Bab 7: Mengintai

3 3 0
                                    

Matahari sudah tergelincir di kaki barat ketika mobil yang Ben kendarai memasukki mulut gang yang dituju.

Waktu yang tepat. Radius seratus meter Tom melihat Yura keluar dari gang area Milen Fashion. Di bahunya tersandang tas. Gadis itu berjalan dengan kepala setengah tertunduk. Tidak sampai lima puluh meter, dia berbelok ke gang yang ada di kiri jalan.

Tom memberi instruksi untuk menjaga jarak. Dua ratus meter menyusuri gang, jalanan mulai gelap. Sepertinya lampu jalan mati, lupa diperbaiki. Yura tampak mempercepat langkahnya.

“Mangsa yang empuk para berandal.” Axel menggumam.

Benar. Seorang gadis berjalan sendirian di gang gelap sangat berbahaya. Jika dia bertemu dengan berandal, dipastikan dia tidak akan pulang dalam keadaan perawan.

“Apa perlu menyalakan lampu jauh?” Ben bertanya pada Tom.

“Mundur!”

Bukan hanya Ben yang terkesiap mendengar jawaban Tom. Axel langsung siaga, menajamkan penglihatan.

Di tikungan sana, dua laki-laki berkedok mengendap-endap di balik pohon. Jelas sekali sedang menunggu langkah kaki Yura mendekat.

Salah satu laki-laki berkedok itu langsung menghadang di jalan. Yura terperanjat. Dia hendak berteriak tapi laki-laki berkedok sigap menutup mulutnya dan mengunci gerakkannya. Laki-laki berkedok satu lagi muncul dari balik pohon. Menghampiri, memaksa Yura menyerahkan tasnya.
Yura berusaha menahan. Laki-laki berkedok langsung menodongkan pisau.

Tubuh Yura gemetar, akhirnya dia membebaskan laki-laki berkedok itu mengaduk-aduk isi tasnya.

Dari dalam mobil Tom mengamati dengan tajam. Laki-laki itu membiarkan dompet tawanannya jatuh.

“Habisi berandal itu, Ben. Rebut benda apa pun yang mereka ambil. Cepat!”

Ben langsung melepas sabuk pengaman. Bergegas menuruti perintah. Dia sedikitnya mengerti mengapa Tom mengajaknya ikut serta dalam misi pengintaian.

Ben berlari kencang tanpa suara. Bogem mentahnya mendarat di wajah laki-laki yang mengunci tubuh Yura. Kakinya diayunkan ke tangan laki-laki yang membawa pisau. Benda itu jatuh berkelontang di aspal. Tidak memberi jeda, Ben juga melayangkan tinju ke wajah laki-laki berkedok itu sebelum menyadari ke mana pisaunya terlempar.

Buku kecil yang didapat dari dalam tas Yura terlepas dari tangan, Ben dengan gesit meraihnya sebelum terjatuh. Dia berguling di aspal demi menghindari pukulan balasan. Belum bangkit sempurna, dua laki-laki berkedok itu sudah mengepungnya.

Ben membaca pergerakan lawan, dua tinju dilayangkan secara bersamaan. Satu ke kepala, satu ke perut. Ben berhasil menangkis satu pukulan, tapi perutnya luput terhantam. Dia terhuyung beberapa langkah ke belakang. Lawannya tak memberi ampun, hendak melayangkan bogem lagi.

Sementara Ben berjibaku dengan dua laki-laki berkedok, Yura duduk tergugu di aspal. Dia masih terguncang dengan apa yang baru saja dihadapinya. Dia menutup wajah, takut dengan adegan yang sedang terjadi di depan mata. Isi tasnya dibiarkan berserakan di aspal.

Di dalam mobil Axel menggeram.

“Boleh aku bergabung dengan Ben?”

Tom menempelkan jari telunjuk ke mulut, menyuruh Axel diam.

Axel meninju telapak tangannya sendiri. Kesal hanya menonton, dia mulai mengomel.

“Manusia macam apa Yura itu. Bukannya lekas melarikan diri atau berteriak minta tolong malah duduk-duduk di aspal seperti anjing bodoh.”

Tom tidak mengacuhkan ocehan Axel. Dia fokus mengamati.

Ben masih berjibaku dengan dua laki-laki berkedok. Pipinya sudah dua kali terkena tinju lawan. Dia sedang dalam kondisi terkepung lagi. Lawannya dengan buas siap melayangkan bogem mentah.

MUSLIHAT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang