arya tuh. Katanya sisa Ijazah lo yang belum diambil." getak Maya.

"Ok deh." 

"De Tun, aku tinggal dulu ya. Ntar balik lagi. Yang eeenak pokoknya."

TOK! TOK! TOK!

"Permisi, Pak Arya."

"Masuk."

"Saya mau ambil Ijazah saya, Pak"

Laki-laki yang kira-kira berusia kepala empat itu mendongak ke atas. "Kalya Cempaka." Tangannya sibuk mengotak-atik meja kerja dan lembaran berkas di atasnya.  "Ibu kamu sudah tahu tentang nilai kamu?" tanya Wali Kelas MIPA-3 ini. Kalya mengangguk ragu dan tersenyum. "Tapi kok dari seminggu kemarin belum datang ke sekolah ya? Kan ada penghargaan dari Kepala Sekolah juga niatnya." imbuhnya. "M-maaf, Pak. Beliau sibuk sepertinya. Jadi belum sempat meluangkan waktu untuk ke sekolah." Arya menggangguk dan menghela nafas seolah mengiyakan alasan yang dikatakan Kalya. 

"Selamat ya. Semoga kelak kamu akan menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa."

"Terima kasih, Pak"

Itu adalah kali terakhir sebelum akhirnya Kalya melanjutkan studinya ke universitas yang sangat diimpi-impikan selama dua tahun terakhir. 

Sementara, De Tun yang melihat langkah Kalya dengan lesu berdiri dari tempat duduknya dan memberi ruang untuk gadis itu mengistirahatkan kakinya. "Kenape lu?" tanya De Tun. Kalya menggelengkan kepala sambil meletakkan berkas Ijazah yang masih berbalut rapi dalam sampulnya. "NAH... ini ini. Makan dulu telur gulung spesial ala De Tun biar woodnya naik lagi."

"Hah? Apaan sih wood wood?"

"Suasana hati..." jawab De Tun puitis.

"MOOD, De Tun. Wood itu hutan atau kayu. Lagian diajarin siapa sih?"

"Si Maya."

"Dia aja suka salah nyebut. Malah mau ngerekrut murid. Duh!"

Di tengah gelak tawa dua orang yang menikmati waktu terakhir bersama, terdengar suara laki-laki dari sudut ruang. "Sayaaanggg!!"

Laki-laki yang akrab disapa Dimas itu mulai gabung dalam meja De Tun dan Kalya. "Ya udah deh. Ada si yayang tuh. De Tun lanjut masak dulu ya."

"Aaak dong satu."

Sebatang telur gulung masuk ke dalam mulut Dimas dengan sempurna. "Kamu dari kemarin kok ga bales chat aku?" tanya Kalya. "Oh... itu... Aku lagi sibuk, sayang. Kan kamu tahu aku setelah ini mau lanjut kuliah ke luar kota. Jadi ya... harus kumpulin uang juga dong mulai sekarang."

"Tapi kok kemarin aku lihat last seen kamu jam 08.45 padahal kan aku ngechatnya jam 07.12."

"Kalo itu... Eh iya bentar. Aku lupa banget tadi janji sama Riko mau ngasih kontak anak koor. Bentar yah." pamit Dimas mendadak. 

Tinggal Kalya sendirian di tengah ramainya kantin oleh anak seangkatannya. 

✤✤✤

"Kak, mama mau ketemu client dulu ya. Kamu jaga rumah"

"Ketemu client jam delapan malem gini?"

"Iya. Mama sibuk cari uang kan buat kamu."

"Tadi Pak Arya tanya ke Kalya. Kenapa mama gadateng padahal Kalya nilainya paling tinggi seangkatan. Kalya jawab mama sibuk. Walaupun Kalya gatau mama sibuknya beneran apa engga selama ini."

"Ya emang kan mama sibuk, Kalya. Papa kamu itu ga ninggalin banyak ke mama. Jadi ya mama harus cari uang sendiri lah. Lagian, bersyukur dong kamu harusnya. Walaupun mama ini mama sambung, dan papa kamu meninggal, mama masih mau ngurusin kamu kan? Udah deh. Jangan lebay jadi anak. Liat tuh Denisa. Dia yang anak kandung mama aja ga secerewet kamu."

Tanpa basa-basi Kalya naik ke kamarnya dan membanting pintu dengan rasa amarah yang menyelimuti dirinya.  Terdengar suara mobil dari teras. Sebuah mobil Avanza dengan body berwarna metallic berhenti tepat di depan mamanya berdiri. Sambil mengintip, Kalya membatin, "Kayak pernah tau mobil itu deh gue. Dimana ya?"

"Apa gue ajak Dimas hangout aja kali ya? Lagian hari Sabtu juga kan."

Tangan mungilnya meraih sebuah ponsel di nakas. Tangannya mengutik kontak dan KLIK!

"Halo?  Kenapa?"

"Sayang, keluar yuk? Malming nih..."

"Aduh sorry. Aku lagi kerja nih. Kapan-kapan aja ya?"

Siapa?

"Dim? Itu tadi suara siapa sih? Kok kaya cewe gitu ya? Kamu lagi dimana?"

"Oh engga. Itu tadi suara tante aku."

"Katanya lagi kerja. Kok ada tante kamu?"

"Aduh, Kalya. Kamu bawel banget sih? Aku lagi kerja. Kamu tolong ngertiin aku dulu ya? Love you."

"Tapi Dim--"

TUT... TUT...

"Kenapa semua orang pada nyebelin sih hari ini? Apa ini tanggal yang berlawanan sama weton gue kali ya?"

Kalya merebahkan diri ke kasur dengan mencari posisi yang sangat nyaman untuk menghabiskan malamnya yang sepi. "Kak Kal?"

Suara dari luar kamar Kalya sontak menghamburkan lamunan sekejapnya. "Masuk aja."

"Kak. Kak Kalya sibuk nggak?" tanya gadis kecil yang saat ini sedang duduk di bangku SD kelas 6 itu. Kalya menggeleng. "Kak Maya udah gapernah kesini ya, Kak? Kalian bertengkar?" Kalya menggeleng sekali lagi. "Denisa kira kalian bertengkar gara-gara Mas Dimas." Kalya langsung terdiam. Ia meletakkan ponselnya dan beralih fokus ke adiknya, "Maksudnya gimana sih? Kak Kalya gangerti." 

"Kan waktu itu Mas Dimas kesini, terus Kak Kalya ambilin minum, Kak Maya itu telfon Mas Dimas. Terus gak lama, Mas Dimas pamit pulang kan?"

"Hah? Kok kamu baru bilang sekarang? Kamu liat Kak Maya telfon gitu?"

Denisa mengangguk sambil mencoba membuka ponsel Kalya. "Dek, kamu beneran ini?" tanya Kalya memastikan. "Dek, Kak Kalya tanya ini perhatiin dulun ih." Kalya merebut ponselnya dan mengajak bicara anak kecil itu dengan nada yang cukup serius. Denisa menggangguk pasti. 

"Masa iya sih? Mereka berdua main di belakang gue?"

My Favourite DisasterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang