Bab 5: Menatap Wajah Masa Lalu

7 3 0
                                    

“Kau sendirian?” Lepas menutup pagar, Ben lekas menghampiri kameradnya.

“Seperti yang kau lihat.” Tom menekan tombol kunci mobilnya.

Ben memandang Tom dari ujung kepala hingga ujung kaki, lalu menyimpulkan senyum. Dia menepuk punggung Tom seraya membimbing menuju pintu masuk rumahnya.

“Jika bukan karena surel itu, kau mungkin tidak akan bertamu ke istana kecilku. Sedari dulu kau hanya membual hendak berkunjung. Apa boleh surel itu kukatakan sebagai pengantar bahagia buatku?” Ben merekahkan senyum lebar, tangannya mempersilakan Tom untuk duduk.

Tom hanya menyunggingkan senyum tipis.

Di balik pintu ruangan lain bocah laki-laki berusia tujuh tahunan mengintip malu-malu. Mulutnya sengaja mengeluarkan bunyi cekikikan untuk menarik perhatian.

“Oh, Champ! Kemarilah … kau bilang ingin bertemu dengan Paman Tommy?”

Dengan wajah tersipu Champ berlari-lari kecil ke sofa tempat papanya duduk. Dia menyembunyikan wajah ke lengan papa yang langsung menyambut dengan usapan lembut di kepalanya.

Ada sesuatu yang menyusup hati Tom. Melihat bagaimana sahabatnya itu memperlakukan bocah yang malu-malu kucing menyembunyikan wajah ke lengannya.

Ben, dia sungguh tampak seperti seorang ayah.

“Champ sangat ingin bertemu dengan kau, Tom. Katanya kelak dia ingin menjadi seperti Paman Tommy.”

Champ semakin salah tingkah, menggeliang-geliut di samping Ben.

Tom merekahkan senyuman. “Halo, Champ. Senang bertemu denganmu.”

Mata Ben berbinar, dia tidak bisa menutupi raut senang di wajahnya begitu melihat Tom menunjukkan sikap ramah pada Champ. Dikarenakan suatu hal, Ben tahu, barusan bukan sikap Tom yang selama ini dia kenal.

Senyumnya masih agak kaku, tapi itu usaha yang tidak buruk, batin Ben.

Masih malu-malu, Champ balas menyapa Tom.

“Jangan ingin menjadi seperti Paman. Paman ini adalah contoh orang yang buruk.”

Ben membelalak, masih terkesima dengan sikap Tom kali ini. Lama tidak bertemu, apa Tom sungguh-sungguh sedang belajar menjadi ‘paman’ yang ramah?

Ben segera menguasai diri, mengambil sikap. Dia memegang kedua lengan Champ.

“Kau ingat? Papa pernah bilang kalau laki-laki hebat suka bicara merendah. Kau benar-benar harus menirunya, Champ.”

Bocah itu mengerjapkan mata, tersenyum sumringah, menanggalkan rasa malu-malu kucingnya. Dia lalu menoleh pada Tom.
“Kata Papa, Paman bisa sulap?” Suaranya menggemaskan, khas anak-anak.

Tom mengangkat alis, menggeser pandangan pada Ben.
“Kau membual apa saja pada anakmu?”

Ben menyeringai lebar.

“Paman Tommy sangat pandai, tapi malam ini dia datang bukan untuk sebuah pertunjukan sulap. Sekarang Champ kembalilah ke kamar. Papa dan Paman Tommy hendak membicarakan keperluan orang dewasa. Calon orang hebat selalu menurut pada Papa, ingat?” Ben berbicara dengan wajah didekatkan dengan wajah anaknya.

Champ mengangguk.

“Lain waktu Paman datang lagi, ya. Saat itu tunjukkan pada Champ trik sulap keren andalan Paman.” Bocah itu berbicara pada Tom dengan mata berbinar.

Tom mengangguk, tersenyum kecil.
Champ mengepalkan kedua tangannya ke udara, lalu berlari ke kamarnya.

“Aku sarankan kau jangan terlalu banyak membual pada anakmu.”

MUSLIHAT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang