15. Kekosongan Yang Misterius

194 34 0
                                    

Suara heels yang bersautan tiap detiknya memenuhi lantai marmer istana. Lorong kosong yang dipenuhi pilar-pilar menjulang itu menjadi saksi bisu akan sosok gadis bergaun merah delima yang sedang tergesa-gesa. Napasnya memburu karena pasokan oksigen yang tidak cukup menandingi. Rasa sakit pada tumit kakinya pun sibuk memberi sinyal agar si empu berhenti.

Namun sayangnya semua hal itu tidak tergubris karena salah satu titah di kepala gadis itu hanya terus memperingatinya untuk 'Lari! Lari sejauh mungkin!' hingga siapapun tidak bisa menjangkaunya.

Arcelia hanya ingin melarikan diri dari segala kegilaan yang akan dia hadapi ketika menyadari bahwa seseorang yang selama ini dia cari berada di istana. Menjabat posisi penting dan tanpa rasa bersalah bisa menunjukkan ekspresi iba padanya.

Oh, ketika mengingatnya Arcelia mau tak mau merinding.

Musuh yang paling mengerikan adalah seseorang yang mempunyai kekuasaan.

Mereka bahkan tidak segan untuk memanfaatkan kelemahan seseorang hanya untuk memenuhi hasrat mereka.

Dan kenapa dia, seorang mantan mafia, yang bahkan sudah melampaui batasnya sebagai hamba Tuhan untuk mengambil nyawa manusia, merasa takut?

Itu karena sekarang, Arcelia punya banyak kelemahan.

Arcelia memaksakan diri untuk berhenti tepat di belokan dinding istana karena merasa jarak yang dia tempuh sudah cukup aman.

Dia menunduk dan bersandar pada salah satu pilar untuk menyatukan napasnya yang terputus-putus. Dia tidak pernah merasa lelah saat berlari di sekian kilo meter, namun fisik Arcelia sang putri sangat berbeda dengan dirinya dahulu yang harus menjalani latihan fisik tiap harinya.

Setelah lima menit lewat, barulah Arcelia mendongak untuk melihat keadaan sekitar.

"Aku di mana?" gumamnya mengernyitkan dahi. Suasana sekitar istana yang dia datangi kali ini punya hawa berbeda dari bagian istana yang pernah dia kunjungi. Walau terlihat megah, tempat itu sangat menyiratkan kekosongan.

Membuat siapapun bisa merasakan ketidaknyamanan jika berada di sana terlalu lama.

Arcelia beralih mengecek tumitnya di balik sepatu merah muda yang menutupi, melihat ada beberapa lecet di sana.

Bagi dirinya dahulu, luka itu tidak akan berarti apa-apa karena dia pernah merasakan sensasi yang berkali-kali lipat lebih parah. Dia sudah terbiasa untuk menahan rasa sakit. Namun memikirkan reaksi apa yang akan diberikan ibunya membuat dia mau tak mau meringis.

Ibunya adalah salah satu orang yang mempunyai jiwa protektif selain ayahnya.

Setelah merasa bahwa berdiam diri bukan ide bagus, Arcelia melepaskan sepatu itu dan berniat akan menentengnya hingga kembali ke istana utama. Citranya sebagai tuan putri mungkin akan sedikit tercoreng, namun daripada dia harus mengalami yang lebih parah, gadis itu mencoba tidak peduli.

Arcelia berpikir setidaknya dia hanya akan berpapasan dengan beberapa pelayan atau para kesatria karena seingatnya dia tadi sempat melewati halaman luas yang mirip dengan tempat pelatihan di kediamannya.

"Ada urusan apa kamu ke sini?"

Kaki tanpa alas Arcelia terhenti tepat saat suara wanita dewasa sukses membuatnya kaget. Mengalihkan pandangan pada taman asri namun tanpa penghuni, Arcelia menemukan sosok familiar yang dari postur tubuh dan pakaiannya saja sudah menggambarkan sosok orang penting di kekaisaran.

Lalu ingatan Arcelia terpaku pada suatu masa dimana wanita itu merupakan seseorang yang sering berada di samping Kaisar.

Arcelia buru-buru membungkuk hormat. "Salam hormat, Yang Mulia Permaisuri," ujarnya pelan lalu tanpa sadar menelan ludahnya sendiri.

The Action of VillainessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang