Tom menerabas tali berwarna kuning yang mengitari tempat kejadian perkara. Lokasinya ada di ujung perumahan, jauhnya sekitar lima puluh meter dari perumahan warga yang aktif dihuni.
Bangunan rumah terbengkalai itu terpojok sendirian. Atapnya sudah runtuh, dindingnya sebagian sudah hancur. Bagian dalam rumah itu bisa dilihat seluruhnya dari luar. Rumput-rumput liar setinggi lutut orang dewasa memenuhi seluruh ruangan. Di antara rerumputan itulah ditemukan mayat teronggok yang sudah bau busuk, salah seorang warga yang memiliki kebun pepaya di sebelah rumah terbengkalai itu tak sengaja mengendus bau menyengat. Segera melapor ke kantor polisi terdekat. Mayat itu sudah dievakuasi. Saat ini sedang dalam tahap penyelidikan.
Tom dan Axel datang persis ketika mobil polisi meninggalkan lokasi.
"Sebuah tindak pembunuhan amatir." Axel meludah. Sisa bau mayat masih mengganggu indra penciuman.
Tom memperhatikan seluruh bangunan, mengecek tiap sudut. Axel juga melakukan hal yang sama. Tidak sampai lima menit, mereka menyimpulkan kalau rumah terbengkalai itu hanyalah tempat pembuangan setelah pelaku menghabisi nyawa korban.
Ketika hendak melangkah meninggalkan tempat kejadian perkara, di ujung sepatu Tom tersangkut sesuatu. Tom membungkuk, mengambil benda itu. Sebuah kalung yang telah putus pengaitnya, terdapat bandul berbentuk setengah hati, bertuliskan 'best' pada bagian atas dan 'for' pada bagian bawah. Tom melihat bagian belakang bandul. Bibirnya melengkung tipis. Memasukkan temuannya ke saku jaket, bergegas ke mobil menyusul Axel yang sudah duduk di belakang kemudi.
"Menuju lokasi berikutnya," ucap Tom seraya memasang sabuk pengaman.
Kendaraan roda empat itu melesat meninggalkan 'tempat pembuangan mayat'. Tiga menit kemudian sudah melaju di jalanan kota.
"Pembunuh amatir yang menjengkelkan. Membuang mayat jauh dari lokasi tempat kerja korban." Axel mulai ngoceh-ngoceh. Dia paling tidak suka jika pekerjaanya lebih banyak memakan waktu di perjalanan daripada eksekusi.
Membutuhkan waktu tiga puluh menit untuk sampai ke lokasi berikutnya.
"Setidaknya kita membiarkan para polisi melakukan pekerjaannya terlebih dahulu, dengan kata lain kita tidak perlu repot-repot menunggu mereka menyelesaikan pekerjaannya." Tom yakin saat ini polisi sudah meluncur ke lokasi yang sama yang akan ia tuju.
Axel meregangkan tangan. Di depan sedang lampu merah.
Tom merasakan ponselnya bergetar. Ben yang melakukan panggilan.
"Tidak ada daftar buku yang berjudul 'Legenda Pembunuh Bayaran', Tom. Aku sudah mengecek data judul buku di seluruh perpustakaan kota. Banyak cerita yang memuat tentang pembunuh bayaran, tapi isi ceritanya bukan yang kita cari." Di seberang sana sesekali terdengar bunyi ketukan papan keyboard.
Lampu merah sudah berganti hijau. Seraya menginjak gas, Axel menoleh ke jok sebelahnya, melihat Tom menghela napas dalam.
Ben dan keahliannya adalah sumber informasi yang tidak diragukan lagi keakuratannya.
"Lupakan dulu tentang buku itu. Apa kau sudah menemukan siapa nama si pengirim surel?"
"Aku masih berusaha keras. Alamat pengirim surel itu terenkripsi tingkat tinggi." Terdengar suara pintu digedor-gedor, disusul suara anak kecil. Papa, ayo, main sepeda. Tadi siang kan sudah janji. Papa masih tidur, ya? Bangun, Papa!
"Aduh, maaf, Tom. Aku lupa ada janji dengan Champ. Nanti akan kukabari lagi."
Bibir Tom tersungging. "Aku mengandalkanmu, Ben."
Axel menyeringai. "Papa beranak dua itu sudah semakin sibuk dengan keluarga bahagianya. Cinta ibarat dua mata pisau, membentuk kebahagiaan atau menghancurkannya."
![](https://img.wattpad.com/cover/315951811-288-k291154.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MUSLIHAT
Mystery / Thriller"Atasi Masalah Anda dengan Bayaran yang Pas!" Tom menikmati masa pensiunnya di pusat ibu kota. Setelah hidup damai selama satu dekade, tiba-tiba sebuah surel misterius dilayangkan pada alamat rahasia organisasi pembunuh bayaran yg dipegang olehnya...