O7 :: Night, Sadness and Fear

51 11 1
                                    

"Cessa, mau ikut Mama atau Papa?"

Cessa kembali terisak. Dinginnya angin malam tak ia perdulikan. Gadis dengan kaos putih polos dengan lengan pendek dan celana panjang itu hanya bisa duduk menenggelamkan wajahnya di antara kedua lututnya.

Pertanyaan yang selama ini tak pernah Cessa harapkan terdengar keluar dari mulut orang tuanya sendiri sekarang terjadi.

Dari awal Papa nya bekerja di luar kota pun Cessa sebenarnya sudah menduga, namun Cessa selalu berusaha berpikir positif karena tak ingin membebani sang mama.

Di hari papanya kembali ke rumah, bukannya kebahagiaan yang Cessa dapat, kabar buruk malah datang dan membuat Cessa juga Felix harus memilih.

Dimana pilihan itu sangat sulit bagi Si Kembar. Salah satu dari mereka harus ikut dengan sang papa, dan yang lain harus menetap dengan mama. Meski keduanya mengakui kalau mereka sering bertengkar, tapi itu bukan berarti Cessa dan Felix tak menyayangi satu sama lain. Keduanya saling sayang, sangat malah.

Cessa mendongakkan kepalanya, menatap langit malam yang dipenuhi ribuan bintang-bintang yang bercahaya di atas sana.

Gadis itu menghapus air matanya kasar, lalu menatap ponsel.

Jam 12 malam.

Itu berarti sudah dua jam Cessa kabur dari rumah dengan alasan ingin berpikir sebentar.

Felix .. Cessa tak tahu adiknya itu pergi kemana. Selepas pilihan itu dilayangkan, Felix langsung pergi tanpa pamit dengan amarah yang mengelilinginya.

Tentu Cessa tahu bagaimana Felix, cowok itu terkadang sulit mengendalikan amarah. Tak seperti dirinya yang terkesan lebih tenang walau sekarang Cessa juga dilanda kebingungan juga marah yang teramat.

Kenapa Cessa harus memilih?

Kenapa Cessa harus berpisah dengan adiknya?

Keluarga yang Cessa kira selama ini dipenuhi kasih sayang dan keharmonisan ternyata jauh dari kata tersebut. Semuanya seperti bom waktu.

"Woy!"

Cessa tersentak kaget, ia bergegas mengusap wajahnya dan mendongak mendapati presensi seseorang yang ia cap sebagai orang yang menyebalkan.

"Lo ngapain nongkrong tengah malem gini? Pinggir sungai lagi, keliling ya lo?"

Gadis dengan mata sembab itu melayangkan tatapan kesal pada lawan bicara, "Bukan urusan lo,"ketusnya.

"Pulang sa, mama lo nyariin,"

Cessa kembali menatap lurus hamparan rumput yang sedikit terang karena lampu taman, "Ck. Gue gak mau pulang,"

"Mama lo khawat—"

"Bisa diem gak sih lo? Gue gak mau pulang!"

Yuda membungkam bibirnya sendiri, cowok itu menghela nafas kemudian duduk di samping Cessa.

Kalau saja Yuda tak mendapat kabar dari mamanya yang bilang kalau Audy—mama Cessa dan Felix—tengah khawatir mencari kedua anak kembarnya yang pergi dari rumah dan belum kembali setelah beberapa jam, Yuda tak akan rela jalan jauh-jauh sampai nyasar ke taman komplek cuma buat nyari Cessa.

Mama Yuda juga tadi maksa-maksa Yuda buat bantu nyariin, terutama Cessa. Seorang gadis dibiarkan kelayapan tengah malam apa tidak bahaya?

"Lo ada masalah apa sama orang tua lo? Bukannya papa lo pulang?"

Cessa diam. Gadis itu malah kembali terisak. ingatannya kembali pada kejadian tadi di rumahnya.

Melihat itu, Yuda merasa iba. Pasti ada sesuatu yang membuat Cessa jadi terlihat menyedihkan seperti ini. Cessa itu bukan tipe orang yang gampang menangis, boro-boro gampang nangis, Cessa itu orangnya lebih senang mengeluarkan kata-kata kasar daripada harus menangis.

Speed of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang